commit to user
164 dilakukan oleh Roy Ouyang dalam Javier Munõs-Basols, 2008 dikemukakan
bahwa … humor based on sounds seems to be the most difficult to translate.
Finding a similar homophonous pair of English words to convey a pun could seldom occur. According to contemporary translation theory, if a
certain piece of linguistic humor is not very informative, adaptation may be applied to help to reproduce the humorous effect in the target language
…
Pernyataan tersebut tidak hanya berlaku pada penerjemahan humor saja, tetapi berlaku juga untuk penerjemahan wordplay secara umum. Dia menyatakan
bahwa dalam penerjemahan teks yang bersifat sound-based, teknik adaptasi bisa diterapkan untuk menghasilkan terjemahan yang memiliki nuansa efek yang sama
dengan teks bahasa sumbernya. Penggunaan teknik adaptasi secara tunggal untuk menghasilkan
terjemahan wordplay yang benar-benar sepadan memang hanya sedikit dijumpai. Namun jika digabungkan dengan teknik lain, adaptasi bisa menghasilkan
terjemahan yang memiliki derajat kesepadanan yang tinggi. Hal ini akan dibahas lebih lanjut pada bagian lain.
4. Teknik Pinjaman Borrowing
Teknik borrowing terbukti menghasilkan terjemahan yang berderajat kesepadanan tinggi. Dari 15 lima belas kasus, 14 diantaranya menghasilkan
terjemahan dengan derajat kesepadanan tinggi. Adapun jenis dan fungsi wordplay yang berhasil diterjemahkan dengan derajat tinggi antara lain PARJOK 1 kasus,
ONSJOK 1, ETYSER 2, REPSER 2, SOUJOK 1, ETY-SOUSER 1, dan ETYJOK 5. Adapun dua wordplay yang yang diterjemahkan secara partly
commit to user
165 equivalent adalah dengan pola ETYJOK 2. Fenomena yang cukup menarik, ada
5 lima wordplay dengan pola ETYJOK diterjemahkan dengan derajat tinggi dan 2 dua lainnya diterjemahkan dengan derajat sedang derajat 2. Hal ini
menunjukkan wordplay dengan bentuk dan fungsi yang sama diterjemahkan dengan teknik yang sama, namun menghasilkan derajat kesepadanan yang
berbeda. Dengan fakta seperti ini tampak bahwa teknik yang sama tidak selalu bisa digunakan untuk menerjemahkan bentuk dan fungsi wordplay yang sama.
Dua data di bawah ini setidaknya menunjukkan fenomena tersebut. BSu:
THE HOOF OF A MANTICORE
BSa: KUKU MANTICORE
Kode: ETYJOKBORR3145 BSu:
SIX OUNCES OF SPRUNGE FROM A YOUNG SLIMESCRAPER BSa:
ENAM ONS LUDAH SLIMESCRAPER MUDA Kode: ETYJOKBORR2D151
Sekilas kedua data tersebut menghasilkan terjemahan yang sama. Yang membedakan
kedua data
di atas
adalah bahwa
data pertama
ETYJOKBORR3145 menghasilkan makna, bentuk dan fungsi wordplay yang sama dengan aslinya ETYJOK. Sebaliknya data kedua ETYJOKBORR2D
151, meskipun makna dan bentuk wordplay sama, menghasilkan fungsi wordplay yang berbeda. Efek joke yang dibangun oleh bahasa sumber tidak terasa dalam
bahasa sasaran. Oleh karenanya kedua data tersebut memiliki derajat kesepadanan yang berbeda.
Jika dilihat dari bentuk wordplay yang diterjemahkan dengan teknik borrowing, sebagian besar diantaranya merupakan wordplay yang berbentuk
etymological puns. Beberapa diantaranya merupakan proper nouns dan nama binatang, seperti Shuckworth, Shanks, Showler, Wizard of Oz, Chu-On-Dat,
commit to user
166 Showlworth, Shucks, Shankler, Shankworth, Show, Shuckler, Wonka-Vite,
MANTICORE, WHIFFLE-BIRD,
COCKATRICE, PROGHOPPER,
dan dendrochronologist. Nama-nama tersebut, dan juga nama-nama tokoh yang lain,
tetap dipertahankan apa adanya dalam teks bahasa sasaran. Dengan demikian kesepadanan dalam makna, bentuk dan fungsi tetap bisa dipertahankan.
Ada kecenderungan beberapa karya sastra terjemahan mempertahankan nama atau proper nouns. Beberapa penelitian menunjukkan fenomena tersebut.
Misalnya dalam terjemahan Alice in Wonderland. Christiane Nord 2003 menyebutkan bahwa dalam beberapa versi bahasa nama-nama tokoh dalam cerita
tersebut dipertahankan, meski ada beberapa versi bahasa sasaran yang melakukan adaptasi. Berikut ini hasil temuan Nord.
