Hak Useuha Proses Peralihan Hak Mukim untuk Hak Perorangan

Manakala tanah garapan dimaksud ditelantarkan dan hingga ditumbuhi hutan tua, yakni keadaannya sudah serupa dengan hutan alam disekitarnya, dimana jerih payah bekas usaha penggarap juga tidak kelihatan lagi, maka nilai ekonominya pun menjadi lenyap. Dengan tidak tampaknya lagi bekas usaha dan tidak adanya lagi nilai ekonomi dan tidak berbedanya lagi hutan bekas garapan dengan aslinya, maka berarti hak perseorangan yang ada atas tanah yang bersangkutan berdasarkan hak chah rimba sudah beralih kembali menjadi hak masyarakat hukum. Dengan perkataan lain, normanya adalah, pada saat keadaan tanah garapannya sudah menjadi hutan tua uteun tuha, maka pada waktu itu pula hak perseorangan atas tanah berupa chah rimba menjadi gugur. Gugurnya hak chah rimba berakibat pada putusnya hubungan hukum antara penggarap ureung chah rimba dengan tanah bekas garapannya, sehingga hak chah rimba seseorang menjadi gugur. Dengan gugurnya hak chah rimba seseorang berarti lahan tersebut kembali menjadi kepunyaan masyarakat hukum adat, yaitu menjadi hutan hak kullah; uteun mukim, atau hutan adat, yang dalam ungkapan Aceh disebutkan “asai phon uteun wo keu uteun”. Selanjutnya, tanah-tanah yang telah dikuasai dengan hak dong tanoh dan hak chah rimba cenderung terus dikuasai dengan peningkatan usaha yang lebih bersifat tetap. Banyak ladang yang diolah dengan menanam jenis tanaman muda dan juga jenis tanaman keras. Tindakan penggarap yang tidak hanya menanam tanam muda tetapi juga menanam tanaman keras, berarti melakukan peningkatan hak chah rimba kepada tingkatan hak yang lebih tinggi, yaitu hak useuha.

3. Hak Useuha

Universitas Sumatera Utara Apabila hak chah rimba berupa hak perseorang atas tanah yang bersifat sementara, maka tingkatan lebih lanjut, berupa hak useuha merupakan hak perseorang yang bersifat lebih tetap dan permanen. Istilah useuha dalam bahasa Indonesia bermakna usaha. Maksudnya setelah hutan dibuka dan tanahnya digarap hingga memperoleh hasil tanaman muda, usaha atas tanah dilanjutkan terus. Tanahnya tidak ditinggalkan terlantar tetapi digarap kembali dengan cara yang lebih intensif. Jadi hak useuha adalah suatu hak perseorangan atas tanah yang diperoleh karena adanya kelanjutan usaha yang lebih intensif setelah hak chah rimba. Dengan perkataan lain hak useuha adalah peningkatan lebih lanjut atas hak chah rimba. Cara peningkatan lebih lanjut oleh penggarap dilakukan dengan mengerjakan kembali lahan garapannya setelah panen padi selesai. Mulanya batas tanah ditertibkan kembali, bila perlu dipagar dengan kawat berduri. Parit-parit disekitar tanah digali, sehingga batas-batas tanah dapat dengan jelas kelihatan. Mengenai jenis usaha yang dijalankan atas tanah sebagai tindakan lanjutan sangatlah tergantung pada keadaan alam dan situasi tanah. Tinggi rendah tanah, kadar air dan keadaan pasang surut menentukan usaha lanjutan penggarap. Sepanjang pengamatan yang dilakukan pada tanah bukit dan tanah gunung di Mukim Tungkop Kecamatan Sungai Mas Kabupaten Aceh Barat, para penggarap di daerah tersebut menanam padi padee ladang ataupun jagung, serta umbi-umbian. Penggunaan lahan pertanian kering dengan tetap dan teratur secara terus menerus oleh seorang pembuka hutan pertama ureung chah rimba dapat menimbulkan peningkatan hak atas