Metode analisis data Hasil dan Pembahasan

oleh masyarakat, berkaitan dengan keberadaan dan keinginan masyarakat terhadap sistem zonasi kawasan konservasi Aru Tenggara. 2 Analisis tentang faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat untuk memanfaatkan sumber daya di kawasan konservasi Aru Tenggara. Komponen yang dikaji adalah; karakteristik reponden umur, pengalaman melaut, dan tingkat pendidikan, dimensi ekologi tingkat pengetahuan mereka tentang perubahan pada ekosistem pulau, mangrove, lamun, terumbu karang dan perairan terbuka, tingkat pemanfaatan sumber daya perikanan pada ekosistem-ekosistem tersebut, dimensi sosial meliputi perubahan jumlah penduduk, jumlah nelayan, akses pendidikan, akses kesehatan, akses informasi, ketersediaan air bersih, ketersediaan penerangan, kondisi perumahan, hubungan kekerabatan, kerjasama dalam masyarakat, konflik antar desa, konflik antar warga, dan konflik kepemilikan lahan, dimensi ekonomi mencakup akses pasar, ketersediaan sarana transportasi, ketersediaan kebutuhan pokok di desa, harga bahan makanan, harga bahan bangunan, biaya pendidikan, biaya kesehatan, biaya penerangan, harga jual ikan, harga jual kayuhasil hutan, harga jual pasir, harga jual batu, tingkat pendapatan dan tingkat pengeluaran. 3 Analisis terhadap faktor-faktor yang telah dimaksudkan pada poin 2 dilakukan melalui penentuan interval kelas yang dibagi atas 3 kategori yakni besartinggibaik = 3; sedang = 2 dan kecilrendahburuk = 1. Hasil analisis terhadap karakteristik masyarakat perikanan, akan dilakukan analisis lanjut untuk mengidentifikasi permasalahan pemanfaatan dengan pendekatan wawancara serta diskusi kelompok terfokus. Permasalahan pemanfaatan dipetakan dalam kerangka permasalahan pada seluruh ekosistem yang menggambarkan kondisi eksisting dan peta hubunganpengaruh. Hasil kajian permasalahan tersebut akan juga mendapatkan arah perubahan dari tingkat pemanfaatan sumberdaya pada setiap ekosistem oleh masyarakat, yang dipakai sebagai dasar dalam komponen analisisi implikasi pengelolaan dengan pendekatan partisipatif yang menggambarkan hubungan umpan balik positif maupun negatif Causal loop menurut Fatsey et al.,2011, yang terjadi pada sistem masyarakat perikanan dikawasan konservasi Aru Tenggara. 5.3 Hasil dan Pembahasan 5.3.1 Potensi masyarakat kawasan 1 Dimensi sosial Secara administratif, penduduk yang mengakses kawasan ini berasal dari dua kecamatan yaitu Kecamatan Aru Selatan Timur dan Kecamatan Aru Tengah Selatan. Kecamatan Aru Selatan Timur terdiri atas 12 desa yaitu Desa Karey, Desa Batugoyang, Desa Beltubur, Desa Dosimar, Desa Erersin, Desa Gomar Meti, Desa Gomar Sungai, Desa Jorang, Desa Juring, Desa Meror, Desa Salarem, dan Desa Siya. Sementara Kecamatan Aru Tengah Selatan terdiri atas tujuh desa yaitu Desa Apara, Desa Bemun, Desa Gomo-Gomo, Desa Jambu Air, Desa Longgar, Desa Mesiang dan Desa Warabal. Untuk Kecamatan Aru Selatan Timur, Desa Karey merupakan desa dengan jumlah penduduk terbanyak mencapai 831 jiwa dengan jumlah Kepala Keluarga KK mencapai 199. Sementara Desa Dosimar merupakan desa dengan jumlah penduduk paling sedikit yaitu hanya 136 jiwa dengan jumlah KK 44. Desa Meror merupakan ibukota Kecamatan Aru Selatan Timur namun hanya berpenduduk 161 jiwa dengan jumlah KK sebanyak 48. Ditunjang dengan ketersediaan ruang yang masih memungkinkan untuk dikembangkan, Desa