Pasal 72, jika diketahui bahwa masyarakat menderita akibat pencemaran dan atau

didapati beberapa pasal yang mengatur mengenai kewenangan pemerintah daerah dalam kaitannya dengan kehutanan. Pasal-pasal dimaksud adalah : 1. Pasal 60 ayat 1 Pemerintah dan pemerintah daerah wajib melakukan pengawasan kehutanan. 2. Pasal 61, Pemerintah berkewajiban melakukan pengawasan terhadap pengurusan hutan yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah. 3. Pasal 62, Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat melakukan pengawasan terhadap pengelolaan dan atau pemanfaatan hutan yang dilakukan oleh pihak ketiga. 4. Pasal 63, dalam melaksanakan pengawasan kehutanan, pemerintah dan pemerintah daerah berwenang melakukan pemantauan, meminta keterangan, dan melakukan pemeriksaan atas pelaksanaan pengurusan hutan. 5. Pasal 66 ayat 1, dalam rangka penyelenggaraan kehutanan, pemerintah menyerahkan sebagian kewenangan kepada pemerintah daerah. 6. Pasal 70 ayat 3, dalam rangka meningkatkan peran serta masyarakat pemerintah dan pemerintah daerah dapat dibantu oleh forum pemerhati kehutanan.

7. Pasal 72, jika diketahui bahwa masyarakat menderita akibat pencemaran dan atau

kerusakan hutan sedemikian rupa sehingga mempengaruhi kehidupan masyarakat, maka instansi pemerintah atau instansi pemerintah daerah yang bertanggung jawab di bidang kehutanan dapat bertindak untuk kepentingan masyarakat. Mencermati pasal-pasal yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dapat dipahami ada beberapa peran yang harus dilakukan oleh pemerintah daerah, termasuk Pemerintah Aceh atau pemerintah kabupatenkota. Peran-peran tersebut berupa kewajiban, hak, tugas atau kewenangan, yaitu : 1. Kewajiban Melakukan Pengawasan Kehutanan 2. Kewajiban Meningkatkan peranserta Masyarakat Universitas Sumatera Utara 3. Hak Melakukan Pengurusan Hutan 4. Kewenangan Pemantauan, dan pemeriksaan atas pelaksanaan pengurusan hutan. 5. Menerima kewenangan dari Pemerintah Pusat 6. Bertindak untuk Kepentingan Masyarakat. Berkaitan dengan peran-peran, baik yang pegaturannya terdapat dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan maupun dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, tentusaja membawa konsekuensi terjadi perubahan signifikan pada kelembagaan penyelenggaraan kehutanan di Aceh. Di Provinsi Aceh, terdapat berbagai lembaga yang bergerak di bidang pengelolaan kehutanan dan konservasinya, baik dari pemerintah maupun dari non pemerintah. Lembaga pemerintah dimaksud: 1. Balai Konservasi Sumberdaya Alam BKSDA, 2. Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser BTNGL, 208 3. Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai BPDAS, 4. Balai Pemantauan Pemanfaatan Hutan Produksi BPHHP Wilayah I. 5. Badan Pengelola-Kawasan Ekosistem Leuser BPKEL, 6. Dinas Kehutanan dan Perkebunan Sedangkan lembaga non-pemerintah yang aktif melakukan kegiatan konservasi bidang kehutanan, antara lain : 1. Flora Fauna International FFI, 2. Yayasan Leuser International YLI, 3. World Wide Foundation WWF Indonesia, 4. Conservation International Indonesia CII, 208 Saat ini Balai Taman Nasional Gunung Leuser telah meningkat eselonnya dari eselon IIIa menjadi eselon IIb untuk memudahkan koordinasi dengan Pemerintah Daerah. Wawancara dengan Wiratno, Kepala Balai TNGL, 13 Mei 2008. Universitas Sumatera Utara 5. