Penebangan Liar Kerusakan Hutan Aceh

semuanya melakukan operasi semenjak awal tahun 2000, 198 karena alasan keamanan yang tidak kondusif pada masa itu. Sekalipun sudah diberlakukannya kebijakan moratorium logging atau penghentian sementara penebangan hutan dengan Instruksi Gubernur Aceh Nomor 5 Tahun 2007 yang diberlakukan sejak tanggal 5 Juni 2007, namun kondisi aktual hutan Aceh hingga kini masih diwarnai oleh berbagai tindakan yang mengarah pada terjadinya kerusakan dan degradasi hutan. Tindakan-tindakan tersebut berupa penebangan liar, perambahan hutan, kebakaran hutan dan lain-lain. Kerusakan hutan di Aceh tidak hanya terjadi di kawasan budidaya hutan produksi namun juga di kawasan lindung, termasuk kerusakan di kawasan Taman Nasional Gunung Leuser mencapai 12.500 hektare.

1. Penebangan Liar

Penebangan liar masih menjadi salah satu kontribusi terjadinya kerusakan hutan di Provinsi Aceh. Berdasarkan statistik kehutanan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam tahun 2001 – 2006, terdapat kecenderungan meningkatnya kegiatan penebangan liar di kawasan hutan Aceh. Dari tahun 2005 sampai dengan 2006, terjadi peningkatan jumlah kayu temuan dan tangkapan hasil dari operasi pengamanan hutan PAMHUT yang diselenggarakan oleh Pemeritah Provinsi Aceh lihat tabel 8. Tabel 8. Jumlah Kayu Temuan dan Tangkapan hasil Operasi Pengamanan Hutan PAMHUT dari tahun 2004 – 2006 Tahun m3 No Lokasi 2004 2005 2006 1 Banda Aceh - 20 101,77 2 Sabang - 12 3 Aceh Besar - 38 55,39 4 Pidie 18 2 - 198 Lihat tabel 3. Universitas Sumatera Utara 5 Aceh Utara - - - 6 Aceh Timur - - - 7 Aceh Tenggara - - - 8 Aceh Tengah - 221,74 - 9 Aceh Barat 60 24,90 - 10 Aceh Selatan - 193,35 - 11 Simeulue - - - 12 Singkil - 51,41 8.615 btg 13 Bireuen 92,62 24,38 - 14 Lhokseumawe - - - 15 Langsa - 768,79 - 16 Aceh Jaya - - 37,43 17 Aceh Barat Daya - - 27,30 18 Gayo Lues - - - 19 Aceh Tamiang - 1,96 - 2.000 20 Nagan Raya - - - Total 170,62 3,288,52 8.836,89 Sumber : Statistik kehutanan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam tahun 2007. Disamping itu, proses rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh pasca tsunami membutuhkan kayu yang sangat banyak , baik yang dilakukan oleh Badan Rehabilitasi dan Rekontruksi Nanggroe Aceh Darussalam BRR NAD-Nias, Non-Government Organisation NGO international dan lembaga swadaya masyarakat LSM lokal maupun lembaga-lembaga donor. Badan Rehabilitasi dan Rekontruksi Nanggroe Aceh Darussalam BRR NAD pada tahun 2006 memperkirakan, bahwa untuk kebutuhan rehabilitasi dan rekontruksi dibutuhkan 520.000 meter kubik kayu untk pembangunan rumah bagi korban gempa dan tsunami. Selama sebelum diberlakukannya moratorium logging, kebutuhan kayu untuk rehabilitasi dan rekontruksi Aceh didatangkan dari berbagai sumber, baik yang berasal dari Provinsi Aceh, didatangkan dari luar daerah maupun diimpor dari luar negeri. Karena izin resmi izin pemanfaatan kayu IPK di Aceh banyak yang sudah berakhir, menyebabkan meningkatnya aktivitas penebangan liar illegal logging di lapangan. Permintaan kayu untuk rehabilitasi dan rekontruksi yang sangat tinggi. Berbagai upaya telah dilakukan oleh Badan Rehabilitasi dan Rekontruksi BRR untuk melakukan pengadaan Universitas Sumatera Utara kayu yang legal dan berkualitas dalam rangka rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh. Hal ini antara lain dilakukan dengan mengadakan timber trade show pada bulan Juni 2006 di Medan. Selain itu, dibentuk pula timber desk yang memfasilitasi informasi tentang sumber kayu yang legal, agar untuk rehabilitasi dan rekontruksi di Aceh digunakan kayu legal dan berkualitas. Timber help desk juga membuat panduan guideline tentang penata-usahaan kayu untuk memudahkan para pihak stakeholder mendapat kayu yang legal dan berkualitas. Sebagai rasa tanggung jawab bersama, saat ini, perlu adanya upaya khusus untuk menanam kembali kawasan hutan yang rusak akibat kebutuhan kayu untuk rehabilitasi dan rekontruksi di Aceh. Pihak-pihak yang terlibat dalam rehabilitasi dan rekontruksi Aceh perlu bertanggungjawab untuk memikirkan kembali bagaimana melakukan rehabilitasi hutan Aceh yang rusak akibat kegiatan rehabilitasi dan rekontruksi dengan menyediakan dana rehabilitasi hutan Aceh, atau bentuk lainnya.

2. Perambahan Hutan