kayu yang legal dan berkualitas dalam rangka rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh. Hal ini antara lain dilakukan dengan mengadakan timber trade show pada bulan Juni 2006 di Medan. Selain
itu, dibentuk pula timber desk yang memfasilitasi informasi tentang sumber kayu yang legal, agar untuk rehabilitasi dan rekontruksi di Aceh digunakan kayu legal dan berkualitas. Timber
help desk juga membuat panduan guideline tentang penata-usahaan kayu untuk memudahkan para pihak stakeholder mendapat kayu yang legal dan berkualitas.
Sebagai rasa tanggung jawab bersama, saat ini, perlu adanya upaya khusus untuk menanam kembali kawasan hutan yang rusak akibat kebutuhan kayu untuk rehabilitasi dan rekontruksi di
Aceh. Pihak-pihak yang terlibat dalam rehabilitasi dan rekontruksi Aceh perlu bertanggungjawab untuk memikirkan kembali bagaimana melakukan rehabilitasi hutan Aceh yang rusak akibat
kegiatan rehabilitasi dan rekontruksi dengan menyediakan dana rehabilitasi hutan Aceh, atau bentuk lainnya.
2. Perambahan Hutan
Kerusakan hutan di Aceh disebabkan oleh berbagai kondisi di masa lalu masih berdampak hingga saat ini. Umumnya bekas tebangan dari perusahaan-perusahaan pemegang
hak pengusahaan hutan HPH yang dibuka di pinggiran kawasan dan terdapat akses jalan menjadi tempat yang mudah oleh masyarakat untuk melakukan perambahan hutan guna
dijadikan areal perladangan.
Tabel 9. Jumlah Kasus Perambahan Hutan yang Terpantau di Dalam Kawasan Ekosistem Leuser Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, selama 2006 – 2008.
TAHUN NO
KABUPATEN 2006
2007 2008
TOTAL
1 Aceh Barat
3 9
3 15
2 Nagan Raya
12 20
14 46
3 Abdya
2 18
27 47
4 Aceh Selatan
16 61
72 149
Universitas Sumatera Utara
5 Aceh Singkil
9 3
1 13
6 Subussalam
- 24
13 37
7 Aceh Tenggara
162 302
195 659
8 Gayo Luwes
45 130
107 282
9 Aceh Tengah
19 45
94 158
10 Bener Meriah
14 37
76 127
11 Aceh Timur
3 60
57 120
12 Aceh Tamiang
78 160
105 343
Total 363
869 764
1996 Sumber : Yayasan Leuser Internasional, Nopember 2008.
3. Kebakaran hutan
Persoalan kehutanan lain yang dihadapi di Aceh adalah kebakaran hutan yang belum bisa ditangani dengan baik, seperti yang terjadi setiap tahun di Kabupaten Aceh Tengah dan
Kaupaten Aceh Besar, dengan intensitas dan luas yang berbeda-beda. Penyebab terjadinya kebakaran hutan antara lain karena kekeringan yang berkepanjangan, yang menyebabkan hutan
mudah terbakar. Di samping itu juga terdapat faktor ulah atau kesalahan manusia, yang kemungkinan
secara sengaja atau tidak sengaja melakukan kegiatan-kegiatan di kawasan hutan yang mengakibatkan terbakarnya hutan. Di kawasan gambut, juga ditemukan banyak titik-titik api hot
spot yang sangat mungkin menjadi penyebab terjadinya kebakaran hutan. Berdasarkan statistik kehutanan Dinas Kehutanan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
pada tahun 2001 – 2006, kebakaran hutan terbesar terjadi pada tahun 2004 di daerah Kabupaten Aceh Besar seluas 166 ha. Hal ini disebabkan kondisi alam berupa kekeringan berkepanjangan
dan juga didukung dengan kondisi hutan terbuka akibat aktivitas pembukaan lahan. Sedangkan di kabupaten lainnya dalam Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam selama kurun waktu tersebut
tidak pernah terjadinya kebakaran hutan, kecuali Kabupaten Aceh Selatan pada tahun 2005 yang luasnya 0,67 ha.
Tabel 11. Luas kebakaran hutan di provinsi NAD dari tahun 2003-2006
No Lokasi
Tahun ha
Universitas Sumatera Utara
2003 2004
2005 2006
1 Banda aceh
- -
- -
2 Sabang
3 Aceh Besar
60 166 19
4 Pidie
5 Aceh Utara
6 Aceh Timur
7 Aceh Tenggara
8 Aceh Tengah
9 Aceh Barat
10 Aceh Selatan
0,67 11
Simeulu 12
Singkil 13
Bireun 14
Lhokseumawe 15
Langsa 16
Aceh Jaya 17
Aceh Barat Daya 18
Gayo Luwes 19
Aceh Tamiang 20
Nagan Raya 21
Subussalam Total
60 166
0,67 19
Sumber : Statistik Kehutanan Provinsi Aceh 2007.
D. Kebijakan Kehutanan di Aceh