tanah, yakni dari hak chah rimba menjadi hak useuha. Hal ini bisa dimengerti, karena lahan pertanian kering pada tanah bukit dan tanah gunung sudah diperlakukan sebagai sawah. Universitas Sumatera Utara Luas tanah sawah yang tidak memadai, mengakibatkan lahan pertanian ladang dipakai sebagai pengganti sawah. Pengamatan di Mukim Krueng Sabee Kabupaten Aceh Jaya, dan Mukim Tungkop Kecamatan Sungai Mas di Kabupaten Aceh Barat terlihat begitu banyak lahan ladang yang diperuntukkan sebagai tempat bercocok tanam padi, sebagai pengganti sawah. Perbedaannya hanya terletak pada jangka waktu, penanaman sawah dapat dilakukan setiap tahun sedangkan penanaman ladang hanya dapat dilakukan setiap 3 atau 4 tahun sekali. Membiarkan tanah sawah selama 3 atau 4 bulan setelah panen sambil menunggu musim tanam berikutnya sama artinya dengan membiarkan tanah ladang selama 3 sampai 4 tahun untuk mengembalikan kesuburan tanah agar dapat ditanami padi kembali. 325 Membiarkan ladang selama 3 atau 4 tahun bukanlah berarti ditelantarkan, tetapi untuk mengembalikan kesuburan tanah. Sementara menunggu masa tersebut, para peladang yang bersangkutan membuka lahan lain dengan hak dong tanoh yang baru. Inilah salah satu penyebab terjadinya ladang berpindah di dalam masyarakat Aceh. Sementara itu sebahagian petani warga masyarakat yang membuka hutan di tanah rendah atau rawa, maka sebagai kelanjutan usahanya setelah mengambil hasil panen yang pertama menggarap kembali tanahnya menjadi sawah basah atau umong paya. Untuk mempertegas hak useuha penggarap atas lahannya tersebut, maka batas-batas tanah diperjelas dengan mengubah tanggul-tanggul darurat menjadi pematang yang permanen. Hal ini dimaksudkan supaya sejumlah air yang diperlukan untuk mengairi sawah tersebut dapat ditampung. Masa sekarang, hampir semua warga masyarakat penggarap yang membuka hutan di Kecamatan Gempang dan Mane Kabupaten Pidie serta di Mukim Layan dan Mukim Tungkop di 325 Tgk Rasyid, mantan Imum Mukim Kreung Sabee, wawancara, 25 Juni 2007. Universitas Sumatera Utara Kecamatan Sungai Mas Kabupaten Aceh Barat, setelah membuka hutan dan mengambil hasil panen yang pertama langsung mengolah kembali tanah ladangnya. Pagar-pagar dibangun lebih kuat terbuat dari pancangan pohon berukuran sedang, kira-kira berdiameter 10 sentimeter serta dililiti kawat berduri. Seringkali pula pohon untuk pagar adalah pohon hidup, yaitu pohon kuda- kuda bak kerundoeng. Dengan pemagaran tersebut, maka batas-batas tanahnya cukup jelas kelihatan. Tanahnya dicangkul atau ditraktor dengan maksud pengolahan yang lebih intensif. 326 Pengusahaan atau pemeliharaan terhadap bibit tanaman keras yang baru ditanami dilakukan dengan penuh perhatian dan ketekunan. Biasanya, selama masa perawatan intensif, pihak penggarap berserta keluarganya untuk sementara waktu bertempat tinggal di kebun tersebut, dan mereka baru kembali kerumahnya setelah tanamannya dewasa atau sudah terlepas dari gangguan penyakit. Suatu usaha garapan tanah lanjutan chah rimba dipandang berhasil, apabila telah tumbuh dewasa atau telah menghasilkan secara tetap berbunga atau berbuah tanaman-tanaman keras di dalam kebunnya. Umpamanya pada tanah gunung dan tanah bukit yang digarap menjadi kebun tanaman keras, tanaman kerasnya sudah dewasa dan telah menghasilkan bungabuah. Dalam hal yang telah menghasilkan ini maka terjadi pula perubahan sebutan, yaitu dari ladang menjadi lampoeh. Dalam perspektif Hukum Adat Aceh, hak useuha atas lampoeh selanjutnya dapat menjadi objek kekayaan berupa benda tetap yang berharga dan bernilai tinggi, yang dalam masyarakat Aceh disebut dengan boinah. 