88
menyeluruh daya dukung sosial, politik, ekonomi dan aspek geostrategik lainnya yang penting dalam pengembangan daerah
otonom dalam konteks NKRI.
4.2.2 Identifikasi Permasalahan
Pembentukan DOB, melalui pemekaran, menjadi wacana publik yang menarik karena meluasnya dampak negatif dari pemekaran
baik bagi daerah induk maupun DOB. Walaupun demikian, kegiatan pemekaran tampaknya akan terus berjalan, sebagaimana
tampak dari masih banyaknya usulan pembentukan daerah otonom baru yang sekarang ini masih dibicarakan di DPR.
Pemerintah Pusat bersama DPR sudah menyetujui ratusan daerah baru. Walaupun banyak dari DOB tersebut belum memenuhi
syarat namun dinyatakan memenuhi syarat dan tetap disahkan menjadi DOB, karena pertimbangan-pertimbangan politik dan
lainnya. Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 sampai sekarang sudah ada 205 DOB dan kalau mekanisme
seperti sekarang masih tetap dipakai, ada ratusan calon DOB akan menyusul untuk disahkan.
Munculnya banyak DOB dalam waktu yang singkat memiliki implikasi yang sangat luas, baik bagi Pemerintah Pusat, daerah
induk, dan DOB itu sendiri. Banyak kajian menunjukan bahwa sebagian besar pemekaran berakibat negatif bagi masyarakat
yang tinggal di daerah induk maupun bagi mereka yang tinggal di daerah baru. Bagi daerah induk, masyarakat seringkali harus
membayar biaya
pemerintahan yang
lebih besar
karena berkurangnya penduduk dan wilayah dari daerah induk seringkali
tidak berakibat pada pengurangan biaya pemerintahan. Biaya pegawai dan operasional dari pemerintah di daerah induk tidak
berkurang walaupun jumlah wilayah dan pegawai yang mereka
89
tanggung menjadi semakin kecil. Berkurangnya jumlah wilayah dan penduduk, karena menjadi bagian dari daerah otonom baru,
mestinya harus diikuti dengan berkurangnya anggaran untuk birokrasi dan aparatur dan bertambahnya biaya untuk kegiatan
pembangunan dan pelayanan publik. Namun, sering hal itu tidak terjadi.
Akibatnya, masyarakat
harus membayar
biaya pemerintahan per kapita yang lebih besar.
2
Dalam bidang pelayanan publik, masyarakat di daerah otonom baru DOB juga cenderung tidak puas dengan pelayanan
publik yang diselenggarakan oleh DOB. Mereka menilai kualitas pelayanan
publik cenderung
menurun, sedangkan
motivasi mereka dengan memiliki daerah otonom sendiri umumnya adalah
karena ingin memperoleh akses dan kualitas pelayanan yang lebih baik. Hal inilah yang menyebabkan mengapa mereka cenderung
tidak puas terhadap kualitas pelayanan publik di DOB-nya. Tentu ada banyak penjelasan mengapa pembentukan DOB sering tidak
menghasilkan kualitas
pelayanan dan
penyelenggaraan pemerintahan
yang lebih
baik. Salah
satunya, karena
pembentukan DOB lebih didorong oleh kepentingan elit birokrasi dan politik yang ingin memperbesar akses mereka terhadap
sumberdaya kekuasaan daripada keinginan untuk memperbaiki akses dan kualitas pelayanan.
Kenyataan bahwa daerah induk sering kurang memberi dukungan kepada daerah baru sebagaimana dipersyaratkan oleh
peraturan perundangan
ikut memberi
kontribusi terhadap
kesulitan DOB untuk memenuhi kebutuhan pelayanan warganya. Apalagi ketika dalam proses pemekaran muncul masalah antara
daerah induk dengan daerah baru terkait dengan penguasaan
2
DSF, Cost and Benefits of New Region Creation in Indonesia, Policy Brief, November 2007
90
aset, sumber daya alam, dan batas-batas daerah yang rawan terhadap munculnya konflik antara daerah induk dengan daerah
baru membuat dukungan daerah induk terhadap DOB menjadi tidak lancar. Bahkan, hubungan antara daerah induk dengan
DOB yang tidak harmonis sering menjadi sumber konflik antara penduduk di kedua daerah itu. Ketidakjelasan peta, misalnya,
dapat menjadi sumber konflik antara penduduk kedua daerah yang kalau tidak dikelola dengan baik akan dapat memicu konflik
horizontal meluas,
3
apalagi kalau kedua daerah itu, daerah induk dan DOB, memiliki ciri-ciri primordial yang berbeda. Konflik dapat
meluas ke ranah yang lain dan semakin melebar dan merugikan masyarakat luas.
Ketidakjelasan peta daerah sering mendorong perebutan aset dan sumber daya alam antar masyarakat di daerah induk dengan
daerah baru. Konflik ini meluas karena pemekaran daerah pada tingkat provinsi dan kabupaten`juga mendorong pemekaran pada
tingkat yang lebih rendah, seperti pemekaran kecamatan dan kalurahandesa.
4
Persyaratan pembentukan daerah otonom baru yang
menentukan jumlah
minimal kabupatenkota
untuk pembentukan
provinsi dan
kecamatan untuk
pembentukan kabupatenkota telah mendorong terjadi pemekaran pada satuan
pemerintahan di tingkat bawah. Pemekaran pada tataran yang semakin rendah, memiliki potensi konflik horizontal yang semakin
tinggi terkait dengan semakin tidak tersedianya peta daerah yang jelas, yang membuat pembagian aset dan sumberdaya alam
menjadi semakin rumit. Konflik penguasaan aset dan sumberdaya alam
pada tingkat
bawah cenderung
menghasilkan konflik
horizontal yang keras, karena perselisihan aset, tanah, dan
3
Diskusi Tim Pakar bersama dengan komponen Departemen Dalam Negeri tgl Desember 2008 di Hotel Millenium, Jakarta
4
ibid
91
sumberdaya alam secara langsung berpengaruh bagi kehidupan mereka.
5
4.2.3 Analisis