bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat hukum adat setempat.
7 Dengan adanya tuntutan ganti rugi atau kompensasi oleh masyarakat
hukum adat terhadap para pemegang HPHIUPHHK, Gubernur atau BupatiWalikota dapat memfasilitasi pertemuan antara pihak yang
bersangkutan untuk penyelesaian dengan cara musyawarah dan mufakat. Namun apabila mengalami jalan buntu, maka penyelesaiannya disarankan
dilakukan melalui proses pengadilan dengan mengajukan gugatan secara perdata melalui Peradilan Umum.
14. Peraturan Daerah-Peraturan Daerah yang mengatur tentang Masyarakat Hukum Adat.
Hingga akhir tahun 2008, sebagai tindak lanjut dari berbagai peraturan perundang-undangan di atas, dapat dikemukakan beberapa peraturan daerah provinsi dan
peraturan kabupatenkota, antara lain yaitu :
1. Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
Terdapat beberapa qanun yang mengatur mengenai masyarakat hukum adat beserta dengan lembaga-lembaga adatnya, yaitu :
a. Qanun Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 4 Tahun 2003
tentang Pemerintahan Mukim. b.
Qanun Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 5 Tahun 2003 tentang Pemerintahan Gampong.
Universitas Sumatera Utara
c. Qanun Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 3 Tahun 2004
tentang Pembentukan. Susunan Organisasi dan Tata Kerja Majelis Adat Aceh Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
d. Qanun Aceh Nomor 9 Tahun 2008 tentang penyelenggaraan
Kehidupan Adat dan Adat Istiadat. e.
Qanun Aceh Nomor 10 Tahun 2008 tentang Lembaga Adat.
2 Provinsi Sumatera Utara.
Di Propinsi Sumatera Utara belum ditemukan adanya peraturan daerah yang secara khusus mengatur keberadaan masyarakat hukum adat atau hak-
hak ulayatnya. Namun demikian, Pada tahun 2001 Kesultanan Deli dan Forum Peta Umat mengajukan surat kepada Menteri Dalam Negeri dan DPR
RI, yang intinya mengklaim tanah-tanah perkebunan yang tebentang luas di Sumatera Timur sebagian besar diusahakan di atas lahan hak ulayat
masyarakat Melayu. Sultan Deli mengklaim tanah eks-konsesi Kesultanan Deli yang sekarang merupakan lahan perkebuan tembakau, kepala sawit dan
tebu PTPN II adalah tanah ulayat mereka. Atas desakan berbagai pihak, Pemerintah Kabupaten Deli Serdang
menerbitkan dua Surat Keputusan Bupati Deli Serdang, yakni SK No. 112 Tahun 2000 tentang Pembentukan Tim Penyelesaian Masalah Hak Ulayat
Universitas Sumatera Utara
Masyarkat Hukum Adat di Kabupaten Deli Serdang, dan SK Bupati Deli Serdang No 615 tahun 2001 tentang Adat di Kabupaten Deli Serdang.
138
3 Provinsi Riau
Komitmen pengaturan terhadap masyarakat hukum adat beserta dengan segala kelembagaan adatnya di Provinsi Riau ditemukan di Kabupaten
Bengkalis. Komitmen Daerah Kabupaten Bengkalis ini dimaksudkan dalam upaya pemberdayaan masyarakat hukum adat, diwujudkan dengan terbitnya
Peraturan Daerah Perda Nomor 39 Tahun 2001 tentang Pemberdayaan, Pelestarian Adat Istiadat Melayu dan Pengembangan Kebiasaan-Kebiasaan,
Masyarakat serta Lembaga Adat di Kabupaten Bengkalis. Di dalam peraturan daerah tersebut mengatur model dan strategi pemberdayaan masyarakat dan
lembaga adatnya, agar anggota persekutuan hukum adat dapat mencapai taraf kehidupan yang lebih sejahtera.