Meror sangat berpotensi untuk pengembangan kota kecamatan ke depan. Sedangkan untuk Kecamatan Aru Tengah Selatan, Desa Longgar merupakan desa berpenduduk terbanyak yaitu 1.282 jiwa dengan jumlah KK sebanyak 277. Desa Longgar dapat dimaklumi sebagai desa dengan penduduk terbanyak karena merupakan ibukota kecamatan ini. Secara keseluruhan, total penduduk yang bermukim pada wilayah dua kecamatan ini berjumlah 10.285 jiwa dengan jumlah KK mencapai 2.433. untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21 Data Jumlah Jiwa per Jenis Kelamin dan Jumlah KK di Kecamatan Aru Tengah Selatan dan Kecamatan Aru Selatan Timur Desa Jenis kelamin Jumlah jiwa KK L P Karey 425 406 831 199 Batugoyang 257 229 486 127 Beltubur 280 276 556 126 Dosimar 67 69 136 44 Erersin 172 171 343 67 Gomar meti 261 276 537 122 Gomar sungai 169 179 348 84 Jorang 233 259 492 108 Juring 287 254 541 119 Meror 88 73 161 48 Salarem 260 248 508 141 Siya 162 160 322 84 Apara 523 472 995 226 Bemun 253 232 485 100 Gomo gomo 239 217 456 102 Jambu air 219 182 401 114 Longgar 642 640 1 282 277 Mesiang 599 521 1 120 276 Warabal 153 132 285 69 Total 5 289 4 996 10 285 2 433 a Rasio jenis kelamin Kecamatan Aru Selatan Timur Rasio kelamin penduduk yang mendiami suatu kawasan menjadi penting untuk diketahui sebagai informasi dalam pengelolaan dalam mempertimbangkan kontribusi maupun manfaat yang akan diperoleh masyarakat, secara gender. Dari Tabel 21, terlihat bahwa rasio jenis kelamin Desa Karey adalah 105. Hal ini berarti bahwa dalam setiap 100 perempuan terdapat 105 laki-laki. Jumlah laki-laki lebih banyak 5 daripada jumlah perempuan yang tentunya akan berkontribusi linier dengan tingkat partisipasi secara gender dalam pengelolaan kawasan konservasi ini. Untuk Desa Batugoyang, rasio jenis kelaminnya adalah 112 yang berarti bahwa partisipasi laki-laki akan lebih menonjol secara jumlah dibandingkan perempuan di desa ini. Rasio jenis kelamin yang cukup berimbang ditemukan di Desa Beltubur dan Desa Erersin dimana jumlah penduduk laki-lakinya hanya lebih 1 dibandingkan jumlah penduduk perempuan. Rasio kelaminnya adalah 101. Berbeda dengan desa-desa di atas, Desa Dosimar memiliki jumlah penduduk berjenis kelamin perempuan yang lebih banyak dibandingkan dengan yang berjenis kelamin laki-laki. Rasio kelaminnya 97 yang berarti untuk setiap 100 penduduk perempuan, terdapat 97 penduduk laki-laki. Pendekatan pengelolaan kawasan konservasi untuk Desa Dosimar pun diharapkan akan berbeda dengan desa-desa lainnya karena kontribusi jumlah penduduk perempuannya yang lebih banyak. Hal yang sama berlaku juga untuk Desa Gomar Meti, Desa Gomar Sungai, Jorang dengan rasio jenis kelaminnya masing-masing 95, 94, 90. Untuk Desa Juring, rasio jenis kelaminnya adalah 113. Hal ini berarti jumlah penduduk berjenis kelamin laki-laki akan lebih mendominasi kontribusi jumlah penduduk yang berjenis kelamin perempuan. Realitas yang cukup menonjol ditemukan pada Desa Meror. Sebagai pusat kecamatan, Desa Meror memiliki jumlah penduduk laki-laki yang cukup menonjol dibandingkan jumlah penduduk perempuannya dengan rasio jenis kelamin 121. Sementara untuk Desa Salarem dan Desa Siya, walaupun tidak semenonjol Desa Meror, penduduk laki- lakinya masih lebih banyak dibandingkan penduduk perempuan dengan rasio kelamin masing-masing 105 dan 101. b Rasio jenis kelamin Kecamatan Aru Tengah Selatan