91
sumberdaya alam secara langsung berpengaruh bagi kehidupan mereka.
5
4.2.3 Analisis
Pembentukan DOB secara masif dalam waktu yang relatif singkat telah melahirkan problema baru dalam pelaksanaan desentralisasi
di Indonesia. Biaya pemerintahan yang semakin mahal, konflik sosial dan horizontal yang seringkali muncul sebagai ekses dari
pembentukan DOB, dan proliferasi birokrasi secara spasial yang semakin tinggi mendorong berbagai pihak untuk secara kritis
memikirkan kembali format pembentukan DOB. Berbagai pihak bahkan mendorong untuk melakukan moratorium pembentukan
DOB, sambil memberi kesempatan kepada Pemerintah Pusat untuk menata ulang kebijakan pemekaran daerah agar kebijakan
baru nantinya benar-benar dapat mendorong reformasi teritorial yang mampu memperkokoh kebijakan desentralisasi dan dapat
mempercepat terwujudnya kesejahteraan rakyat. Untuk dapat merumuskan kebijakan yang tepat dan mampu
menjawab problema yang dihadapi Pemerintah Pusat dalam pembentukan DOB, beberapa penyebab dari meluasnya upaya
pengembangan DOB perlu dianalisis. Pertama, ketidakjelasan kerangka kebijakan yang mengatur pembentukan daerah otonom
baru. Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Paerah,
pembentukan DOB belum diatur secara jelas. Dasar hukum yang digunakan untuk mengatur pembentukan daerah otonom baru
selama ini adalah Peraturan Pemerintah Nomor 129 Tahun 2000, yang kemudian diperbaharui dengan Peraturan Pemerintah Nomor
78 Tahun 2007. Walaupun Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun
5
Wawancara Tim Peneliti MAP UGM dengan beberapa pemangku kepentingan di Seram dan Ruteng.
92
2007 sudah mengatur secara rinci prosedur, persyaratan, dan tata cara
pembentukan daerah
otonom, namun
kenyataaanya keberadaan
peraturan pemerintah
tersebut belum
mampu mengendalikan proses pembentukan DOB secara wajar. Salah
satunya karena kekuatan peraturan pemerintah tersebut ketika berbenturan dengan peraturan perundangan yang lebih tinggi
yang memberi ruang terjadinya pembentukan DOB, misalnya Undang-Undang Nomor 10
Tahun 2004 tentang Tata Cara
Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan. Karena
DOB dibentuk berdasarkan undang-undang, maka hak inisiatif dapat
berasal dari Presiden maupun DPR. Belakangan ini hampir semua usulan DOB merupakan hak inisiatif DPR. Dalam kondisi tersebut
maka Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007 menjadi tidak banyak artinya.
Kedua, besarnya
insentif yang
diterima oleh
berbagai pemangku kepentingan sebagai akibat dari pembentukan DOB.
Pembentukan DOB menciptakan begitu banyak insentif kepada multi-pihak.
Elit politik
di DPR
diuntungkan oleh
adanya pembentukan DOB melalui semakin banyaknya peluang bagi
partai politik untuk memiliki representasi yang semakin besar di daerah dan keuntungan pribadi yang mungkin diperoleh melalui
serangkaian aktivitas yang dilakukan dalam proses pembentukan DOB. Elit birokrasi dan politik di daerah juga diuntungkan dengan
tersedianya jabatan politik dan birokrasi baru yang terbuka bagi mereka. Masyarakat dan sektor swasta juga diuntungkan dengan
adanya pembangunan sarana dan prasarana untuk mendukung kegiatan pemerintahan di DOB. Daerah juga diuntungkan dengan
adanya DAU yang diberikan kepada DOB. Selagi insentif seperti ini masih dapat dinikmati oleh para pihak di pusat dan daerah,
93
maka pengembangan DOB akan terus terjadi dan amat sulit dikendalikan.
Ketiga, selama ini tidak ada kajian untuk menilai pengaruh pembentukan DOB bagi daerah-daerah lainnya. Kajian yang ada
selama ini cenderung hanya memusatkan perhatian terhadap implikasi pembentukan DOB bagi daerah induk dan DOB itu
sendiri. Sementara implikasi pembentukan DOB bagi daerah
otonom lainnya cenderung diabaikan.
6
Kajian perlu dilakukan untuk menilai seberapa besar proporsi anggaran untuk pelayanan
publik di DOB dan daerah otonom lainnya menjadi semakin kecil sebagai akibat dari semakin banyaknya daerah otonom. Kajian ini
penting untuk menilai apakah pembentukan satu DOB perlu memperoleh
persetujuan dari
daerah-daerah lainnya,
diluar daerah induk karena dampak dari pembentukan DOB juga
ditanggung oleh daerah-daerah lainnya. Keempat, evaluasi kinerja daerah otonom perlu dilakukan
secara sungguh-sungguh untuk menjadi dasar bagi kebijakan reformasi territorial. Evaluasi ini penting untuk menilai apakah
satu daerah perlu dipertahankan status otonominya, difasilitasi untuk dimekarkan karena dinilai terlalu besar sehingga skala
pemerintahannya menjadi tidak efektif, atau digabung dengan daerah lainnya karena tidak layak menjadi daerah otonom.
Pemerintah Pusat telah membentuk Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2008 mengenai evaluasi kinerja daerah dan mengatur
tentang kemungkinan satu daerah otonom yang memiliki kinerja yang buruk selama tiga tahun berturut-turut untuk digabung
dengan daerah
lain, namun
implementasi dari
peraturan pemerintah tersebut sejauh ini belum jelas.
6
Daerah otonom lainnya setidaknya akan mengalami kerugian karena proporsi DAU yang mereka terima akan menjadi semakin kecil. Hal ini terjadi karena alokasi DAU dari
APBN akan dibagi kepada semakin banyak daerah otonom.
94
4.2.4 Usul Penyempurnaan