Pengkodean Data Sistem Percakapan dalam Kematian ‘Simate-mate’

111

3.8 Pengkodean Data

Pengkodean data dalam penelitian kualitatif sangat penting mengingat data kualitatif cukup banyak dan beragam sehingga tidak tertutup kemungkinan terjadinya kesalahpahaman dalam menganalisis, membahas, menginterpretasikan serta membuat kesimpulan hasil penelitian. Oleh karena itu, data penelitian ini dikodekan sesuai dengan bentuk data yang diperoleh dengan langkah-langkah berikut. 1. Hurup Kapital B untuk menyatakan data kegiatan dalam konteks situasi biasa dan hurup kapital TB untuk menyatakan data kegiatan dalam konteks situasi tidak biasa 2. Angka Romawi untuk menyatakan jenis dari masing-masing data kegiatan konteks situasi biasa dan konteks situasi tdak biasa 3. Hurup kecil untuk menyatakan topik kegiatan 4. Angka arab untuk menyatakan struktur ke berapa dari setiap kegiatan Contoh: Pengkodean data B: Enggo ndai orati kami Kalimbubu, maka lit pagi pasu-pasu nina S Decl. ‘sudah kami tanyakan tadi kalimbubu bahwa besok ada pasu-pasu’

A: Bage silih ‘Benar silih’ BIa8

AS Substi. 1. Hurup Kapital B menyatakan data tersebut adalah data yang dipetik dari kegiatan konteks situasi biasa 2. Angka Romawi I menyatakan jenis dari data kegiatan yaitu perkawinan 3. Hurup kecil a menyatakan fase dalam perkawinan, yaitu tahapan meminang ‘embah belo selambar’ 4. Angka arab 8 menyatakan data tersebut dipetik dari struktur ke 8. Universitas Sumatera Utara 112 BAB IV DATA DAN ANALISIS DATA

4.1 Paparan Data

Pada bab ini dipaparkan data yang diperoleh dari lapangan yang dibagi menjadi dua bagian, yakni: 1 berdasarkan konteks situasi biasa, dan 2 berdasarkan konteks situasi tidak biasa. Data yang tercakup dalam konteks biasa meliputi data yang diperoleh dari 1 upacara perkawinan yang terdiri dari tiga tahapan, yaitu meminang ‘embah belo selambar’, bertunangan ‘nganting manok’, dan pernikahan ‘matakerja; dan 2 data dalam kegiatan sehari-hari mencakup data di rumah tangga, data di warung kopi, dan data di pasar. Berdasarkan konteks situasi tidak biasa data yang diperoleh meliputi data dalam upacara memasuki rumah baru ‘mengket rumah’ dan upacara kematian ‘ simate-mate’ Percakapan berikut adalah cuplikan percakapan dalam upacara perkawinan fase bertunangan ‘nganting manok’. Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran1-3 1. A: Ija pagi pengantin erose, i rumah entah i jenda i jambur? ‘Dimana besok pengantin memakai pakaian adat, di rumah atau di sini atau di jambur ini?’ B: Ertima kam lebe entisik gelah arihken kami lebe ‘tunggu sebentar biar kami musyawarahkan dulu’ B: Enggo tasak ban anak berunta bangun mergana. enda ngukati pagi-pagi bas los enda, uga ninta enggo nge I jenda pagi kita ngukati ‘Sudah masak dibuat anak beru Marga Bangun dan kita sarapan di sini pagi-pagi, di los ini, bagaimana kita bilang sama mereka apakah sudah benar kita sarapan di sini?’ C: I jenda pagi pengantin rose, kerina pe kita erose i los enda,man ulu emas gelah isikapkenna perwis pengantin ‘Di sini nanti pengantin berpakaian, semua kita di sini berpakaian, untuk keluarga pengantin perempuan agar dipersiapkan pakaian pengantin’ B: O..e enggo ‘ya .. sudah’ B: E..Bagenda senina, ‘e… begini saudara’jenda nge pagi kita kerina ngukati ma bage? ‘Di sini besok kita semua sarapan pagi, yakan?’ Bib29 Universitas Sumatera Utara 113 2. B: adi bage guna menyingkat waktu, i jenda me kalimbubu kami ras anak kami ras permen kami pengantin erose ‘Dan untuk menyingkat waktu, di sini saja kalimbubu dan pengantin berpakaian’. A: Oe ‘ya..’ B: Saja seh kendu man singalo ulu emas gelah na sikapkenna bulang- bulang anak kami bangun mergana gelah ras kalimbubu kami purba mergana enda pagi ilengkapina ibas rose pengantin ‘Hanya saja sampaikan sama singalo ulu emas agar dipersiapkan semua pakaian adat untuk pengantin dan kalimbubu marga Purba’ Bib30 3. B: Jadi soal acara sinen pagi situasina. ‘tentang acara kita lihat besok situasinya’ B: Macam-macam gundari acara. Lit deba bagi kena si empo ngerana sukut ikut sukut ras senina sipemereen ma bage? ‘Macam-macam sekarang acara. Ada pihak laki-laki berbicara sukut ikut semua senina sipemeren, yakan?’ A: Bage ‘begitu’ B: dung e si pedalan ulu emas. e sinen pagi situasina ‘selesai menyerahkan ulu emas, kita lihat besok situasinya’ A: o e.. ‘ya..’ B: banci pagi sada lebe bas kam sada ka acara bas kami. E makana adi man kin man. Enggo man, emakana dung man siungkuti ka man kalimbubu kami bage pe kalimbubundu. Si nen pagi situasina. ‘Bisa besok satu dulu dari kalian, dan satu acara pula dari kami. Sesudah makan, baru sesudah makan kita lanjutkan pula kalimbubu kami dan kalimbubu kalian. Kita lihat besok bagaimana situasinya’

