Identifikasi Permasalahan Keuangan dan Aset Daerah .1 Dasar Pemikiran

188 Aset pemerintah harus juga digunakan untuk sebesar- besarnya peningkatan kesejahteraan masyarakat. Selama ini pemahaman pejabat pemerintah tentang aset yang tersedia di daerah cenderung terbatas. Aset cenderung dipahami terbatas pada barang milik pemerintah, sedangkan yang dimaksud dengan aset sebenarnya jauh lebih luas, termasuk tanah, sumberdaya alam, dan aset non-tangible lainnya. Karena terbatasnya pemahaman para pengambil kebijakan tentang aset sering menyebabkan pemanfaatan aset di daerah sering kurang optimal dilihat dari kepentingan masyarakat. Banyak aset negara di daerah yang digunakan oleh pihak lain, utamanya sektor dunia usaha, yang manfaatnya lebih banyak dinikmati oleh pelaku usaha daripada masyarakat luas di daerah. Untuk itu, penyebarluasan konsep aset yang luas perlu dilakukan dikalangan para penyelenggara pemerintahan daerah. Pengaturan tentang penggunaan aset untuk kepentingan ekonomi dan lainnya perlu dilakukan. Pengaturan tentang pemberdayaan aset mesti harus menempatkan kepentingan masyarakat sebagai pertimbangan utama. Penyelenggara pemerintahan daerah harus dapat memanfaatkan aset-aset negara di daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

4.10.2 Identifikasi Permasalahan

Permasalahan paling besar dalam keuangan daerah adalah adanya mis-alokasi anggaran yang tidak sesuai dengan prioritas daerah. Hal ini dapat kita lihat dari tingginya belanja pegawai dan operasional pemerintah berkisar 70-90. Kecenderungan ini menunjukan bahwa selama ini pemerintahan daerah masih lebih banyak mengurus dirinya sendiri daripada mengurus kebutuhan 189 warganya. Akibatnya muncul ketidakpuasan publik terhadap kinerja pemerintah daerahnya. Proses penganggaran yang relatif tertutup mendorong terjadinya elite captures dalam penganggaran, dimana sebagian besar anggaran lebih banyak dihabiskan untuk memenuhi kebutuhan elit birokrasi dan politik. 23 Akses warga dan pemangku kepentingan di daerah yang rendah terhadap proses penganggaran membuat elit birokrasi dan politik sering lebih menempatkan kepentingannya diatas kepentingan warganya. Disparitas anggaran untuk kebutuhan birokrasi dan DPRD dan anggaran untuk pelayanan publik adalah salah satu bukti dari terjadinya elite captures dalam proses penganggaran. Masalah lain dalam bidang keuangan daerah adalah rendahnya kapasitas daerah dalam membelanjakan dananya untuk pembangunan daerah. Kecenderungan daerah untuk menginvestasikan uangnya di SBI dan deposito menunjukan ketidakmampuannya untuk memanfaatkan revenues yang dimilikinya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi daerahnya. 24 Juga kecenderungan daerah untuk mengalokasikan anggaran yang dimilikinya untuk kegiatan-kegiatan yang bukan menjadi prioritas yang penting menjadi bukti bahwa kapasitas daerah untuk mengelola dana yang dimilikinya untuk pembangunan daerah masih perlu didorong dan ditingkatkan. Dalam pemanfaatan aset negara di daerah, masih sering terjadi aset-aset negara di daerah dimanfaatkan oleh pelaku ekonomi yang hasilnya kurang memberi sumbangan terhadap perbaikan kesejahteraan masyarakat di daerah. Hutan, sumber 23 Dwiyanto, dkk, 2007. Ibid. 24 Daerah cenderung menyimpan dana tersebut pada Bank simpanan daerah dan telah mencapai angka 3,1 dari PDB Bulan November 2006. Sumber; Desentralisasi Fiskal dan Kesenjangan Daerah; Kajian Pengeluaran Publik Indonesia 2007. 190 daya alam, dan lahan yang dimanfaatkan oleh para pelaku usaha sering justru menghasilkan kerugian bagi masyarakat luas. Kerusakan lingkungan dan ketidakseimbangan ekosistem sebagai akibat dari pengelolaan aset yang kurang bertanggungjawab menimbulkan kerugian yang sangat besar bagi masyarakat generasi sekarang dan mendatang. 25 Banyak aset lahan yang dikuasai oleh pelaku usaha yang diubah menjadi kawasan pemukiman yang memiliki nilai tambah yang berlipat ganda, yang keuntungannya hanya dinikmati oleh para pelaku usaha.

4.10.3 Analisis