Budaya Karo dan Bahasa Karo

86 yang telah diuraikan sebelumnya bahwa dalam suku Karo menantu laki-laki tidak dapat berbicara langsung dengan mertua perempuan dan sebaliknya mertua laki-laki tidak dapat berbicara secara langsung dengan menantu perempuan. Istri tidak dapat berbicara langsung dengan suami dari adik perempuan suami ipar beripar dan sebaliknya. Komunikasi hanya dapat dilakukan dengan perantara. Komunikasi ini digambarkan seperti pada Figura 2.10. Jika antara partisipan tersebut tidak ada perwakilan dan komunikasi terpaksa dilakukan, maka perwakilan yang digunakan adalah benda tidak bernyawa atau partisipan menyampaikan pesannya dengan menyebutkan seseorang yang tidak berada di tempat komunikasi . Komunikasi seperti ini dapat digambarklan dalam figura berikut. Figura 2.11: Komunikasi yang Menggunakan Perwakilan Non Manusia

2.1.12 Budaya Karo dan Bahasa Karo

Seperti yang telah diuraikan terdahulu bahwa bahasa dipengaruhi oleh lingkungan semiotiknya, yaitu ideologi, budaya dan konteks sosial. Demikian juga halnya dengan bahasa Karo, beberapa budaya Karo mempengaruhi sistem dan struktur percakapan dalam bahasa tersebut. Bagaimana budaya dan jenis budaya apa yang mempengaruhi bahasa Karo, maka perlu dipaparkan apa yang dimaksud dengan budaya serta hubungan keduanya, yaitu budaya dan bahasa Karo. Pembawa pesan Penerima pesan Perwakilan benda tidak bernyawa seseorang yang tidak hadir Penerima pesan Pembawa pesan Universitas Sumatera Utara 87 Berbagai definsi tentang budaya dihasilkan oleh antropolog berdasarkan paradigma yang mereka miliki. Salah satu di antaranya adalah definisi yang dibuat oleh Koentjaraningrat. Menurut Koentjaraningrat 1996:72. Kebudayaan adalah seluruh sistem gagasan dan rasa, tindakan, serta karya yang dihasilkan manusia dalam kehidupan bermasyarakat yang dijadikan miliknya dengan berlajar. Dalam hal yang sama, namun lebih komprehensif, Sibarani 2004:5 mendefinsikan budaya sebagai berikut. “Kebudayaan adalah keseluruhan kebiasaan kelompok masyarakat yang tercermin dalam pengetahuan, tindakan dan hasil karyanya sebagai makhluk sosial yang digunakan untuk memahami lingkungannya dan yang menjadi pedoman tingkah lakunya untuk mencapai kedamaian dan atau kesejahteraan hidupnya”. Selanjutnya Sibarani menjelaskan bahwa definisi tersebut memperlihatkan adanya tiga wujud kebudayaan, yaitu ide atau gagasan, tindakan atau aktivitas, dan artifak atau hasil karya. Sepanjang masyarakat memiliki kebiasaan dalam ketiga wujud tersebut, maka sepanjang itu pulalah masyarakat memiliki budaya itu. Ide atau gagasan sebagai salah satu wujud budaya mendasari kedua wujud budaya lainnya, yaitu aktivitas dan hasil karya. Hal ini dapat dijelaskan bila dikaitkan dengan salah satu budaya Karo, yakni budaya rebu. Ide atau gagasan yang muncul sebelumnya bahwa berbicara langsung antara suami dan mertua perempuan atau antara mertua laki-laki dan menantu perempuan serta antara ipar beripar akan berdampak pada keharmonisan rumah tangga dan kerabat Konsekuensinya penutur bahasa Karo melakukan tindakan yaitu tenor-tenor tersebut tidak dibenarkan berkomunikasi secara langsung. Kondisi demikian menghasilkan karya, yakni rebu. Dari penjelasan ini dapat ditemukan adanya tiga wujud budaya, yakni keharmonisan rumah tangga dan kerabat sebagai ide atau gagasan, tidak melakukan komunikasi secara langsung sebagai tindakan, dan rebu sebagai hasil karya. Universitas Sumatera Utara 88 Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa idelogi, budaya, konteks sosial dan bahasa membentuk lingkungan semiotik bahasa yang berstrata. Ideologi, budaya dan konteks sosial direalisasikan oleh bahasa karena bahasa merupakan wujud yang paling konkret Halliday,1984. Oleh karena itu budaya dan bahasa erat kaitannya dan keduanya saling mempengaruhi, saling mengisi dan berjalan berdampingan. Dengan kata lain, budaya dapat dipelajari melalui bahasa dan bahasa dipelajari dalam konteks budaya Sibarani, 2004. Jika dilihat dari fungsinya, bahasa juga erat kaitannya dengan budaya