33 Smith 1988 seperti yang dikutip Sinclair dan Coulthard 1975. Penelitian ini lebih bersifat
pendidikan yang bertujuan untuk memperbaiki proses belajar mengajar. Penelitian tentang wacana di kelas ini berkembang, antara lain dilakukan oleh Gazden, C.V.J., John V.P., and
Hymes, D 1972, Edwards dan Westgate 1944, Hicks 1995 dan Lemke 1998 seperti yang dikutip Sinclair dan Coulthard 1975. Penelitian yang mereka lakukan ini sifat pendidikannya
berkurang dan lebih berfokus kepada analisis wacana. Mereka berpendapat untuk dapat menganalisis wacana unsur konteks sosial dan budaya harus diperhatikan karena bahasa
manusia adalah kreatifitas aktifitas sosial dan membentuk gabungan budaya, kelompok sosial dan institusi
Ketidakpuasan para linguis dalam menganalisis bahasa, khususnya dalam menganalisis percakapan yang tidak berfokus pada fungsi bahasa, maka muncullah pendekatan Linguistik
Sistemik Fungsional.
2.1.2.4 Pendekatan Linguistik Sistemik Fungsional LSF
Penelitian wacana berdasarkan fungsi bahasa LSF telah diawali sebelumnya oleh Benson dan Graves 1985, Fawcet 1984 dan selanjutnya dilanjutkan oleh Martin 1992,
Halliday 1985, Matthiesen 1992, Halliday dan Matthiesen 1999. Penelitian wacana yang berdasarkan fungsi bahasa dengan berfokus pada ‘register’ dan ‘genre’ dilakukan oleh Gregory
dan Carroll 1978, Halliday dan Hasan 1985, Martin 1984 dan 1992 serta Christie dan Martin 1997.
Pendekatan LSF adalah pendekatan kajian bahasa yang berdasarkan prinsip semiotik. Dengan kata lain, tata bahasa fungsional sistemik adalah tata bahasa yang berdasarkan prinsip-
prinsip semiotic yang menjadi dasar utama dalam tata bahasa fungsional sistemik.
Universitas Sumatera Utara
34 Halliday 1997 menyatakan bahwa LSF berfokus pada fungsi yang bertujuan
memahami teks lisan dan tulisan agar kita dapat mengutarakan hal-hal yang bermanfaat. Selanjutnya dikatakannya bahwa bahasa adalah fenomena sosial. yaitu bagaimana bahasa
digunakan untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan sosial. Lebih jelasnya dikatakan Eggin 1997 bahwa LSF berorientasi pada makna yaitu bagaimana bahasa digunakan, dan
bagaimana manusia menggunakan bahasa agar bermakna. Berkaitan dengan penggunaan bahasa, Halliday 1996 menyatakan bahasa adalah sumber makna berarti bahasa adalah pilihan, yaitu
apa yang dikatakan seseorang berhubungan dengan apa yang dapat dikatakan. Dengan kata lain bahwa penggunaan bahasa berfokus pada hubungan yang bersifat paradigmatik. Lebih lanjut
Halliday menyatakan bahwa yang terpenting bukanlah jenis pilihan yang dibuat melainkan yang berhubungan dengan kalimat yang dapat dipilih. Selanjutnya Halliday 1985:xiii menyatakan
bahwa komponen fundamental makna dalam bahasa adalah komponen fungsional. Komponen- komponen inilah yang dikenal sebagai metafungsi. Ketiga metafungsi tersebut adalah
eksperiensial atau ideasional, fungsi antarpersona, dan fungsi tekstual. Ketiganya, fungsi antarpersonalah yang berkaitan dengan analisis percakapan karena di dalam fungsi ini
tergambarkan interaksi yang menyatakan pembicara menyampaikan makna untuk dapat membangun dan menciptakan ikatan sosial dengan orang lain. Thompson, 1996:38. Negosiasi
makna seperti ini adalah untuk menginformasikan apa yang ia tahu tetapi orang lain tidak, menunjukkan sikapnya terhadap sesuatu untuk kemudian, bila mungkin, mengubah pandangan
atau perilaku orang lain. Eggins dan Slade 1997:49-50 memberikan alasan mengapa fungsi antarpersona yang menjadi fokus:
1. Fungsi utama percakapan adalah negosiasi identitas sosial dan hubungan sosial; percakapan semacam ini didorong oleh makna antarpersona dan bukan makna ideasional atau tekstual.
Universitas Sumatera Utara
35 2. Giliran percakapan ‘Turn-taking’ seperti dinyatakan dalam pendekatan CA direalisasikan
dalam pola antarpersona yaitu modus dan struktur percakapan, khususnya dalam bahasa Inggris.
Pendekatan ini dipilih karena LSF menekankan pada analisis teks bukan kalimat-kalimat. Seperti yang disarankan para pakar LSF bahwa dalam mengkaji satu unit linguistik sebaiknya
dikaji dari tiga posisi, yaitu dari 1 unit yang lebih besar di atasnya yang di dalam unit di astnya itu, unit linguistik menjadi elemenkonstituen, 2 unit yang lebih kecil di bawahnya yang
menjadi elemenkonstituen dan membangun unit bahasa yang dikaji, dan 3 unit yang setara atau sama posisinya dengan unit kajian. Dengan mengkaji bahasa dari tiga sisi tersebut
pemahaman fungsional akan diperoleh Saragih, 2009. Oleh karen itu, kesatuan bahasa yang lengkap bukanlah pada tingkat kata atau kalimat
sehingga unit terkecil bahasa sekalipun, yaitu bunyi, memiliki makna ketika berfungsi di dalam konteks. Artinya, sistem arti dan sistem lain untuk merealisasikan arti tersebut berada pada
tataran terdepan kajian LSF.
2.1.3 Hubungan Wacana dan Konteks