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia WALHI, 6. Yayasan Gajah Sumatera Yagasu, 7. Yayasan Hutan Lestari YHL, 8. Yayasan Hutan Aceh Yashut, 9. Green Aceh Institute GAI 10. dan lain-lain. Dari semua lembaga pemerintah penyelenggaraan urusan kehutanan sebagaimana disebutkan di atas, hanya Dinas Kehutanan dan Perkebunan, serta Badan Pengelolaan Kawasan Ekosistem Leuser yang merupakan lembaga Pemerintah Aceh. Sedangkan yang lainnya adalah lembaga pemerintah pusat BKSDA, BTNGL, BPDAS, dan BPHHP. Sementara itu, lembaga- lembaga non pemerintah atau non-government organization NGO ada yang NGO international FFI, YLI, CI, WWF, NGO nasional WALHI, dan NGO local Yagasu, YHL, Yashut, GAI, dan lain-lain. Menurut Pasal 67 Qanun Aceh Nomor 5 Tahun 2007 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas, Lembaga Teknis Daerah, dan Lembaga Daerah Provinsi Aceh, Dinas Kehutanan dan Perkebunan mempunyai tugas melaksanakan tugas umum pemerintahan dan pembangunan di bidang Kehutanan dan Perkebunan. Untuk melaksanakan tugas tersebut, Dinas Kehutanan dan Perkebunan menjalankan fungsi : 1 pelaksanaan urusan ketatausahaan Dinas; 2 penyusunan program kerja tahunan, jangka menengah dan jangka panjang; 3 perumusan kebijakan teknis, sesuai Peraturan Perundang-undangan yang berlaku; 4 penyelenggaraan tugas Kehutanan dan Perkebunan termasuk perizinan dan pelayanan umum lintas KabupatenKota; 5 pelaksanaan pembinaan, pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan tugas di bidang Kehutanan dan Perkebunan; dan 6 pembinaan Unit Pelaksana Teknis Dinas Universitas Sumatera Utara Selanjutnya, untuk menyelenggarakan fungsi di atas, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi Aceh mempunyai kewenangan : 1 menyelenggarakan urusan di bidang Kehutanan dan Perkebunan yang bersifat 2 lintas KabupatenKota, serta kewenangan yang tidak atau belum dapat dilaksanakan oleh KabupatenKota; 3 menyusun pedoman dan menyelenggarakan inventarisasi dan pemetaan hutan dan perkebunan; 4 menyelenggarakan penunjukan dan pengamanan batas hutan produksi dan hutan lindung; 5 menyusun pedoman dan menyelenggarakan tata batas hutan, rekonstruksi dan penataan batas kawasan hutan produksi dan hutan lindung; 6 menyusun pedoman pembentukan dan penyediaan dukungan pengelolaan wilayah taman hutan raya; 7 menyusun rencana makro kehutanan dan perkebunan lintas KabupatenKota; 8 menyelenggarakan koordinasi pengelolaan hutan berdasarkan Unit Pengelolaan Daerah Aliran Sungai; 9 menyusun pedoman penyelenggaraan pengurusan erosi, sedimentasi, produktifitas lahan pada Daerah Aliran Sungai lintas KabupatenKota ; 10 menyelenggarakan perizinan lintas KabupatenKota meliputi pemanfaatan hasil hutan, pemanfaatan flora dan fauna yang tidak dilindungi, pengolahan hasil hutan dan perkebunan; 11 melaksanakan pengawasan perbenihan, pupuk, pestisida, alat dan mesin dibidang kehutanan dan perkebunan ; 12 melaksanakan pengamatan, peramalan organisme tumbuhan pengganggu dan pengendalian hama terpadu tanaman kehutanan dan perkebunan; 13 menyelenggarakan dan mengawasi kegiatan rehabilitasi, reklamasi, system silvikultur, budidaya dan pengolahan; 14 menyelenggarakan pengelolaan taman hutan raya lintas KabupatenKota ; 15 menetapkan pedoman untuk penentuan tarif pungutan hasil hutan bukan kayu lintas KabupatenKota; Universitas Sumatera Utara 16 menetapkan kawasan serta perubahan fungsi dan status hutan dalam rangka perencanaan tata ruang Provinsi berdasarkan kesepakatan antara Provinsi dan KabupatenKota; 17 melaksanakan perlindungan dan pengamanan hutan dan perkebunan pada kawasan lintas KabupatenKota; 18 menyediakan dukungan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan teknis penelitian dan pengembangan terapan bidang kehutanan dan perkebunan; 19 menerapkan standar pelayanan minimal dalam bidang kehutanan dan perkebunan yang wajib dilaksanakan oleh KabupatenKota; 20 menata alokasi sumber daya manusia di bidang Kehutanan dan Perkebunan; 21 menetapkan standar pembibitanperbenihan dan pengaturan penggunaan benih unggul; 22 melakukan produksi ekspor komoditas kehutanan dan perkebunan unggulan daerah Provinsi; 23 menyelenggarakan pembentukan dan perwilayahan areal perkebunan lintas KabupatenKota; 24 menyusun perwilayahan, desain, pengendalian lahan dan industri primer dibidang kehutanan dan perkebunan lintas KabupatenKota; 