4 Provinsi Sumatera Barat
Propinsi sumatera barat menangkap peluang itu dengan mencoba merekonstruksi ulang nagari sebagai basis pemerintahan dan kesatuan
masyarakat adat melalui Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 9 Tahun 2000 sebagaimana di rubah dengan Peraturan Daerah Provinsi
Sumatera Barat Nomor 2 Tahun 2007 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan
138
LIhat, Departemen Sosial RI, penelitian, Inventarisasi Peraturan Daerah tentang Masyarakat Hukum Adat,
Direktorat Pembinaan Komunitas Adat Terpencil, Jakarta, 2008. hal. 23.
Universitas Sumatera Utara
Nagari Perda Pemerintahan nagari, sejak itulah semangat kehidupan bernagari bergeliat.
139
Dalam Perda Pemerintahan Nagari secara jelas menyebutkan ulayat nagari sebagai bagian dari harta nagari yang bisa dikelola dan dimanfaatkan
sesuai dengan hukum adat yang ada di nagari., yang kemudian diatur lebih lanjut dalam Peraturan Daerah Propinsi Sumatera Barat Nomor 6 Tahun 2007
tentang Tanah Ulayat dan Pemanfaatannya Perda TUP. Di Provinsi Sumatera Barat dikenal 3 tiga jenis tanah ulayat, yaitu
tanah ulayat nagari, tanah ulayat suku, dan tanah ulayat kaum. Tanah Ulayat Nagari adalah Tanah Ulayat yang merupakan kekayaan nagari, yang
pengelolaannya berada pada Kerapatan Adat Nagari KAN dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan masyarakat, sedangkan pengaturan dan
pemanfaatannya dilakukan oleh Pemerintah Nagari. Tanah Ulayat Suku adalah Tanah Ulayat yang merupakan kepunyaan Suku yang penguasaannya
berada pada Penghulu Suku dan dimanfaatkan untuk kepentingan bersama. Tanah Ulayat Kaum adalah Tanah Ulayat yang merupakan kepunyaan
masing-masing kaum dalam suatu suku yang pengaturannya berada pada Mamak Kepala Waris.
5 Provinsi Jambi Secara yuridis belum ada Peraturan Daerah Perda Provinsi maupun
Kabupaten se Provinsi Jambi yang secara khusus mengatur hak-hak Masyarakat hukum adat. Meskipun demikian secara informal Pemerintah
139
lihat ; Nurul Firmansyah, Nasib Hak Ulayat atas Tanah dan Hutan di Sumatera Barat, www.legalitas.org
, 23
Januari 2009.
Universitas Sumatera Utara
Daerah tetap masih mengakui eksistensi Masyarakat hukum adat dengan hak- hak mereka atas tanah, lembaga dan hukum adat dalam menyelesaikan
permasalahan antara warga masyarakat. Masyarakat hukum adat menguasai wilayah adat yang kepemilikannya secara kolektif dan dimanfaatkan untuk
kesejahteraan bersama.
140
Namun demikian, terdapat dua keputusan bupati di Provinsi Jambi yang secara tegas berisikan pengukuhan terhadap hutan adat,
yaitu : a.
Keputusan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Kerinci Nomor 176 Tahun 1992 tentang Pengembangan dan pembangunan Hutan Adat untuk
Pengelolaan DaerahDesa Penyangga Taman Nasional Kerinci Seblat Kabupaten Daerah Tingkat II Kerinci.
b. Keputusan Bupati Bungo Provinsi Jambi Nomor 1249 Tahun 2002 tentang
Pengukuhan Hutan Adat Desa Batu Kerbau Kecamatan Pelepat Kabupaten Bungo. Keputusan ini mengukuhkan lahan seluas 200 hektar sebagai hutan
adat dan hutan lindung. c.
Keputusan Bupati Marangin Provindi Jambi Nomor 287 Tahun 2003 tentang Pengukuhan Kawasan Bukit Tapanggang sebagai hutan adat
masyarakat hukum adat Desa Guguk Kecamatan Sungai Manau Kabupaten
Merangin. Keputusan Bupati Marangin tersebut telah
mengukuhkan lebih kurang 800 hektar sebagai hutan adat masyarakat hukum adat Desa Guguk.
140
Lihat, Departemen Sosial, Op. Cit., hal. 34.
