145
undang sektoral yang mengharuskan daerah untuk membentuk suatu organisasi yang sering relevansinya tidak ada di daerah
yang bersangkutan
seperti kewajiban
membuat organisasi
bencana walaupun daerah tersebut bukan berpotensi bencana. Sama halnya dengan diwajibkannya daerah membuat lembaga
penyuluhan pertanian di daerah perkotaan yang tidak ada petaninya. Pada akhirnya semua instruksi dan desakan tersebut
akan bermuara pada membengkaknya kelembagaan daerah yang sekaligus juga meningkatkan overhead cost dan mengurangi biaya
pelayanan publik.
4.5.3 Analisis
Ada beberapa
penyebab mengapa
daerah cenderung
mengembangkan struktur organisasi yang besar dan kompleks.
12
Pertama, kecenderungan semakin kuatnya politisasi birokrasi di daerah. Pilkada yang membutuhkan resources yang besar memberi
peluang kepada aparat birokrasi untuk terlibat pemenangan calon kepala daerah. Banyak aparat birokrasi yang terlibat menjadi tim
sukses dari calon kepala daerah dengan harapan jika calonnya terpilih akan memperoleh kedudukan yang lebih baik dalam
birokrasi di daerah. Disamping itu, kepala daerah terpilih sering berusaha memasukan pendukungnya dalam jabatan birokrasi
sehingga diharapkan
dapat memberi
dukungan terhadap
keberhasilan program-program yang dijanjikannya dalam Pilkada. Untuk dapat menampung para pendukungnya sering kepala daerah
kemudian mengembangkan struktur birokrasi di daerah. Kedua,
jumlah pegawai
negeri yang
besar di
daerah mendorong mereka mengembangkan struktur organisasi yang besar
12
Disamping berbagai hal diatas Salomo juga menjelaskan faktor-faktor lainnya seperti orientasi pada jabatan struktural yang sangat besar dan dampak dari pembubaran
instansi vertikal di daerah yang sering memaksa daerah membuat struktur yang gemuk.
146
agar dapat menampungnya dalam jabatan-jabatan struktural yang ada. Dilihat dari kepentingan birokrasi, pengembangan struktur
yang besar tentu menguntungkan. Namun, dilihat dari kepentingan publik sangat merugikan karena banyak anggaran yang kemudian
terserap untuk pembiayaan birokrasi daripada untuk kepentingan publik. Disamping memerlukan pembiayaan yang tinggi, struktur
yang besar dan kompleks juga cenderung mempersulit interaksi antara pemerintah dengan warganya. Pelayanan publik menjadi
semakin rumit dan panjang. Ketiga, belum ada tradisi untuk melakukan evaluasi kinerja
performance review yang secara periodik menilai ketepatan antara struktur birokrasi dengan visi dan misi daerah. Akibatnya, banyak
daerah tidak memiliki visi dan misi yang jelas sehingga mereka dapat mengembangkan struktur birokrasi yang tidak sesuai dengan
kebutuhan daerah
dan mengembangkan
struktur berdasar
kepentingan sempit dan jangka pendek. Analisis jabatan juga sangat jarang dilakukan. Karenanya tidak mengherankan kalau daerah
cenderung memiliki struktur yang besar dan kompleks. Pelaksanaan otonomi yang diharapkan dapat dijadikan sebagai peluang bagi
daerah untuk merestrukturisasi birokrasi sehingga lebih efisien ternyata tidak menjadi kenyataan.
Dengan melihat
kondisi yang
seperti ini,
maka tidak
mengherankan kalau banyak anggaran daerah yang terserap untuk membiayai
struktur yang
gemuk tersebut.
Sejauh ini
data Kementerian Keuangan menunjukkan bahwa rata-rata provinsi,
kabupaten dan kota di Indonesia mengalokasikan dana sekitar 77,45 pada tahun 2004, dan 76,43 pada tahun 2005 dari
anggarannya untuk belanja aparatur. Sedangkan dari besaran anggaran untuk belanja publik masih terdapat komponen biaya
overhead. Akibatnya biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk
147
memenuhi kebutuhan masyarakat menjadi semakin kecil. Hal ini menjelaskan mengapa desentralisasi di Indonesia belum banyak
memperbaiki kesejahteraan rakyat di daerah. Pembengkakan organisasi juga berdampak pada melebarnya
rentang kendali span of control dan menimbulkan masalah inkoherensi institusional karena fungsi yang seharusnya ditangani
dalam satu kesatuan unit harus diderivasi ke beberapa unit organisasi sehingga pada akhirnya mengarah pada proliferasi
birokrasi. Kondisi tersebut lebih jauh juga berpotensi menimbulkan dis-harmoni atau bahkan friksi antar unit organisasi sebagai akibat
tarik-menarik kewenangan. Untuk itu pengaturan bagi perangkat daerah
yang efektif
harus menjadi
perhatian penting dalam
penyempurnaan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004.
4.5.4 Usulan Penyempurnaan