25 melaksanakan pengamatan, penelitian, peramalan organisme pengganggu tanaman dan pengendalian hama dan penyakit; dan 26 menyediakan dukungan kerja sama antara KabupatenKota di bidang kehutanan dan perkebunan. Menyadari pentingnya melindungi lingkungan hidup, khususnya Kawasan Ekosistem Leuser berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia No.11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, Pemerintah menugaskan Pemerintah Aceh untuk melakukan pengelolaan Kawasan Ekosistem Leuser di wilayah Aceh dalam bentuk perlindungan, pengamanan, pelestarian, pemulihan fungsi kawasan dan pemanfaatan secara lestari. Sehubungan dengan penugasan tersebut, Pemerintah Aceh membentuk sebuah lembaga untuk menyelenggarakan perintah Pasal 150 Undang-Undang Pemerintah Aceh, yaitu Badan Universitas Sumatera Utara Pengelolaan Kawasan Ekosistem Leuser Wilayah Aceh yang tertuang dalam Peraturan Gubernur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 52 Tahun 2006 tanggal 28 November 2006. 209 Dengan demikian, di Provinsi Aceh, selain keberadaan Dinas Kehutanan dan Perkebunan yang melaksanakan tugas, fungsi dan kewenangannya sebagaimana diatur dalam Pasal 67, Pasal 68, dan Pasal 69 Qanun Aceh Nomor 5 Tahun 2007. Khusus untuk pengelolaan hutan di Kawasan Ekosistem Leuser, tugas, kewenangan dan tanggungjawabnya dibebankan pada Badan Pengelolaan Kawasan Ekosistem Leuser berdasarkan Peraturan Gubernur Aceh Nomor 52 Tahun 2006. Tugas Badan Pengelola Kawasan Ekosistem Leuser BPKEL adalah: 1 Mempersiapkan rencana pengelolaan terhadap Kawasan Ekosistem Leuser; 2 Mengelola Kawasan Ekosistem Leuser yang meliputi kegiatan pelestarian dan pengamananperlindungan kawasan, pemulihan fungsi kawasan, pemantauan, serta pemanfaatan jasa lingkunganekologis secara lestari; 3 Melaksanakan sosialisasi tapal batas Kawasan Ekosistem Leuser bersama-sama dengan unsur masyarakat dan instansi terkait; 4 Bersama-sama dengan unsur masyarakat melakukan upaya-upaya pengamanan dan mendukung penegakan hukum terhadap pelanggaran di dalam Kawasan Ekosistem Leuser; 5 Mengoptimalkan peran serta masyarakat dalam pengawasan Kawasan Ekosistem Leuser; 6 Mempersiapkan peraturan pelaksanaan yang berkaitan dengan pengelolaan Kawasan Ekosistem Leuser; 7 Merumuskan berbagai arahan kebijakan dalam bidang pemanfaatan kawasan yang berkelanjutan; 8 Melaksanakan pemanfaatan Kawasan Ekosistem Leuser secara lestari; 9 Mengatur dan mengupayakan penjualan carbon credit untuk Provinsi Aceh; 10 Melakukan kerjasama dengan institusi dan atau pihak terkait lainnya dalam rangka mendukung pengelolaan Kawasan Ekosistem Leuser; 209 Saat ini sedang disiapkan Rancangan Qanun tentang Badan Pengelola Kawasan Ekosistem Leuser, untuk menggantikan Peraturan Gubernur Aceh Nomor 52 Tahun 2006. Universitas Sumatera Utara 11 Menyusun rencana dan pengelolaan keuangan yang berkaitan dengan pengelolaan Kawasan ekosistem Leuser; 12 Melakukan program penataan pemukiman penduduk dalam Kawasan Ekosistem Leuser. Sehubungan dengan munculnya banyak lembaga yang menaruh perhatian besar terhadap konservasi lingkungan di Aceh pasca tsunami dan kesepakatan Helsinki, Wiratno mengemukakan, 210 sangat menarik untuk memetakan peran dan tanggung jawab masing-masing lembaga tersebut, untuk mengetahui sebaran „wilayah kerja“ masing-masing lembaga. Apakah terdapat tumpangtindih, saling klaim, duplikasi, dan sebagainya. Dalam konteks otonomi Aceh, tentunya muncul berbagai interpretasi terhadap „kewenangan“ mengurus konservasi di provinsi ini. Mempertimbangkan perhatian global terhadap Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, khususnya pasca Tsunami dan perjanjian damai, maka potensi konflik antar lembaga sangat besar. Dalam waktu yang sama, potensi kolaborasi dan kerjasama multipihak tidak kalah besar dan menariknya untuk dikaji.

3. Qanun tentang Kehutanan