Universitas Sumatera Utara
6 Provinsi Kalimantan Timur
Walaupun belum ada Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Timur yang mengatur masyarakat hukum adat, tetapi pada pemerintahan kabupaten,
telah dundangkan Peraturan Daerah Kabupaten Pasir Nomor 3 Tahun 2000 tentang Pemberdayaan, pelestarian, Perlindungan dan Pengembangan Adat
istiadat dan Lembaga Adat. Pada Pasal 13 ayat 1 Perda tersebut mengatur
mengenai adanya wilayah adat yang diakui oleh masyarakat adat. Sehingga
dengan adanya ketentuan ini mengisyaratkan Pemerintah Daerah Kabupaten Pasir mengakui keberadaan masyarakat adat.
Selain peraturan daerah kabupaten di atas, di Provinsi Kalimantan Timur juga ditemukan peraturan kabupaten lainnya yang juga mengakui
keberadaan hutan sebagai hak ulayat masyarakat, yaitu Peraturan Daerah Kabupaten Kutai Barat Nomor 12 Tahun 2003 tentang Kehutanan Masyarakat.
Peraturan daerah ini intinya berisikan pengakuan pemerintah daerah terhadap pengelolaan hutan oleh masyarakat.
7 Provinsi Kalimantan Tengah
Berkaitan dengan pengakuan terhadap masyarakat hukum adat dan hak-hak ulayatnya, di Provinsi Kalimantan Tengah telah dikeluarkan
Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Tengah Nomor 14 Tahun 1998 tentang Kedamangan di Provinsi Daerah Tingkat I Kalimantan Tengah.
Kedamangan adalah kesatuan masyarakat hukum adat dalam Provinsi Kalimantan Tengah yang terdiri dari himpunan beberapa
Universitas Sumatera Utara
DesaKelurahanKecamatan yang mempunyai wilayah tertentu yang tidak dapat dipisah-pisahkan.
Lembaga adat adalah sebuah organisasi kemasyarakatan, baik yang sengaja dibentuk maupun yang secara wajar telah tumbuh dan berkembang di
dalam sejarah masyarakat yang bersangkutan atau dalam suatu masyarakat hukum adat tertentu dengan wilayah hukum dan hak atas harta kekayaan di
dalam wilayah hukum adat tersebut, mengurus dan menyelesaikan berbagai permasalahan kehidupan yang berkaitan dengan dan mengacu pada adat
istiadat dan hukum adat yang berlaku. Hak adat adalah hak untuk memanfaatkan sumber daya yang ada
dalam lingkungan hidup warga masyarakat sebagaimana tercantum dalam lembaga dat, yang berdasarkan hukum adat dan yang berlaku dalam
masyarakat atau persekutuan hukum adat tertentu. Hukum Adat Dayak di Kalimantan Tengah adalah hukum yang benar-
benar hidup dalam kesadaran hati nurani warga masyarakat Dayak di Kalimantan Tengah dan tercermin dalam pola-pola tindakan mereka sesuai
dengan adat istiadatnya dan pola-pola sosial budayanya yang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional.
Dama Kepala Adat adalah pimpinan adat dari satu Kedamangan yang diangkatdipilih berdasarkan hasil pemilihan oleh beberapa Desa atau
Kelurahan atau Kecamatan yang termasuk dalam wilayah kedamangan tersebut. Mantir Adat adalah perangkat adat atau gelar bagi seorang yang
Universitas Sumatera Utara
duduk di Majelis Adat. Majelis Adat adalah Dewan Adat yang mengemban tugas tertentu di bidang pemberdayaan dan pelestarian serta pengembangan
adat istiadat, kebiasaan-kebiasaan masyarakat, lembaga adat dan hukum adat di daerah.
8 Provinsi Banten
Pada tingkat pemerintahan provinsi tidak ditemukan adanya pengaturan terhadap masyarakat hukum adat di Provinsi Banten. Namun pada
pemerintahan kabupaten terdapat pengaturannya terhadap hal ini, sebagaimana dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Lebak.
