Sehubungan dengan penjabaran dari Pasal 67 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, dari hasil penelitian Departemen Sosial tahun 2008, ternyata
masih sedikit daerah yang menindaklanjuti pengaturan mengenai pengukuhan keberadaan masyarakat hukum adat kedalam peraturan daerahnya masing-masing. Dari 14 provinsi
yang distudi, ternyata hanya beberapa provinsi saja yang telah memiliki peraturan daerah yang mengatur keberadaan masyarakat hukum adat dan hak-hak ulayatnya.
118
Berikutnya akan dibahas sesuai dengan hierarkhinya, yaitu setelah pembahasan terhadap peraturan
presiden atau peraturan perundang-undangan setingkat dengannya. Satu hal yang belum dilaksanakan oleh pemerintah sehubungan dengan perintah
Undang-Undang tentang Kehutanan, yaitu hingga akhir 2008 pemerintah belum menerbitkan Peraturan Pemerintah sebagaimana dimandatkan oleh Pasal 67 ayat 3
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999. Padahal rancangan peraturan pemerintah tentang hal ini sudah disiapkan sejak tahun 2002, bahkan sudah beberapa kali
didiskusikan dengan beberapa lembaga swadaya masyarakat beserta organisasi Aliansi Masyarakat Adat Nusantara AMAN.
5. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Aceh
Dalam bagian menimbang Undang-Undang tentang Penyelenggaaan Keistimewaan Aceh dinyatakan, a. bahwa sejarah panjang perjuangan rakyat Aceh
membuktikan adanya ketahanan dan daya juang yang tinggi, yang bersumber dari kehidupan yang religius, adat yang kukuh, dan budaya Islam yang kuat dalam
118
LIhat, Departemen Sosial RI, penelitian, Inventarisasi Peraturan Daerah tentang Masyarakat Hukum
Adat, Direktorat Pembinaan Komunitas Adat Terpencil, Jakarta, 2008.
Universitas Sumatera Utara
menghadapi kaum penjajah; b. bahwa kehidupan religius rakyat Aceh yang telah membentuk sikap pantang menyerah dan semangat nasionalisme dalam menentang
penjajah dan mempertahankan kemerdekaan merupakan kontribusi yang besar dalam menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia meskipun rakyat Aceh kurang
mendapat peluang untuk menata diri; c. bahwa kehidupan masyarakat Aceh yang religius, menjunjung tinggi adat, dan telah menempatkan ulama pada peran yang terhormat dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara perlu dilestarikan dan dikembangkan bersamaan dengan pengembangan pendidikan; d. bahwa sehubungan dengan hal-hal
tersebut serta untuk penyelenggaraan pemerintahan daerah yang memerlukan adanya jaminan kepastian hukum dalam melaksanakan segala urusan, perlu dibentuk Undang-
undang tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Propinsi Daerah Istimewa Aceh. Dari latar belakang sejarah yang cukup panjang masyarakat Aceh menjadikan
Islam sebagai pedoman hidupnya. Islam telah menjadi bagian dari mereka, masyarakat Aceh amat tunduk kepada ajaran Islam dan mereka taat serta memperhatikan fatwa ulama
karena ulamalah yang menjadi ahli waris Nabi. Penghayatan terhadap ajaran agama Islam dalam Jangka panjang itu melahirkan budaya Aceh yang tercermin dalam kehidupan adat.
Adat itu lahir dari renungan para ulama. kemudian dipraktekkan, dikembangkan, dan dilestarikan, lalu disimpulkan menjadi adat bak Poteumeureuhom. hukom bak Syiah
Kuala. Qanun bak Putroe Phang. Reusam bak Laksamana. Kata-kata ini merupakan pencerminan dari perwujudan syariat Islam dalam praktek hidup sehari-hari bagi
masyarakat Aceh.
119
119
Lihat Penjelasan Umum Undang‐Undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan
Propinsi Daerah Istimewa Aceh.
Universitas Sumatera Utara
Selanjutnya dalam Pasal 2 undang-undang ini, ditegaskan kewenangan Propinsi Daerah Istimewa Aceh, yaitu untuk mengembangkan dan mengatur Keistimewaan yang
dimilikinya. Keistimewaan ini merupakan pengakuan bangsa lndonesia yang diberikan kepada Propinsi Daerah Istimewa Aceh karena perjuangan dan nilai-nilai hakiki
masyarakat yang tetap dipelihara secara turun-temurun sebagai landasan spiritual. moral, dan kemanusiaan.
120
Penyelenggaraan Keistimewaan Aceh menurut Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999, meliputi :
a. penyelenggaraan kehidupan beragama; b. penyelenggaraan kehidupan adat;
c. penyelenggaraan pendidikan; dan d. peran ulama dalam penetapan kebijakan Daerah.
Dalam Bab tentang Penyelenggaraan Kehidupan Adat dari Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Propinsi Daerah
Istimewa Aceh, ditegaskan bahwa daerah
121
dapat menetapkan berbagai kebijakan dalarn upaya pemberdayaan, pelestarian, dan pengembangan adat serta lembaga adat di
wilayahnya yang dijiwai dan sesuai dengan syariat Islam. Sehingga, sehubungan dengan upaya ini, menurut Pasal 7-nya, Daerah dapat membentuk lembaga adat dan mengakui
lembaga adat yang sudah ada sesuai dengan kedudukannya masing-masing di Propinsi, KabupatenKota, Kecamatan, Kemukiman, dan KelurahanDesa atau Gampong.
Berbagai kebijakan sebagaimana dimaksudkan di atas adalah kebijakan daerah, berupa peraturan daerah atau keputusan gubernur yang bersifat mengatur dan mengikat
120
Lihat Pasal 3 UU Nomor 44 Tahun 1999.
121
Dimaksudkan dengan daerah dalam undang‐undang ini adalah Propinsi Daerah Istimewa Aceh. Lihat,
Pasal 1 angka 1 UU Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimwaan Propinsi Daerah Istimewa
Aceh.
Universitas Sumatera Utara
dalam penyelenggaraan keistimewaan.
122
Sehubungan dengan tindaklanjut dari undang- undang ini, khususnya pada materi ketentuan penyelenggraan kehidupan adat, telah pula
diundangkan beberapa peraturan daerah yang materi pengaturannya berkaitan dengan hal itu, yaitu :
1 Qanun Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 4 Tahun 2003 tentang
Pemerintahan Mukim; 2
Qanun Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 5 Tahun 2003 tentang Pemerintahan Gampong;
3 Qanun Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 3 Tahun 2004 tentang
Pembentukan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Majelis Adat Aceh Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam;
4 Qanun Aceh Nomor 9 Tahun 2008 tentang penyelenggaraan Kehidupan Adat dan
Adat Istiadat;
123
5 Qanun Aceh Nomor 10 Tahun 2008 tentang Lembaga Adat.
Pembahasan terhadap berbagai peraturan daerah atau qanun tersebut di atas akan dilakukan secara hierarkhi mengacu pada tata urutan sebagaimana diatur dalam Pasal 7
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- undangan.
6. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua