commit to user
16 menuntun anak dalam pembelajaran kesadaran bahwa manusia adalah sejajar dan
dalam pembentukan karakter anak.
B. Sastra Anak Terjemahan
Tidak jarang masalah usia ditanyakan dalam kehidupan bermasyarakat. Hal ini dilakukan karena usia sering digunakan untuk memberikan batasan kapan
seseorang boleh mulai melakukan suatu aktivitas, misalnya nonton, merokok, menikah, memberikan suara dalam pemilu, masuk sekolah, pensiun, dan lain-lain.
Dalam hal ini usia menjadi faktor penting yang mengklasifikasikan status sosial seseorang.
Untuk menunjukkan betapa penting peran usia dalam kategorisasi masyarakat, Peccei dalam Thomas, et al. 2004: 118 memberikan beberapa frasa
yang diacak dan meminta respondennya untuk menyusunnya dengan baik. Beberapa frasa itu adalah sebagai berikut.
a intelligent woman the old
b singer the teenage attractive
c dishonest man young the
d middle-aged the nurse kind
Sebagian besar menyusunnya menjadi: a
the intelligent old woman b
the attractive teenage singer c
the dishonest young man d
the kind middle-aged nurse
Deskripsi usia secara umum lebih dekat pada noun head dari setiap frasa. Dalam bahasa Inggris ada kecenderungan untuk menempatkan sifat yang paling
defining atau classifying pada posisi yang paling dekat dengan noun head. Jadi
commit to user
17 secara alami, usia, dalam hal ini, dianggap sebagai sesuatu yang paling defining
dan ini berarti usia memiliki peran yang penting dalam kategorisasi sosial. Meskipun kata sifat lain dalam contoh-contoh di atas memiliki peran
penting dalam masyarakat kita, namun dianggap tidak lebih penting daripada usia. Turner dalam Thomas et al., 2004 menambahkan bahwa frasa ‘the old intelligent
woman’ terasa aneh karena selain melanggar aturan grammar juga tidak merefleksikan habitual way of thinking masyarakatnya.
Cerita dalam bahasa Inggris dan dalam bahasa Indonesia, misalnya, tidak hanya berbeda dalam hal bahasa yang digunakan, tetapi keduanya juga
merepresentasikan budaya yang berbeda. Konsekuensinya, menerjemahkan jenis teks ini tidak hanya sekedar memperhatikan bahasanya saja, melainkan juga harus
memberikan perhatian pada nilai-nilai sosial budaya yang terlibat di dalamnya. Lebih dari itu, melalui sastra kompetensi kebahasaan anak bisa mulai ditanamkan.
Bahkan gagasan tentang kompetensi kebahasaan anak telah diperluas tidak hanya pada tataran grammar, phonology, dan lexicon. Coates 1993: 143 menyatakan:
... a knowledge of grammar, phonology, and lexicon is not enough – it does not make a child competent; children need to master not only the
formal rules of language, but also rules for the appropriate use of language. Linguistic competence is now taken to include knowledge of
cultural norms of spoken interaction.
Oleh karena itu, teks untuk anak tidak selalu mengajarkan bahasa saja, namun juga menghadirkan nuansa budaya dan bagaimana bahasa digunakan untuk
berkomunikasi. Dengan demikian akan ada banyak aspek yang muncul dalam setiap sastra anak. John Stephens 1992: 3 menyatakan:
Stereotypical sexual, racial and class attitudes, with concomitant social practices, have long been implicit inscribed in this way. Because ideology
is thus present as an implicit secondary meaning at two levels, fiction must
commit to user
18 be regarded as a special site for ideological effect, with a potentially
powerful capacity for shaping audience attitudes.
Akhirnya, sudah menjadi sesuatu yang wajar apabila cerita anak sering digunakan untuk menanamkan suatu sikap terhadap diri anak-anak. Ideologi
menjadi lebih mudah merasuk dalam diri anak melalui cerita. Orang dewasa sebagai pembuat teks memiliki kuasa penuh dalam pembentukan sikap. Dengan
demikian, perlu kiranya bagi kita untuk mencermati ideologi yang terdapat dalam teks anak terutama teks anak terjemahan yang memungkinkan masuknya ideologi
asing. Tidak selamanya ideologi asing bersifat negatif. Bahkan dengan mengenalkan budaya asing kepada anak-anak bisa bermakna positif pada
pembentukan cultural awareness. Dalam contoh pada Tabel 1 tampak adanya teknik borrowing dengan
penyesuaian bunyi, yaitu pada kata ’hippi’ yang merupakan padanan dari kata ’hippy’ pada teks bahasa sumber BSu. Dengan teknik ini teknik ini sering
muncul dalam teks BSa, bisa ditelusuri bahwa ada kecenderungan penerjemah menggunakan kata serapan atau pinjaman. Kecenderungan ini mengarah pada
metode yang secara makro diterapkan dalam teks BSa.