Pemerintah Kabupten Lebak memperhatikan dengan sungguhsungguh keberadaan Masyarakat Baduy sebagai masyarakat hukum adat. Perhatian
Pemerintah Kabupaten Lebak diwujudkan melalui : a.
Peraturan Daerah Perda Nomor 13 Tahun 1990 tentang Pembinaan dan Pengembangan Lembaga Adat Masyarakat Baduy.
b. Peraturan Daerah Kabupaten Lebak Provinsi Banten Nomor 32 Tahun
2001 tentang Perlindungan Hak Ulayat Masysrakat Baduy. c.
Keputusan Bupati Lebak Nomor 590Kep.233Huk2003 tentang Penetapan Batas-Batas Wilayah Detail Tanah Ulayat Masyarakat hukum
adat Baduy. Dalam Keputusan ini ditegaskan bahwa luas Desa Kanekes sama luasnya dengan luas tanah ulayat yang didiami oleh Masyarakat
Baduy, yaitu 5.136,58 Ha. Artinya, batas-batas wilayah Desa Kanekes sama dengan batas-batas wilayah tanah ulayat Masyarakat Baduy.
Universitas Sumatera Utara
9 Provinsi Sulawesi Selatan
Di Provinsi Sulawesi Selatan pengaturan mengenai masyarakat hukum adat dan lembaga adatnya, tidak ditemukan pada peraturan daerah provinsi,
melainkan pada peraturan daerah kabupaten, yaitu Peraturan Daerah Kabupaten Sidenreng Rappang Nomor 9 Tahun 2001 tentang Pemberdayaan,
Pelestarian dan Pengembangan Adat Istiadat dan Lembaga Adat. Pengakuan secara tertulis tehadap eksistensi adat istiadat dan lembaga adat tersebut tidak
secara jelas mengatur wilayah masyarakat hukum adat. Dalam Pasal 5 ayat 1 peraturan daerah ini dinyatakan bahwa lembaga adat berkedudukan sebagai
wadah atau organisasi permusyawaratan permufakatan kepala adatketua adat atau pemuka adat lainnya yang berada di luar organisasi pemerintah. Pada
ayat 2 disebutkan, bahwa Lembaga Adat mempunyai tugas, yaitu : a.
Menampung dan menyalurkan pendapat masyarakat kepada pemerintah serta menyelesaikan perselisihan menyangkut hukum adat-istiadat dan
kebiasaan-kebiasaan masyarakat. b.
Memberdayakan, melestariakan dan mengembangkan adat istiadat dan kebiasaan-kebiasaan masyarakat dalam rangka memperkaya budaya
daerah serta memberdayakan masyarakat dalam menunjang penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan
pembinaan kemasyarakatan. c.
Menciptakan hubungan yang demokratis dan harmonis serta obyektif antara kepala adatpemangku adat dan pemuka adat dengan aparat
pemerintah di daerah.
Universitas Sumatera Utara
Selanjutnya pada Bab V Pasal 6 ayat 1 ditegaskan, bahwa Lembaga Adat mempunyai hak dan kewajiban, yaitu :
a. Mewakili masyarakat hukum adat dalam hal-hal yang menyangkut
kepentingan masyarakat hukum adat. b.
Mengelola hak-hak adat dan atau harta kekayaan adat dan meningkatkan kemajuan dan taraf hidup masyarakat menjadi lebih baik.
c. Menyelesaikan perselisihan yang mencakup perkara adat istiadat dan
kebiasaan-kebiasan masyarakat sepanjang penyelesaian itu tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pada ayat 2 ditegaskan, bahwa Lembaga Adat berkewajiban : a.
Membantu kelancaran penyelenggaraan pemerintah pelaksanaan pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan, terutama dalam
pemanfaatan hak-hak adat dan harta kekayaan lembaga adat dengan tetap memperhatikan kepentingan masyarakat hukum adat setempat.
b. Memelihara stabilitas nasional yang sehat dan dinamis yang dapat
memberikan peluang yang luas kepada aparat pemerintah terutama, pemerintah desa atau kelurahan dalam melaksanakan tugas-tugas
penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan berwibawa, pelaksanaan pembangunan yang lebih berkualitas dan pembinaan masyarakat yang
adil dan demokratis. c.