Rasio jenis kelamin penduduk Desa Apara adalah 111. Hal ini berarti bahwa penduduk laki-laki di Desa Apara lebih dominan secara jumlah, dibandingkan penduduk perempuannya. Hal yang sama juga ditemukan di Desa Bemun dengan jumlah penduduk laki-laki yang 9 lebih banyak dibandingkan jumlah penduduk perempuannya. Untuk Desa Gomo-Gomo, rasio jenis kelaminnya adalah 110. Sementara untuk Desa Jambu Air, nilai rasio yang cukup mencolok terlihat yaitu 120. Fakta menarik terlihat pada rasio kelamin di Desa Longgar yang menjadi pusat kecamatan, rasio jenis kelaminnya adalah 100 yang berarti jumlah penduduk laki- laki dan perempuannya sebanding. Hal ini berimplikasi pada kesetaraan peluang berkontribusi dalam upaya pengelolaan di kecamatan ini. Sementara rasio jenis kelamin di Desa Mesiang dan Desa Warabal tidak jauh berbeda yaitu masing- masing 116 dan 115. Hal ini berarti pada kedua desa ini, jumlah laki-lakinya lebih banyak daripada jumlah perempuannya. Kondisi rasio jenis kelamin penduduk di kedua kecamatan ini memberikan gambaran bahwa penduduk laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan penduduk perempuannya. Agak berbeda dengan rasio jenis kelamin daerah-daerah pada umumnya, dimana biasanya yang mendominasi komposisi penduduk suatu wilayah adalah perempuan. Hal ini berimplikasi bahwa penduduk laki-laki perlu mendapat perhatian, namun tetap tidak mengesampingkan peran penduduk perempuan, dalam pengelolaan kawasan. Kondisi penduduk laki-laki yang lebih mendominasi di kedua kecamatan ini akan memberikan dampak ataupun tekanan kepada kawasan konservasi. Hal ini dikarenakan budaya masyarakat setempat dalam pengelolaan sumber daya pesisir dan laut. Secara gender, kaum perempuan biasanya lebih banyak beraktivitas pada kawasan pantai dengan aktivitas utamanya yaitu “bameti”. Hal ini senada dengan yang ditulis oleh Satria 2002 bahwa umumnya, selain bergelut dengan urusan domestik rumah tangga, wanitaistri nelayan tetap menjalankan fungsi-fungsi ekonomi dalam penangkapan ikan pada perairan dangkal. Sementara kaum laki-laki biasanya akan beraktivitas pada perairan yang lebih dalam atau jauh. Oleh karena itu, jangkauan aktivitas yang memungkinkan sampai ke kawasan konservasi hanyalah akan mungkin dilakukan oleh kaum laki-laki, yang dalam data penelitian ini lebih mendominasi kawasan. c Tingkat pendidikan di Kecamatan Aru Selatan Timur Meskipun bukan satu-satunya faktor yang berpengaruh terhadap pengambilan keputusan seseorang, tingkat pendidikan cukup memberikan kontribusi positif kaitannya dengan tingkat logika berpikir seseorang. Penduduk Desa Karey umumnya hanya tamatan Sekolah Dasar SD sebanyak 55,11 diikuti dengan yang belumtidak sekolah sebanyak 21,66. Sementara walaupun cuma sekitar 0,12, penduduk desa ini ada yang sudah melewati pendidikan sampai ke jenjang pendidikan tinggi dan memperoleh ijazah D3 dan S1. Kondisi yang tidak jauh berbeda ditemukan di Desa Batugoyang namun persentase penduduk yang belumtidak sekolah menempati proporsi paling tinggi yaitu 25,72 dan diikuti oleh penduduk yang merupakan tamatan SD sebanyak 24,28. Lulusan pendidikan tinggi di desa ini lebih banyak dibandingkan pada Desa Karey yaitu sebanyak 12 orang yang merupakan tamatan D1-S1. Sejalan dengan dua desa sebelumnya, Desa Beltubur juga berpenduduk dengan jenjang pendidikan terakhir paling banyak yaitu berasal dari tamatan SD