karena salah satu fungsi bahasa adalah fungsi kebudayaan Nababan, 1986. Segala sesuatunya tentang budaya hanya dapat disampaikan atau diterangkan dengan bahasa. Demikian pula halnya dengan kebudayaan Karo, di dalam pelaksanaannya melibatkan bahasa Karo, antara lain dalam perkawinan, kematian, memasuki rumah baru, memberi makan orang yang sudah lanjut usia, dan sebagainya. Bahasa Karo merupakan salah satu sub bahasa Batak yang terdapat di Pulau Sumatera, yaitu bahasa Batak Toba, bahasa Batak Mandailing, bahasa Batak Simalungun, dan bahasa Batak Dairi. Bahasa Karo sedikit berbeda dengan bahasa Batak lainnya karena bahasa Karo penggunaannya dalam percakapan sangat dipengaruhi oleh sistem kekerabatan sangkep geluhdaliken sitelu dan rakut sitelu. Secara etimologi sangkep geluh bermakna kelengkapan hidup. Suku Karo beranggapan bahwa segala aktivitasnya tidak berjalan dengan baik bila tidak melibatkan sangkep geluh yang terdiri dari senina, anak beru dan kalimbubu. Daliken sitelu secara etimologi bermakna tungku yang tiga dan rakut sitelu berarti ikatan yang tiga. Artinya, setiap penutur suku Karo dalam kehidupan sehari-harinya tidak terlepas dari ketiga unsur tersebut, yaitu kalimbubu, senina, dan anak beru Brahmana, 2008; Prints, 2004. Universitas Sumatera Utara 89 Sistem kekerabatan ‘sangkep geluh’ secara garis besar terdiri dari senina, anak beru dan kalimbubu tribal collobium. Pusat dari ‘sangkep geluh’ adalah ‘sukut’ orang yang bertanggungjawab dalam hal ini adalah keluarga dekat dan sukut inilah yang akan menentukan ‘sangkep geluh’. Oleh karena itu, ‘sangkep geluh’ akan diketahui apabila sudah diketahui ‘sukut’ dari suatu kegiatan. Figura 2.12 memperlihatkan bagaimana kedudukan ‘sangkep geluh’ dalam suku Karo. Figura 2.12 Sistem Kekeluargaan Masyarakat Karo Untuk memahami bagaimana sistem kekerabatan ‘sangkep geluh’’daliken sitelu’ terbentuk dalam suku Karo, terlebih dahulu diketahui struktur garis keturunan dalam suku ini lineage. Garis keturunan suku Karo besifat bilateral, yaitu garis keturunan ditarik baik dari keturunan bapak patrilineal maupun dari pihak ibu matrilineal . Garis keturunan ini meliputi:: a Merga dan Beru adalah nama keluarga bagi anak laki-laki dan beru nama keluarga bagi anak perempuan yang berasal dari keturunan bapak. Merga ini akan diwariskan secara turun menurun. Secara garis besar merga Karo ada lima, yaitu Ginting, Tarigan, Karo-karo, Perangin- angin dan Sembiring; b Bere-bere merupakan nama keluarga yang diwariskan dari pihak ibu beru ibu; c binuang adalah nama keluarga yang diperoleh dari bere-bere bapak beru ibu dari Kalimbubu Senina Sukut Anak Beru Universitas Sumatera Utara 90 bapak; d Kempu atau perkempuun adalah nama keluarga yang diwarisi seseorang dari bere- bere ibunya; e Kampah adalah keluarga yang diwarisi dari bere-bere kakek atau beru dari ibunya kakek; dan f Soler merupakan nama keluarga yang diwarisi seseorang dari bere-bere nenek atau beru ibunya nenek. Garis keturunan dalam suku Karo secara jelas dapat dilihat pada Figura 2.13 . ○ Δ ○ Δ ○ Δ ○ Δ ○ Δ Figura 2.13: Garis Keturunan Suku Karo Jadi dalam suku Karo, ada enam nama keluarga yang dimiliki oleh seseorang dan keenam nama keluarga ini diperoleh dari pihak keturunan bapak dan ibu yang membentuk garis keturunan. Garis keturunan tersebut membentuk sistem kekerabatan ‘sangkep geluh’ yang diikat oleh tiga unsur, yaitu senina, anak beru, dan kalimbubu yang biasa disebut telu rakut ‘tiga pengikat’. Senina berasal dari se dan nina. Se bermakna satu, nina bermakna kata atau pendapat. Jadi senina berarti orang yang bersaudara yang sekata dan sependapat. Senina dapat dibedakan atas 1 sembuyak, yaitu orang-orang yang bersaudara satu ayah satu ibu atau satu satu kakek satu nenek sub marga; 2 gamet atau senina sikaku ranan adalah orang-orang yang memiliki merga yang sama tetapi bukan satu sub merga; 3 sierkelang ku sukut, jenis persaudaran ini x kampah x soler x binuang merga x bere-bere AKU O – Pria X – Wanita Universitas Sumatera Utara 91 terdiri dari