Menciptakan suasana yang dapat menjamin terpeliharanya kebhinekaan adat dalam memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa.
Universitas Sumatera Utara
10 Provinsi Bali
Masyarakat hukum adat di Bali tinggal dalam suatu desa adat yang dikenal dengan Desa Pakraman. Eksistensi desa adat ini telah memperoleh
pengakuan dari pemerintah Provinsi Bali melalui Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2001 yang kemudian dirubah dengan Peraturan Daerah
Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2003 tentang Desa Pakraman. Peraturan daerah tersebut, antara lain mengatur tentang fungsi desa
adat untuk membantu pemerintah dalam menjaga, memelihara dan memanfaatkan kekayaan desa adat untuk kesejahteraan masyarakat desa adat.
Selain itu, juga mengatur bidang keagamaan, kebudayaan dan kemasyarakatan. Pemerintah Daerah menjamin setiap orang bebas
menjalankan ibadah sesuai dengan ajaran Hindu, dan menghormati masyarakat untuk melakukan ritual pada hari-hari tertentu sesuai dengan
aturan yang berlaku di dalam ajaran Hindu.
Di dalam Peraturan Daerah Perda tentang Desa Pakraman ditegaskan satu fungsi desa adat adalah membina dan mengembangkan nilai-nilai adat
Bali dalam rangka memperkaya, melestarikan dan mengembangkan kebudayaan nasional pada umumnya, dan kebudayaan Bali pada khususnya,
berdasarkan paras paros salungkung sabayantaka atau musyawrah untuk mufakat.
Berdasarkan inventarisasi terhadap peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai masyarakat hukum adat, dapat dikemukakan beberapa hal; Pertama, selama
Universitas Sumatera Utara
berkuasanya Pemerintahan Orde Baru, tidak ditemukan peraturan perundang-undangan yang dihasilkannya yang mengatur mengenai pengakuan dan penghormatan terhadap
masyarakat hukum adat. Ini membuktikan, Pemerintahan Orde Baru dengan politik hukumnya yang unifikasi dan sentralistik tidak memberi peluang bagi eksisnya
masyarakat hukum adat sebagai suatu masyarakat yang khas dengan system pemerintahan dan hak-hak tradisonalnya tersendiri.
Kedua, kecuali Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Ketentuan- ketentuan Pokok Agraria, yang merupakan produk hukum masa Pemerintahan Orde
Lama, selebihnya semua peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai keberadaan masyarakat hukum adat adalah produk hukum rezim Pemerintahan
Reformasi. Pengakuan dan penghormatan terhadap masyarakat hukum adat, utamanya
ditegaskan dalam Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar 1945 yaitu pada tahun 2000. Tepatnya, hal tersebut dapat ditemukan pada Pasal 18 B ayat 2 UUD 1945 yaitu,
Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan
masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang- undang.
Sekalipun secara kronologis pengakuan dan penghormatan terhadap masyarakat hukum adat lebih dahulu dinyatakan dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia, dan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, namun dengan ditegaskannya pengakuan dan penghormatan terhadap
Universitas Sumatera Utara
masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya di dalam Undang-Undang Dasar merupakan ketentuan payung yang telah menimbulkan dampak yang lebih kuat bagi
pembentukan undang-undang di tahun-tahun berikutnya. Ketiga, walaupun hingga saat ini ternyata masih banyak provinsi yang belum
memiliki peraturan daerah yang mengatur tentang keberadaan masyarakat hukum adat dan hak ulayatnya. Tetapi ini tidak berarti, provinsi-provinsi tersebut tidak mengakui
adanya masyarakat hukum adat sebagai bagian dari masyarakatnya. Pada provinsi- provinsi seperti ini, keberadaan masyarakat hukum dan hak ulayatnya diakui secara
hukum adat sebagai hukum yang tidak tertulis yang belum dieksplisitkan baik di dalam peraturan daerah ataupun peraturan gubernur atau peraturan bupati.
C. Sifat Masyarakat Hukum Adat