Etnografi Percakapan Pendekatan terhadap Kajian Percakapan

31 Observasi CA memiliki kekuatan pada pengumpulan datanya karena diperoleh dari interaksi alami yang direkam sedemikian rupa dan kemudian ditranskripsi secara rinci. Eggins dan Slade: 1997:31. Namun, terdapat kelemahan di dalamnya, yaitu: 1 kurangnya katagori analitis sistemik, yang berarti bahwa analisis kuantitatif yang bersifat komprehensif tidak bisa dilakukan, 2 berfokus pada fragmen, yang artinya tidak mampu menjabarkan interaksi yang lengkap dan berkesinambungan, dan 3 interpretasi percakapannya yang mekanistik, artinya menganggap percakapan sebagai mesin tidak menjelaskan untuk apa orang-orang yang berinteraksi menggunakan mesin itu.

2.1.2.3 Etnografi Percakapan

Etnografi Percakapan merupakan bagian dari Pendekatan Sosiolinguistik terhadap percakapan. Tokoh yang berjasa dalam pendekatan ini adalah Dell Hymes dengan konsep yang diperkenalkannya sebagai SPEAKING. Akronim ini mengacu kepada komponen percakapan yang ia masukkan ke dalam general grid. Hymes, 1974:54-62. Komponen-komponen itu adalah: bentuk berita ‘Message form’, isi berita ‘Message content’, latar ‘Setting’, ‘Scene’, penutur ‘Speaker’ atau Sender, Addressor, Hearer atau receiver atau audience, Addressee, Purpose – outcomes, Purpose – goals, Key, Channels, Forms of Speech, Norms of interaction, dan Genre. Mengutip Hymes, Wardaugh 1986:239-240 menjelaskan akronim SPEAKING adalah sebagai berikut: 1. S untuk ‘Setting’ dan ‘Scene’ waktu dan tempat terjadinya percakapan; 2. P untuk ‘Participants’ pihak-pihak yang terlibat di dalamnya; 3. E untuk ‘End’ tujuan masing-masing pihak; Universitas Sumatera Utara 32 4. A untuk ‘Act sequence’ bentuk dan isi dari apa yang diucapkan; 5. K untuk ‘Key’ cara bagaimana makna disampaikan; 6. I untuk ‘Instrumentalities’ media penyampai makna, apakah secara lisan atau tulisan; 7. N untuk ‘Norms of Interaction and interpretaion’ norma-norma yang digunakan; dalam konteks tertentu norma tertentu pula yang sesuai, dan; 8. G untuk ‘Genre’ ranah komunikasinya. Istilah yang digunakan ini menunjukkan bahwa percakapan merupakan aktifitas yang cukup rumit. Oleh karena itu tidaklah mudah untuk dapat menyampaikan makna atau pesan jika pemahaman akan hal-hal tersebut tidak dimiliki. Pendekatan Hymes terhadap percakapan ini lebih baik dibandingkan dengan pendekatan etnometodologi dengan analisis percakapannya. Pendekatan etnografi percakapan ini memberikan kategori yang lebih luas dengan memperhatikan aspek-aspek sosial lainnya seperti dimensi kontekstual yang terdapat dalam percakapan sehari-hari yang dapat disetarakan dengan analisis register sistemik. Eggins Slade: 1997:34. Jadi, jelas terlihat bahwa analisis dengan pendekatan ini tidak hanya melihat kompetensi bahasa orang-orang yang berinteraksi tetapi juga konteks sosial dan budayanya Konteks sosial dan budaya ini akan membimbing orang untuk menggunakan ujaran yang tepat sesuai dengan lawan bicaranya. Selain Eggin dan Slade 1997, Young dan Fitzgerald 2006 menyatakan bahwa percakapan sehari-hari adalah aktifitas yang terstruktur sebagai hubungan khusus di antara partisipan dalam melakukan negosiasi pengalamannya. Mereka secara tidak sadar telah membentuk wacana yang terstruktur. Penelitian yang sejenis dengan Hymes tetapi dengan objek yang berbeda yaitu wacana guru dan siswa di kelas yang dilakukan oleh Sinclair dan Coulthard 1975, Stubbs 1976 dan 1986, Barnes dan Todd 1977, Mehan 1979 Heath 1983, Cazden 1988, Green dan Kentor Universitas Sumatera Utara 33 Smith 1988 seperti yang dikutip Sinclair dan Coulthard 1975. Penelitian ini lebih bersifat pendidikan yang bertujuan untuk memperbaiki proses belajar mengajar. Penelitian tentang wacana di kelas ini berkembang, antara lain dilakukan oleh Gazden, C.V.J., John V.P., and Hymes, D 1972, Edwards dan Westgate 1944, Hicks 1995 dan Lemke 1998 seperti yang dikutip Sinclair dan Coulthard 1975. Penelitian yang mereka lakukan ini sifat pendidikannya berkurang dan lebih berfokus kepada analisis wacana. Mereka berpendapat untuk dapat menganalisis wacana unsur konteks sosial dan budaya harus diperhatikan karena bahasa manusia adalah kreatifitas aktifitas sosial dan membentuk gabungan budaya, kelompok sosial dan institusi Ketidakpuasan para linguis dalam menganalisis bahasa, khususnya dalam menganalisis percakapan yang tidak berfokus pada fungsi bahasa, maka muncullah pendekatan Linguistik Sistemik Fungsional.

2.1.2.4 Pendekatan Linguistik Sistemik Fungsional LSF