326 Wawancara dengan ; 1 Tgk Saman Amin, mantan Imeum Mukim Mane, Pidie, 2 Hasan Basri, keuchik Gampong Keuneu Kec. Gempang, Pidie, 3 Tgk Umar Wahab, Imeum Mukim Tungkop, Kec. Sungai Mas, Aceh Barat, 4 Muslem, Keuchik Gampong Kajeung, Kec. Sungai Mas, Aceh Barat pada tanggal 12‐15 Oktober 2008. Universitas Sumatera Utara Boinah merupakan suatu hasil usaha yang telah menjadi barang yang tidak mudah hilang kembali. Boinah dan tanah melekat, sehingga sulit memisahkannya. Boinah merupakan benda barang dan hak yang dapat diwariskan. Jikalau boinah diwariskan kepada keturunan atau kepada para ahli waris, maka hak useuha atas tanah pun turut diwariskan. Dengan perkataan lain hak useuha atas tanah masyarakat hukum dapat turun temurun, atau telah dapat dialihkan kepada orang lain dengan imbalan sejumlah ganto peunayah. Untuk dapat dikatakan berhasilnya suatu usaha atas tanah, tidak cukup hanya dengan ukuran telah berubahnya situasi tanah, tetapi juga objek usaha sudah menghasilkan secara tetap. Umpamanya tanah rawa yang digarap menjadi sawah setiap tahun sudah dapat ditanami dan menghasilkan padi. Pada tanah gunung dan tanah bukit yang digarap menjadi kebun tanaman keras, tanaman kerasnya sudah dewasa dan telah menghasilkan bungabuah. Keberhasilan yang dicapai penggarap dengan usahanya modal dan tenaga terhadap tanah tersebut, sehingga tanah menjadi lebih berguna dan lebih berharga, serta terjadi pula perubahan identitas, yaitu ladang menjadi lampoeh. Pada umumnya, pewarisan boinah kepada generasi lanjutannya mengakibatkan berubahnya status hak atas tanah yakni dari hak useuha menjadi hak milek. Perubahan status hak atas tanah ini dapat terlihat pada saat upacara pembagian harta peninggalan. Hak useuha atas tanah masyarakat akan menjadi gugur apabila tanahnya ditinggalkan dalam waktu yang lama. Lamanya ditinggalkan tanpa berakibat keadaan tanahnya menjadi berubah. Perubahan keadaan ini dalam ungkapan hukum adat Aceh, yaitu asai bak glee jiwou keu glee, asai bak rimba jiwou keu rimba. Dengan perkataan lain, tanah hak useuha telah kembali kepada alam liar seperti sedia kala. Universitas Sumatera Utara Hak useuha atas tanah dapat beralih ataupun dialihkan kepada pihak lain. Pengalihan hak useuha atas tanah kepada pihak lain dilakukan dengan transaksi tanah yang disebut dengan ganti rugi atau ganto peunayah. Transaksi gantoue peunayah terhadap tanah yang berstatus hak chah rimba cukup dilakukan secara lisan antara para pihak, tetapi pada transaksi tanah yang berstatus hak useuha dilakukan secara tertulis dengan memakai surat keterangan ganti kerugian dengan melibatkan keuchik dan imeum mukim sebagai saksi. Kadangkala surat traksaksi jual beli gantoe penayah tersebut juga dibuat oleh camat selaku pejabat pembuat akta tanah. Pengakuan pengalihan hak oleh fungsionaris gampong, mukim dan camat, berarti pengakuan pula tentang adanya hak penggarap yang sudah berlebih dahulu dipegangnya, yakni hak useuha, sebagai sejenis hak perseorangan atas tanah gampong sebagai tanah masyarakat hukum adat gampong.

4. Hak Milek