172
tanpa alasan yang jelas. Akibatnya, ketika peraturan daerah tersebut ditetapkan banyak protes dan resistensi muncul dari
berbagai kelompok masyarakat. Masalah lain adalah kecenderungan Perda dibuat untuk
mencapai tujuan yang sempit dan jangka pendek. Banyak Perda terkait dengan pajak dan retribusi yang dibuat oleh daerah
cenderung memperburuk iklim investasi, karena tidak ramah terhadap investasi dan menciptakan ekonomi biaya tinggi. Dalam
menyikapi Perda seperti ini Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebenarnya telah memiliki pengaturan tentang kewenangan
pemerintah untuk membatalkan Perda yang dinilai bertentangan dengan
kepentingan umum
dan bertentangan
dengan perundangan yang yang lebih tinggi. Namun mekanismenya terlalu
rumit sebab pembatalan Perda harus dengan Peraturan Presiden dan dibatasi waktu 60 enam puluh hari.
4.8.3 Analisis
Banyak studi menunjukan bahwa keterbatasan dalam memahami kedudukan produk hukum daerah dalam konteks peraturan
perundang-undangan, orientasi pada kepentingan yang sempit dan berjangka pendek, dan
kegagalan memahami kepentingan umum sering membuat produk hukum daerah, seperti Perda,
gagal memenuhi azas pembentukan Perda. Konflik antar susunan pemerintahan sering terjadi karena Perda dan peraturan kepala
daerah bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi. Bahkan, tidak jarang kasus pertentangan antar produk hukum daerah
dengan produk hukum yang lebih tinggi ini menyeret pejabat daerah ke pengadilan. Kontroversi juga banyak terjadi di daerah
sebagai akibat dari ketidakpuasan pemangku kepentingan di daerah terhadap Perda. Demonstrasi dan protes dari berbagai
173
kelompok kepentingan di daerah yang menuntut pencabutan Perda dan peraturan kepala daerah sering terjadi di banyak
daerah. Dalam mengatasi persoalan yang muncul terkait dengan
Perda yang
dinilai merugikan
kepentingan umum
atau bertentangan dengan peraturan perundangan yang lebih tinggi,
ada dua pilihan yang tersedia yaitu: executive review atau judicial review. Argumentasi dari pilihan yang pertama adalah bahwa
dalam negara kesatuan daerah memperoleh kewenangan sebagai akibat dari penyerahan kewenangan yang diberikan oleh Presiden
sebagai kepala pemerintahan. Karena itu pemerintah berhak menilai apakah daerah telah menggunakan kewenangan yang
diberikannya sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang- undang.
Sedangkan argumentasi dari pilihan kedua adalah bahwa Perda adalah produk hukum yang dikeluarkan oleh lembaga
legislatif daerah,
18
karenanya tidak dapat dibatalkan dengan mudah oleh Pemerintah Pusat.
Walaupun daerah menerima pelimpahan kewenangan dari pemerintah mereka dapat juga
melakukan judicial review jika keberatan terhadap tindakan yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat yang membatalkan Perda yang
dibentuknya. Perdebatan tentang bentuk pengawasan terhadap Perda
tentu menambah kerumitan dari masalah yang dihadapi sekarang ini dalam pembentukan peraturan daerah. Pengalaman selama ini
dengan menerapkan executive review Pemerintah Pusat masih kesulitan mengendalikan pembentukan peraturan yang dinilai
merugikan kepentingan umum. Salah satunya karena pencabutan
18
Kontroversi tentang kedudukan DPRD sebagai lembaga legislatif daerah atau sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah dapat dibaca dalam bab tentang DPRD.
174
Perda menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 dilakukan dengan Peraturan Presiden. Persoalan menjadi semakin rumit dan
kompleks karena
jumlah Perda
yang bertentangan
dengan peraturan yang lebih tinggi atau bertentangan dengan kepentingan
umum tiap tahunnya dapat berjumlah ribuan. Sebagai ilustrasi, pada tahun 2008 Direktorat Jendral
Perimbangan Keuangan Daerah telah mengevaluasi lebih dari 7200
peraturan dan
rencana peraturan
daerah dan
merekomendasi 2000 perda tentang pajak dan retribusi untuk dicabut karena merugikan kepentingan umum atau bertentangan
dengan peraturan yang lebih tinggi.
19
Kementerian Dalam Negeri, dari 1999-Maret 2006 telah membatalkan 506 peraturan daerah
dan menilai 393 Perda lainnya sebagai layak dibatalkan.
20
Melihat banyaknya
kasus penerbitan
Perda yang
dinilai melanggar
kepentingan umum maka pengaturan pencabutan Perda yang bermasalah perlu dibuat lebih sederhana, efisien, dan tanpa
mengurangi hak-hak daerah untuk membuat produk hukum yang dibutuhkan untuk penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah.
Untuk mencegah agar Perda dan peraturan kepala daerah tidak bertentangan dengan peraturan dan perundangan yang lebih
tinggi maka
pemberdayaan pemerintahan
daerah melalui
peningkatan kapasitas pembentukan peraturan daerah perlu dilakukan. Peningkatan kapasitas teknis pemerintahan daerah
dalam memahami materi kewenangan yang dimilikinya rationae materie, wilayah wewenangnya rationae locus, tenggang waktu
19
Data yang diperoleh dari Departemen Keuangan, sampai Desember 2006 terdapat 9.617 Perda yang terkait dengan perizinan, pajak dan retribusi di daerah. Dari sejumlah
itu Departemen Keuangan sudah merekomendasikan kepada Departemen Dalam Negeri untuk membatalkan 895 Perda yang terkait dengan pajak dan retribusi. Dari jumlah ini
sampai akhir tahun 2007 sejumlah 761 perda telah dibatalkan.
20
http:www.depdagri.go.idkonten.php?nama=Beritaop=searchquery=pembatalan2 0perda
175
kewenangannya rationae
temporis, dan
prosedur pembentukannya.
Sebagaimana ditemukan
dalam berbagai
penelitian, kepala daerah dan anggota DPRD yang berwenang untuk secara bersama-sama membentuk
Perda sering tidak memahami berbagai masalah teknis dalam pembentukan Perda
dan peraturan kepala daerah. Karena itu penguatan kapasitas teknis
dapat menjadi
salah satu
cara untuk
mengurangi kesalahan dalam pembentukan Perda dan peraturan kepala
daerah. Dalam menyelesaikan persoalan terkait dengan banyaknya
Perda yang bermasalah, Pemerintah Pusat dapat menggunakan asas preventif dan asas represif. Perda yang terkait dengan
kepentingan umum dan dampak dari kesalahan dalam Perda langsung dirasakan oleh masyarakat dan ketika kerusakan terjadi
tidak mudah dikembalikan, seperti antara lain: Perda tentang pajak dan retribusi, tata ruang, dan APBD maka asas preventif
dapat diberlakukan. Sedang untuk Perda daerah lainnya asas represif lebih cocok untuk diterapkan karena lebih efisien, mudah,
dan akuntabel.
Mengingat banyaknya
kasus Perda
yang bermasalah yang tidak mungkin diselesaikan dengan peraturan
presiden maka
undang-undang pemerintahan
daerah dapat
membuat pengaturan yang lebih sederhana dengan melimpahkan kewenangan
Presiden dalam
pengendalian peraturan
daerah kepada Menteri Dalam Negeri untuk peraturan daerah provinsi
dan gubernur untuk peraturan daerah kabupatenkota.
4.8.4 Usulan Perubahan