A: e enggo merandal ‘Ya,,, sudah bagus’ Bib34

4.2 Analisis data Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini mengkikuti langkah-langkah sebagai berikut: 1. Data berbentuk kalimat yang telah ditranskripsikan dipilah-pilah ke dalam bentuk klausa. 2. Selanjutnya ditentukan sistem percakapan secara sintagmatig dengan menganalis bagaimana klausa-klausa direalisasikan dengan mengidentifikasikan bentuk fungsi ujar ‘speech function’ dan modus ‘mood’ yang digunakan serta kepada siapa klausa- klausa tersebut direalisasikan sehingga ditemukan sistem percakapan Universitas Sumatera Utara 114 3. Langkah berikutnya adalah menentukan pertukaran struktur percakapan secara paradigmatik dan mengidentifikasi variasi struktur yang terjadi. Pertukaran struktur dilakukan berdasarkan teori yang di ajukan Martin. Klausa memberi informasi ditandai dengan langkah k1 dan klausa meminta informasi ditandai dengan k2. Langkah a1 dan a2 untuk klausa yang berisikan pesan memberi dan meminta barang atau jasa. Jika informasi yang diminta sudah diketahui penutur, langkah yang digunakan adalah dk1. Jika percakapan berlanjut, langkah berikutnya adalah k1f, k2f, a1f dan a2f. Setiap langkah diikuti oleh langkah yang berbeda dihubungkan dengan garis dan bila langkah diikuti oleh langkah yang sama atau dinamika langkah dihubungkan dengan tanda panah melengkung . 4. Mengidentifikasikan jenis metafora yang terdapat di dalam sistem dan struktur percakapan. 5. Langkah terakhir adalah m embuat dan memperifikasi kesimpulan. 4.2.1 Sistem Percakapan Bahasa Karo 4.2.1.1 Sistem Percakapan dalam Konteks Biasa Sistem percakapan bahasa Karo dalam konteks situasi biasa memperlihatkan bahwa sistem percakapan secara umum terdiri dari tiga faktor, yaitu peristiwa, orientasi dan interaksi. Peristiwa sebagai faktor pertama terdiri dari tiga unsur, yaitu penutur, kontak dan konteks. Penutur biasanya terdiri dari dua orang atau lebih yang satu sama lain dapat berbicara langsung, sedangkan dalam bahasa Karo tidak semua penutur dapat berbicara secara langsung melainkan harus menggunakan perantara atau mediator. Universitas Sumatera Utara 115 Penutur bahasa Karo melakukan pilihan-pilihan dalam menukarkan pengalamannya. Mereka tidak hanya menggunakan langkah k2 dan k1 dalam meminta dan memberi informasi, tapi mereka dapat juga memilih langkah k2a2 atau k1a2 sesuai dengan hubungan penutur Kontak sebagai unsur kedua peristiwa adalah cara penutur menukarkan pengalamannya apakah secara langsung atau menggunakan media komunikasi. Berkaitan dengan kajian ini, maka komunikasi dilakukan secara langsung. Konteks sebagai unsur ketiga dari peristiwa adalah keadaan atau situasi komunikasi terjadi dalam penelitian ini dibedakan atas dua jenis, yaitu konteks situasi biasa dan tidak biasa. Orientasi sebagai faktor kedua dari sistem percakapan memperlihatkan adanya pilihan yang dapat dilakukan penutur yakni memulai atau menanggapi percakapan. Lazimnya langkah percakapan dimulai dengan pertanyaan atau pernyataan, tetapi di dalam penutur bahasa Karo langkah percakapan tidak selamanya dimulai dengan pertanyaan ataupun pernyataan, melainkan pertanyaan atau pernyataan yang direalisasikan dengan perintah. Demikian pula dengan unsur menanggapi biasanya percakapan ditanggapi dengan pernyataan atau pertanyaan dan di dalam bahasa Karo dapat ditanggapi dengan pernyataan atau pertanyaan yang direalisasikan dengan perintah. Kedua keadaan ini terjadi disebabkan oleh hubungan kekerabatan di mana pelibat-pelibat tertentu tidak dapat berbicara secara langsung. Interaksi adalah unsur ketiga dari peristiwa yang menunjukkan apakah terjadi interaksi + atau tidak terjadi interaksi -. Universitas Sumatera Utara 116 4.2.1.2 Sistem Percakapan dalam Konteks Tidak Biasa a. Sistem Percakapan dalam Memasuki Rumah Baru ‘Mengket Rumah’ Sistem percakapan dalam konteks situasi tidak biasa, yaitu memasuki rumah baru terdapat tiga faktor yakni peristiwa, orientasi, dan interaksi. Faktor peristiwa terdiri dari unsur yakni penutur, kontak dan konteks. Penutur yang hadir dalam acara memasuki rumah baru dapat memaparkan pengalamannya dalam bentuk meminta informasi, memberi imformasi, memberi barang dan jasa atau meminta barang dan jasa. Dalam konteks situasi tidak biasa, yaitu memasuki rumah baru setiap penutur yang hadir pada acara tersebut dapat menukarkan pengalamannya tetapi untuk menghemat waktu, maka pemaparan pengalaman hanya diwakili oleh beberapa orang saja dari setiap bentuk kekerabatan. Misalnya satu atau dua orang yang mewakili pihak kalimbubu dan seterusnya. Faktor kedua sistem percakapan dalam konteks situasi tidak biasa memasuki rumah baru. Kontak percakapan dilakukan secara langsung. Di dalam Orientasi sebagai faktor kedua dari sistem percakapan hanya ada satu pilihan yaitu memulai karena percakapan dalam konteks ini hanya bersifat monolog. Interaksi sebagai faktor ketiga dari sistem percakapan tidak terjadi di dalam konteks memasuki rumah baru.