sepemereen, separibaneen, sepengaloon, dan sendalaneen. Sepemereen persaudaran yang terjadi karena ibunya yang bersaudara sanak ibu atau dapat juga karena beru ibu sama. Separibaneen adalah persaudaraan antara orang-orang yang beristri kakak beradik atau istri mereka sama berunya. Sipengaloon adalah persaudaraan yang timbul karena anak perempuan seseorang kawin dengan laki-laki yang saudaranya mengawini istri dari merga yang sama atau merga yang berbeda kalimbubu dari suami anak perempuan. Sendalaneen persaudaraan yang terjadi akibat seseorang menjadi menantu laki-laki dari mama atau karena ia mengawini impal atau sepupu kita. Anak beru bermakna anak perempuan merupakan orang-orang yang mengambil istri dari keluarga merga tertentu. Anak beru terdiri dari dua jenis, yaitu anak beru langsung dan anak beru erkelang. Anak beru langsung terdiri dari anak beru angkipampu, anak beru darehanak beru ipupus, anak beru cekuh baka, anak beru cekuh baka tutup, dan anak beru tua. Anak beru erkelang dibedakan atas anak beru sepemereen, anak beru menteri, anak beru ngikuri, anak beru singikuti, anak beru pengapit dan Anak beru sepemereen Kalimbubu adalah persaudaraan yang terjadi dari pihak perempuan apakah dari pihak nenek, ibu maupun istri. Kalimbubu ini disebut juga dibata ni pengidah Tuhan yang kelihatan karena kedudukan kalimbubu ini sangat dihormati, disegani dan dituruti. Kalimbubu terdiri dari kalimbubu si langsung ku sukut dan kalimbubu erkelang ku sukut. Kalimbubu si langsung ku sukut terdiri dari lima lapis, yaitu 1 kalimbubu iperdemui, yaitu orang tua atau saudara dari istri seseorang; 2 kalimbubu si mada dareh adalah orang tua dan saudara laki-laki ibu; 3 kalimbubu bapa binuang adalah kalimbubu dari pihak bapak; 4 kalimbubu nini kampah adalah kalimbubu kakek atau bapak dari bapak sering disebut kalimbubu bena-bena; 5 kalimbubu tua adalah adalah kelompok yang secara terus menerus Universitas Sumatera Utara 92 memberikan anak perempuan mereka kepada keluarga tertentu mulai dari nenek kepada kakek, ibu kepada ayah, anak perempuan kepada anak laki-laki keluarga tertentu tersebut. Kalimbubu erkelang ku sukut terdiri dari: 1 puang kalimbubu adalah paman ibu; 2 puang nu puang adalah kalimbubu dari puang kalimbubu; 3 kalimbubu sepemeren adalah sepemeren dari paman atau turang sepemreen dari ibu. Dari sistem kekerabatan di atas terbentuk hubungan kekerabatan dalam suku Karo, yaitu senina, impal, silih, mami,mama, bibi, bengkila, dan turangku. Hubungan kekerabatan ini juga digunakan sebagai tutur sapaan. Uraian sistem kekerabatan suku Karo di atas dikenal dengan istilah merga silima tutur siwaloh rakutna telu Lima marga, delapan hubungan.dan tiga pengikat Merga silima terdiri dari Ginting, Tarigan, Sembiring, Karo-karo dan Perangin-angin.Tutur siwaloh merupakan hubungan kekerabatan yang terjadi karena adanya perkawinan di antara marga– marga tersebut, yaitu Senina, Impal, Silih, Mami, Mama, Bibi, Bengkila dan Turangku. Selanjutnya sistem kekerabatan tersebut diikat oleh tiga hubungan besar, yaitu Senina, Anak beru dan kalimbubu. Sistem kekerabatan ini akan menentukan aktivitas masyarakat Karo dalam mempertukarkan komoditas berupa informasi, barang dan jasa. Dalam Suku Karo, tidak semua partisipan yang terlibat dalam tutur si waloh dapat saling mempertukarkan komoditas secara langsung. Komunikasi di antara mereka dilakukan dengan perantara, perantara dapat berupa orang ketiga maupun benda dan kondisi ini disebut rebu. Tetapi komunikasi secara tertulis dapat dilakukan. Misalnya, seorang menantu laki-laki tidak dapat berbicara langsung dengan ibu mertua ‘kela dan mami’ demikian juga bapak mertua dengan menantu perempuan ‘bengkila dan permaen’. Suami adikkakak perempuan tidak bisa berbicara langsung dengan istrisuaminya ‘turangku’. Oleh karena itu, rebu merupakan budaya yang terdapat dalam bahasa Karo yang Universitas Sumatera Utara 93 kondisinya ditentukan oleh hubungan pembicara dan lawan bicara serta konteks situasi pembicaraan.

2.1.13 Penelitian terdahulu yang Relevan