Tabel 10. Contoh Penerjemahan Proper Nouns dalam Alice in Wonderland ke
Berbagai Bahasa di Dunia Nord, 2003
EN DE-
BUB DE-
ENZ DE-
REM DE-
TEU ES
BR FR
IT Alice
Alice Alice
Alice Alice
Alicia Alice
Alice Alice
Dinah Dina
Suse Dina
Dina Dina
Mimi Dinah
Dinah
Ada Ada
Ada Ada
Ada Ada
Mariana Ada Ada
Mabel Mabel Mabel Mabel Mabel Mabel
Elisa Mabel
Mabel
Mary Ann
Mary Ann
Marie Mary Ann
Mari- Anne
Mariana Ana Maria
Marie- Anne
Mary Ann
Catatan: cetak miring dibuat oleh peneliti untuk menunjukkan perbedaan nama dengan versi aslinya.
Tampak dari fenomena tersebut adanya upaya untuk mempertahankan nama-nama tokoh dalam cerita dan adaptasi di beberapa negara. Beberapa
adaptasi menunjukkan kecenderungan mempertahankan kemiripan bunyi, sementara ada juga adaptasi yang jauh dari nama aslinya, seperti Dinah menjadi
Suse dan Mimi, Ada menjadi Mariana, Mabel menjadi Elisa. Adaptasi yang paling
commit to user
167 menonjol tampak pada versi BR yang mengadaptasi Ada menjadi Mariana
padahal ada tokoh yang bernama Ana Maria yang berasal dari Mary Ann yang mirip nama tokoh Mary Ann dalam versi aslinya. Juga muncul nama Elisa yang
merupakan adaptasi dari nama tokoh Mabel. Nama Elisa tentunya cukup dekat dengan Alice. Tokoh Mariana versi BR sama dengan tokoh Mariana versi ES.
Keduanya merujuk pada tokoh yang berbeda dalam versi aslinya. Perdebatan untuk mempertahankan atau mengadaptasi proper noun ini
sudah berlangsung lama. Dengan orientasi yang berbeda, pendapat juga akan berbeda. Mempertahankan nama tokoh atau nama tempat berarti mempertahankan
aspek budaya bahasa sumber dan memberikan penanda asal budaya teks bahasa sumber. Nord 2003 menekankan bahwa “In some cultures, there is the
convention that fictional proper names can serve as ‘culture markers’, i.e., they implicitly indicate to which culture the character belongs”. Lebih lanjut Nord
menyatakan: Unlike generic nouns, proper names are mono-referential, but they are
by no means mono-functional. Their main function is to identify an individual referent. It has often been claimed that proper names lack
descriptive meaning: An ordinary personal name is, roughly, a word, used referringly, of which the use is not dictated by any descriptive
meaning the word may have. Strawson 1971: 23 In the real world, proper names may be non-descriptive, but they are obviously not non-
informative: If we are familiar with the culture in question, a proper name can tell us whether the referent is a female or male person Alice –
Bill, maybe even about their age some people name their new-born child after a pop star or a character of a film that happens to be en
vogue or their geographical origin within the same language community e.g., surnames like McPherson or O’Connor, a first name
like Pat or from another country, a pet there are “typical” names for dogs, cats, horses, canaries, etc., like Pussy or Fury, a place Mount
Everest, etc. Such indicators may lead us astray in real life, but they can be assumed to be intentional in fiction. Garis bawah dari peneliti.
commit to user
168 Namun pada kesempatan lain Nord 2003 juga menyatakan bahwa ‘To
find a name for their fictional characters, authors [and translators] can draw on the whole repertoire of names existing in their culture, and they can invent new,
fantastic, absurd or descriptive names for the characters they create. ...’. Ini berarti bahwa penerjemah juga bisa ‘membuat’ karakter sesuai dengan budaya
bahasa sasaran. Munos-Basols 2008: 258, setelah mengutip pernyataan Nord tersebut, memberikan contoh mengenai adaptasi proper nouns dalam terjemahan
novel With Love from Spain, Melanie Martin sebagai berikut.
Source Language
DogDog Hedgehog
Hedgie Flappy Happy
Target Language
GuauGuau Espinete
Espi Pinguino Rufino
Ia menerjemahkan ’Dog’ dengan onomatopi bunyi anjing dalam bahasa Spanyol menjadi ’GuauGuau’ yang juga merupakan panggilan bagi anjing yang
dilakukan oleh anak-anak dalam bahasa sasaran. Ini mirip dengan anak-anak Indonesia yang menyebut anjing dengan ’gukguk’. Berikutnya ia menggunakan
nama ’Espinete’ yang merupakan tokoh dalam Barrio Sesamo Sesame Street di Amerika untuk menerjemahkan ’Hedgehog’. Penggunaan ’Espinete’ dianggap
sesuai untuk anak-anak pembaca bahasa sasaran karena nama tersebut merupakan nama hedgehog dalam bahasa sasaran.
Yang penting dalam kasus ini adalah bahwa nama tokoh bisa saja diubah sesuai dengan budaya bahasa sasaran. Namun dalam temuan penelitian, semua
nama tokoh dalam novel Charlie and the Great Glass Elevator tidak berubah, bahkan sapaan seperti Grandma atau Grandpa juga tidak berubah. Ini menjadi
commit to user
169 indikasi bahwa teks bahasa sasaran berusaha mendekatkan pembaca teks bahasa
sasaran dengan budaya teks bahasa sumber. Hal ini juga terjadi pada beberapa karya sastra asing yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, sebut saja
Harry Poter, dan Ms Wizz.
5. Teknik Gabungan