Pendekatan, Rancangan dan Alur Penelitian

100 BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan, Rancangan dan Alur Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif dengan menggunakan pendekatan etnometodologi. Disebut etnometodologi karena sifatnya terkait dengan fakta-fakta sosial yang dihasilkan melalui karya interaktif manusia di mana para pelakunya menghasilkan dan menyusun atau mengorganisasikan kondisi kehidupan sehari-hari Schutz, 1970 dalam Denzin dan Lincoln, 1994:264. Sedangkan Louis, Lawrence dan Keith 2002 menyatakan bahwa etnometodologi merupakan studi tentang bagaimana manusia memahami dunianya sehari-hari, bagaimana mereka memenuhi dan mempertahankan interaksi dengan masyarakat, bagaimana mempertahankan asumsi-asumsi yang mereka buat, mempertahankan kebiasaan-kebiasaan yang mereka lakukan serta mempertahankan kebiasan-kebiasan yang mereka adopsi. Dalam hal yang sama Ary, Jacob, dan Rajavich 2002 menyatakan bahwa pendekatan etnometodologi mencari dan memahami manusia dan tingkah laku sosial dari segi perspektif partisipan dalam setting sosial tertentu. Lebih jelas mereka menyatakan bahwa tujuan penelitian etnometodologi adalah menemukan uraian lengkap tentang tingkah laku dalam setting yang lebih terarah dan spesifik. Berkaitan dengan penelitian bahasa Garfinkel 1967 dalam Denzin dan Lincoln, 1994:264 menyatakan bahwa manusia memiliki linguistik praktis bahasa dan kompetensi interaksional untuk menghasilkan fitur-fitur realitas sehari-hari yang dapat diamati dan dipertanggungjawabkan yang aktifitasnya melambangkan susunan sosial. Selanjutnya Garfinkel 1967 menguraikan etnometodologi linguistik terbagi atas dua bahagian, yaitu indesikalitas dan refleksifitas. Indeksikalitas berkaitan dengan cara manusia mengekspresikan dirinya lewat Universitas Sumatera Utara 101 bahasa serta dapat dipahami oleh partisipan lainnya secara kontekstual. Sedangkan refleksifitas adalah cara manusia dalam mendeskripsikan, menganalisis, mengkritik dan sebagainya hal-hal yang terdapat dalam konteks sosial yang semuanya saling ketergantungan satu dengan yang lain. Sementara, Louis, Lawrence dan Keith 2002 membedakan etnometodologi atas dua jenis, yaitu linguistik etnometodologi dan situasional etnometodologi. Linguistik etnometodologi berfokus pada penggunaan bahasa dan cara bahasa distrukturkan dalam kehidupan sehari-hari sedangkan situasional etnometodologi mencari pandangan masyarakat terhadap aktifitas sosial yang lebih besar serta mencari dan memahami cara bernegosiasi dengan sosial konteks dimana mereka terlibat di dalamnya. Penelitian ini juga bersifat deskriptif karena memenuhi ciri-ciri metode deskriptif seperti yang dinyatakan Surakhmad 1982 bahwa ciri-ciri metode deskriptif adalah memusatkan diri pada pemecahan masalah yang ada pada masa sekarang dan masalah yang aktual. Data dikumpulkan, disusun, dijelaskan, dan dianalisis. Karenanya, penelitian ini akan menganalisis struktur percakapan dalam bahasa Karo apa adanya tanpa ada intervensi dan perlakuan terhadap data yang diperoleh berdasarkan makna antar-persona. Untuk lebih jelasnya, penelitian ini akan mengikuti tahap-tahap penetapan subjek, penyusunan instrumen penelitian, pengumpulan data, transkripsi data, analisis dan interpretasi data. Alur penelitian ini dapat digambarkan seperti Figura 3.1. Setelah masalah penelitian ditetapkan seperti yang tercantum dalam Bab I, maka selanjutnya ditentukan instrumen yang digunakan dalam menjaring data, dalam hal ini instrumen yang digunakan adalah rekaman gambar dan suara handy cam serta catatan lapangan. Langkah berikutnya adalah menentukan konteks situasi biasa dan tidak biasa. Kegiatan yang termasuk dalam konteks situasi biasa, yaitu upacara perkawinan yang terdiri atas Universitas Sumatera Utara 102 tiga tahapan, yaitu: 1 pesta perkawinan ‘erdemu bayu’ mencakup: melamarmeminang ‘embah belo selambar’, bertunangan ‘nganting manok’ Figura 3.1 Alur Penelitian dan pernikahan ‘mata kerja’; dan 2 kegiatan sehari-hari di rumah tangga, warung kopi, dan di pasar. Kegiatan yang termasuk dalam konteks situasi tidak biasa adalah situasi kematian ‘simate-mate’ dan memasuki rumah baru ‘mengket rumah’. Selain kegiatan yang terdapat dalam konteks situasi biasa dan tidak biasa yang disebutkan di atas ada juga kegiatan budaya yang sudah tidak dilakukanjarang dilakukan seperti kelahiran dan pemberian nama ‘nurun ku Menentukan Masalah Penenelitian Membuat Instrumen Penelitian Menentukan Konteks Situasi Mengumpulkan Merekam Data Mentransipsikan Data Menganalisis Data Interpretasi Data Membuat Kesimpulan Universitas Sumatera Utara 103 la’, ‘memanggil hantu perumah begu’ sehingga dalam penelitian ini percakapan yang terjadi dalam kegiatan tersebut tidak dijadikan sumber data. Langkah selanjutnya setelah penentuan konteks situasi adalah perekaman data. Percakapan yang terjadi di dalam konteks situasi biasa dan tidak biasa. Data yang diperoleh di transkripsikan, dipilah-pilah berdasarkan klausa untuk dianalisis. Data yang telah dianalisis di interpretasikan baik secara paradigmatik dan sintagmatik. Langkah terakhir adalah membuat kesimpulan.

3. 2 Lokasi Penelitian

Seperti yang telah diuraikan terdahulu bahwa penutur bahasa Karo terdapat di tiga kabupaten, yaitu Kabupaten Karo, Kabupaten Deli Serdang, dan Kabupaten Langkat. Berdasarkan temuan di lapangan, pelaksanaan kegiatan budaya tidak lagi konsisten dilaksanakan di kabupaten Langkat dan Kabupaten Deliserdang, maka lokasi penelitian ditetapkan di Kabupaten Karo. Dengan alasan masyarakat Karo di kabupaten Karo masih melaksanakan kegiatan budaya dan menggunakan bahasa Karo secara murni dan konsisten. Oleh karena itu lokasi penelitian ini dilakukan di daerah Ajijulu, Kabanjahe, dan Berastagi.

3.3 Data dan Sumber Data

Data penelitian ini adalah ujaran-ujaran yang terdapat dalam percakapan bahasa Karo yang otentik dan spontan dan yang terjadi dalam situasi yang alamiah. Percakapan dalam konteks kehidupan sehari-hari dari perserta percakapan yang dibedakan atas kegiatan yang budaya dan kegiatan non budaya. Kegiatan non budaya mencakup kegiatan di pasar dan di Universitas Sumatera Utara