b. Sistem Percakapan dalam Kematian ‘Simate-mate’

Sistem percakapan dalam konteks situasi tidak biasa kematian terdapat tiga faktor yakni peristiwa, orientasi, dan interaksi. Faktor peristiwa terdiri dari tiga unsur yakni penutur, kontak dan konteks. Universitas Sumatera Utara 117 Sama halnya dengan konteks situasi tidak biasa memasuki rumah baru, dalam kontek situasi kematian penutur juga memaparkan pengalamannya. Penutur yang memaparkan pengalamannya adalah penutur yang mewakili pihak kerabat, yaitu sukut, anak beru, kalimbubu simada dare, puang kalimbubu simada dareh, yang terdiri dari dua atau tiga orang dari setiap acara yang terdapat di dalam kematian. Acara kematian terdiri dari enam, yaitu acara ‘sukut’, ‘Kalimbubu Simada Dareh’, ‘puang Kalimbubu Simada Dareh’, ‘Anak Beru’, Nggalari Utang Adat’, dan acara ‘kalimbubu’. Dalam acara kematian selain memaparkan pengalamannya penutur juga dapat menukarkan pengalamannya. Pertukaran pengalaman dilakukan bukan kepada orang yang hadir melainkan kepada orang mati. Pilihan yang dapat dilakukan penutur baik dalam memaparkan pengalaman maupun menukarkan pengalaman adalah memberi dan meminta informasi, serta memberi dan meminta barang dan jasa. Kontak sebagai unsur kedua dari persitiwa, penutur memaparkan dan menukaran pengalamannya secara langsung. Adapun konteks situasi tidak biasa sebagai unsur ketiga dari peristiwa adalah kematian. Orientasi sebagai faktor kedua dari sistem percakapan dalam konteks situasi tidak biasa, penutur dapat melakukan pilihan, yaitu memulai atau menanggapi. Langkah memulai dan menanggapi dilakukan oleh penutur itu sendiri. Interaksi adalah unsur ketiga dari sistem percakapan Lazimnya dalam situasi kematian penutur hanya memaparkan pengalamannya dalam bentuk memberi informasi serta memberi barang dan jasa. Dengan demikian, di dalam konteks situasi kematian tidak tidak terjadi interaksi. Namun, berbeda halnya dengan penutur bahasa Karo. Penutur dapat menukarkan pengalamannya dengan cara memberi dan meminta informasi serta memberi dan meminta Universitas Sumatera Utara 118 barang dan jasa terhadap orang yang mati. Konsekuensinya terjadi interaksi antara penutur dan orang mati dalam konteks situasi kematian. Interaksi yang terjadi di dalam konteks ini disebabkan penutur memproyeksikan dirinya sebagai orang yang mati. Sistem percakapan dalam bahasa Karo seperti yang diuraikan terdahulu dibedakan atas konteks situasi biasa dan tidak biasa. Sistem menjadi dasar pembentukan struktur percakapan,. Dengan demikian, struktur percakapan bahasa Karo juga dibedakan atas struktur percakapan dalam konteks biasa dan konteks tidak biasa. 4.2.2 Struktur Percakapan Bahasa Karo dalam Konteks Situasi Biasa 4.2.2.1 Struktur Percakapan dalam Perkawinan

a. Struktur Percakapan dalam Acara Meminang ‘embah belo selambar’