129
masing-masing pihak
harus bertindak
sesuai dengan
ketentuan perundangan yang berlaku. c. Prinsip Kesetaraan
Keduanya memiliki kedudukan yang setara, dimana kepala daerah dan DPRD tidak dapat saling menjatuhkan satu sama
lainnya. d. Kemitraan
Sebagai sesama unsur penyelenggara pemerintahan daerah keduanya harus dapat bekerjasama dan bermitra dalam
mewujudkan kesejahteraan masyarakat di daerahnya.
4.4.1.2 Identifikasi Permasalahan
Pemilihan kepala daerah Pilkada sangat banyak menyedot energi baik
Pemerintah Pusat
dan pemerintah
disamping isu
pembentukan daerah otonom baru. Dalam konteks otonomi daerah kedua isu menguras habis perhatian kita sehingga sering
terabaikan tujuan utama otonomi daerah adalah mensejahterakan rakyat daerah yang kalau berhasil, maka secara agregat akan
menyumbang kepada peningkatan kesejahteraan nasional. Beberapa masalah krusial dalam konteks implikasi dari
pilkada antara lain adalah: a. Terjadinya
praktek money
politics dan
dirasakan secara
meluas, namun sulit menemukan bukti-bukti. b. Tumbuhnya gejala oligarki dalam Pilkada ditandai dengan
majunya banyak calon yang berasal dari keluarga kepala daerah baik istri, anak, menantu dan lain-lainnya. Ditengarai
majunya mereka dengan memanfaatkan fasilitas dan resources yang dimiliki oleh kepala daerah terkait.
130
c. Merosotnya nilai-nilai
etika dalam
pemerintahan ketika
seseorang yang sudah dua kali menjabat kepala daerah mengajukan dirinya menjadi wakil kepala daerah. Walaupun
secara hukum tertulis tidak ada yang dilanggar, namun dari aspek etika sangat sulit untuk diterima dan mencederai akal
sehat. d. Dikerahkannya birokrasi daerah untuk memberikan dukungan
kepada petahana
incumbent. Adalah
sangat sulit
bagi birokrasi daerah untuk bersikap netral dalam Pilkada. Untuk
kepentingan karirnya mereka dipaksa oleh situasi untuk memihakkan diri pada salah satu calon kepala daerah. Banyak
fakta menunjukkan diadakannya mutasi atau demosi jabatan daerah ketika salah satu calon memenangkan Pilkada.
e. Ada beberapa
kasus calon
terlibat dalam gambar
video melakukan tindakan asusila, namun karena tidak terjadi
proses hukum maka tidak ada alasan hukum untuk melarang yang bersangkutan mencalonkan diri. Karena kepala daerah
adalah kepala pemerintahan di daerah, maka kejadian tersebut akan mencoreng kewibawaan pemerintahan daerah.
f. Kepala daerah dan wakil kepala daerah sering tidak harmonis
tidak lama setelah keduanya terpilih. Keduanya sering terlibat dalam
berebut peran
karena masing-masing
merasa mempunyai andil yang sama dalam pemenangan sebagai
kepala daerah dan wakil kepala daerah. Dalam beberapa kasus kondisi tersebut telah menyebabkan terjadinya pengkotak-
kotakkan birokrasi daerah baik yang memihak kepala daerah maupun yang memihak wakil kepala daerah.
g. Tingginya biaya pilkada yang harus ditanggung baik oleh pemerintahan daerah maupun oleh calon kepala daerah.
131
Tingginya biaya tersebut terutama akan menjadi beban berat bagi daerah-daerah miskin sedangkan pada sisi lain banyak
daerah yang masih sulit untuk memberikan pelayanan dasar yang paling minimal kepada rakyatnya. Tingginya biaya yang
ditanggung calon kepala daerah ditengarai menjadi salah satu penyebab
banyaknya kepala
daerah yang
kemudian bermasalah secara hukum dan akan menganggu jalannya roda
pemerintahan daerah. Masalah
lain dari
penyelenggara pemerintahan
daerah adalah dalam konteks hubungan antara kepala daerah dan DPRD.