Tabel 1. Contoh Terjemahan dalam Sastra Anak diambil dari novel Ms Wizz
Spells Troubles
No. Source Expression
Target Expression
1 Others said she was a hippy. 69
Yang lain berkata, ia wanita hippi. 5 2
”Well,” said Ms Wiz, ”I’m not a Mrs because I’m not married, thank
goodness, and I’m not Miss because I think Miss sounds silly
for a grown woman, don’t you?” ”Yah,” Ms wiz berkata, ”Aku bukan
Mrs atau nyonya, karena aku tidak menikah, untunglah Dan aku bukan
Miss, nona, karena kurasa Miss kedengaran
konyol bagi
wanita dewasa, betul, kan?” 8
commit to user
19 Newmark berpendapat apabila seorang penerjemah menggunakan metode
yang berada di sebelah kiri lihat diagram V Newmark pada gambar 1, bisa dikatakan bahwa penerjemah tersebut memiliki ideologi foreignisasi.
Word-for-word translation Adaptation
Literal translation Free translation
Faithful translation Idiomatic translation
Semantic translation Communicative translation
Gambar 1. Diagram V yang dikembangkan oleh Newmark Newmark, 1988: 45
Hal ini juga tampak pada contoh 2, yaitu pada kata ’Mrs’ dan ’Miss’. Sedikit berbeda, teknik serupa pada contoh 2 diikuti dengan teknik penambahan
kata ‘nyonya’ dan ‘nona’. Penambahan ini tentu menimbulkan pengaruh. Contoh 1, yang tidak memberikan tambahan informasi pada kata ’hippi’, berpotensi
menimbulkan masalah bagi pembaca. Sementara, pada data 2 masalah tersebut bisa dieliminasi.
Penggunaan kata ‘hippi’, ’Mrs’, ’Miss’, dan ’Ms’ pada teks BSa menunjukkan adanya upaya penerjemah untuk menghadirkan dan mengenalkan
budaya bahasa sumber kepada pembaca teks BSa. Karena penerjemah juga mempertahankan hadirnya aspek budaya BSu dalam terjemahannya, setia pada
bahasa sumber, tidak bisa dihindarkan bahwa penerjemah juga mempertahankan ideologi dalam discourse penulis aslinya.
Penggunaan kata ‘hippy’ dalam BSu kemungkinan tidak selalu dipahami oleh pembaca teks BSu yang masih anak-anak sebagai target reader dari teks
BSu, apalagi oleh pembaca teks BSa. Hal ini mengisyaratkan adanya keinginan penulis untuk menempatkan pembaca anak-anak pada posisi yang sejajar dengan
orang dewasa. Terlebih, penulis tidak memberikan deskripsi atau penjelasan atas kata tersebut sehingga lebih jelas bagi pembaca.
commit to user
20 Kesetaraan posisi penulis-pembaca mengarah pada kesetaraan posisi orang
dewasa-anak yang berimplikasi pada pandangan bahwa pembaca anak-anak bukan lagi pembaca yang inferior. Tidak ada hubungan superior-inferior antara penulis-
pembaca. Dengan kata lain, penulis dan pembaca atau orang dewasa dan anak- anak memiliki power yang sama.
Teks BSu pada contoh 2 sebenarnya mengarah pada hal yang sama. Penulis berusaha memunculkan kesan bahwa anak-anak juga memiliki hak untuk
mengetahui pilihan hidup orang dewasa. Akan tetapi, power relation ini menjadi sedikit terkaburkan karena penerjemah menambahkan kata ‘nyonya’ dan ‘nona’.
Penambahan ini menunjukkan bahwa penerjemah merasa tidak yakin bahwa pembaca anak-anak dalam bahasa sasaran bisa membedakan kata ‘Mrs’ dan
‘Miss’, sehingga penerjemah merasa penting untuk memunculkan kata ‘nyonya’ dan ‘nona’. Akibatnya, tampak bahwa penerjemah menganggap pembaca anak-
anak inferior dan tidak tahu banyak tentang istilah tersebut. Meskipun demikian, ‘gender equity’ yang dimunculkan oleh penulis asli masih bisa dipertahankan
dalam teks BSa. Teks BSu dan BSa sama-sama mengajak anak-anak untuk membedakan istilah Mrs, Miss, dan Ms.
C. Teori Penerjemahan