Dalam praktek sering terjadi masalah diantara keduanya karena interpretasi
terhadap peraturan
perundangan sesuai
dengan kepentingannya sendiri, sehingga ketegangan dan konflik antara
kepala daerah dan DPRD sering terjadi di banyak daerah. Arena yang sering menjadi sumber konflik antar keduanya adalah
pembentukan peraturan
daerah, pembuatan
APBD dan
pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah. Dalam pembentukan peraturan daerah dan pembuatan
APBD, masalah muncul ketika salah satu pihak tidak bersedia membahas usulan pihak lainnya. Banyak kasus menunjukan
bahwa DPRD tidak mau membahas usulan Perda dan rancangan APBD yang disampaikan oleh bupatiwalikota gubernur. Anggota
DPRD sering
menjadikan APBD
sebagai arena
untuk memperjuangkan
kepentingan pengusaha
kliennya untuk
memperoleh kontrak
proyek dari
pemerintah daerahnya.
9
Akibatnya, banyak daerah yang mengalami keterlambatan dalam
9
Fenomena DPRD Kota Surabaya dapat dijadikan misal. Beberapa pimpinan fraksi besar menitipkan proyek yang besarnya berkisar dari 50- 220 proyek. Persoalannya, dari total
786 proyek yang dititipkan anggota dewan ini sebagian besar nilainya dibawah Rp. 50 juta. Itu artinya, mekanisme pelaksanaannya melalui penunjukan langsung, bukan
lelang terbuka. Salah satu anggota dewan menjelaskan bahwa itu semua hasil Jaringasmara Penjaringan Aspirasi Masyarakat. Namun, data Tempo menyebutkan ada
sebagian proyek.
132
pengesahan APBD
sehingga mengganggu
kelancaran penyelenggaraan pemerintahan daerah. Beberapa daerah bahkan
gagal mengesahkan APBD-nya sehingga terpaksa menggunakan APBD tahun sebelumnya.
Dalam pengelolaan sekretariat DPRD, ketegangan antara kepala daerah dan DPRD muncul
terutama terkait dengan pengangkatan
sekretaris dewan.
Sekretaris dewan
sering mengalami role conflict dan mengalami posisi dilematis, ketika
hubungan antara kepala daerah dengan DPRD kurang harmonis. Sebagai pejabat karir, nasib sekretaris dewan sering dipengaruhi
oleh penilaian dari sekretaris daerah kabupatenkotaprovinsi yang tentunya juga amat dipengaruhi oleh kepentingan kepala
daerah. Sedang sebagai sekretaris dewan, yang bersangkutan harus memfasilitasi DPRD yang sering memiliki kepentingan dan
sikap yang berbeda dengan yang dimiliki oleh kepala daerah ketika dihadapkan pada isu yang sama. Karena perbedaan kepentingan
politis kepala daerah dan DPRD pengangkatan sekretaris dewan sering menjadi sumber ketegangan antara kepala daerah dan
DPRD. Dalam bidang pengawasan, ketegangan dan konflik antara
kepala daerah
dan DPRD
sering terjadi
karena perbedaan
pemahaman antara anggota DPRD dengan pengelola SKPD dalam mencermati indikator kinerja keberhasilan dari program dan
proyek pembangunan di daerah. Rendahnya kualitas perencanaan program dan proyek membuat proses pengawasan program dan
proyek menjadi semakin sulit, karena indikator kinerja dan pencapaian kemajuan program dan proyek tidak terdefinisikan
dengan jelas. Akibatnya seringkali terjadi perbedaan pendapat dan penilaian antara kepala daerah dengan DPRD dalam menilai
kinerja program dan proyek yang ada di daerah.
133
4.4.1.3 Analisis