Identifikasi Permasalahan Partisipasi Masyarakat .1 Dasar Pemikiran

201 masyarakat agar mereka dapat berperan serta dan sekaligus mengawasi jalannya penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Otonomi daerah yang melimpahkan kewenangan pada elit politik dan birokrasi di daerah harus diikuti dengan otonomi pada tingkat warga untuk dapat mengontrol perilaku elit politik dan birokrasi dalam menggunakan kekuasaannya. Untuk ruang bagi warga untuk dapat berpartisipasi dalam pemerintahan harus dibuka seluas-luasnya. Hanya dengan cara seperti ini maka desentralisasi pemerintahan dapat memperbaiki kesejahteraan masyarakat di daerah. Partisipasi masyarakat memiliki fungsi penting, diantaranya adalah sebagai sarana bagi warga untuk mengekspresikan kebutuhan dan kepentingannya sehingga proses kebijakan daerah menjadi lebih responsif terhadap kebutuhan dan kepentingan warga. Lebih dari itu, partisipasi penting untuk menjamin warga memiliki ownership dalam proses kebijakan dan karenanya dapat menciptakan kepedulian dan dukungan warga untuk keberhasilan pembangunan di daerahnya. Partisipasi juga dapat digunakan melakukan pendidikan dan pembelajaran bagi warga terhadap masalah dan kebijakan publik. Partisipasi karenanya dapat membentuk sense of citizenship yang sangat penting bagi pengembangan demokrasi dan pembangunan bangsa.

4.12.2 Identifikasi Permasalahan

Salah satu tujuan utama dari penyelenggaraan otonomi daerah adalah mendekatkan penyelenggaraan pemerintahan daerah dengan warganya. Otonomi daerah diharapkan mampu mendorong adanya peningkatan keterlibatan masyarakat dalam proses penyelenggaraan pemerintahan di daerah, termasuk dalam proses pembuatan peraturan daerah, perencanaan pembangunan daerah, 202 dan pengawasan kegiatan pemerintahan di daerah. Namun, setelah pelaksanaan otonomi daerah tampak bahwa partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan kegiatan pembangunan dan pemerintahan belum seperti yang diharapkan. Memang banyak studi menunjukan bahwa ada kecenderungan yang meluas mengenai munculnya banyak forum komunikasi dan partisipasi masyarakat di banyak kabupatenkota di Indonesia. Namun, munculnya banyak forum komunikasi dan partisipasi warga di daerah ternyata belum mampu secara berarti meningkatkan keterlibatan warga dalam proses kebijakan di daerah karena berbagai forum itu seringkali didominasi oleh elit sehingga kepentingan yang diperjuangkan dalam proses kebijakan masih lebih banyak kepentingan elit daripada kepentingan warga pada umumnya. Otonomi daerah masih lebih banyak dinikmati oleh elit politik dan birokrasi di daerah daripada warga pada umumnya. Salah satu kesulitan dalam mendorong partisipasi masyarakat adalah terbatasnya akses warga terhadap informasi. Rendahnya akses warga terhadap informasi membuat mereka mengalami kesulitan dalam mengambil peran yang optimal dalam proses kebijakan di daerah, walaupun kebijakan tersebut berpengaruh sangat besar terhadap kehidupannya. Penelitian sebelumnya menunjukan bahwa keterbukaan pemerintah untuk membuka akses warga terhadap informasi masih sangat mendua, karena sangat dipengaruhi oleh ada tidaknya konflik kepentingan. Pemerintah daerah dapat sangat terbuka kepada warganya dan mendorong warganya untuk berpartisipasi ketika pemerintah daerah tidak memiliki kepentingan terhadap isu dan masalah yang dipersoalkan. Namun ketika penyelenggara pemerintahan daerah memiliki kepentingan dan kepentingannya dapat terganggu jika 203 transparansi dilakukan, maka penyelenggara negara cenderung menjadi sangat tertutup dan mencegah keterlibatan masyarakat. 29 Untuk mendorong partisipasi masyarakat dalam proses kebijakan maka penyelenggara pemerintahan daerah perlu membuka akses publik seluas-luasnya terhadap informasi tentang berbagai kebijakan pemerintah, seperti dalam penyusunan Perda, APBD, dan prioritas pembangunan daerah. Keterbukaan informasi ini akan dapat mengurangi dominasi elit lokal dalam proses kebijakan di daerah. Selama ini proses kebijakan publik cenderung didominasi oleh elit lokal karena mereka yang memiliki akses terhadap informasi dan kekuasaan. Masyarakat luas cenderung menempati posisi pinggiran sehingga kepentingannya sering kurang dapat terakomodasi dalam proses kebijakan di daerah. Peningkatan partisipasi masyarakat juga memerlukan pemberdayaan masyarakat itu sendiri. Kepercayaan diri yang rendah terhadap kemampuannya untuk ikut mempengaruhi proses perubahan dan besarnya risiko yang harus dibayar dari keterlibatannya dalam proses kebijakan sering membuat minat mereka terlibat dalam proses kebijakan di daerah masih amat rendah. Akibatnya, partisipasi masyarakat dalam proses kebijakan di daerah masih amat terbatas. Untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam proses kebijakan di daerah maka berbagai upaya untuk meningkatkan keyakinan mereka tentang manfaat partisipasi terhadap perbaikan kehidupannya dan memperkecil risiko ketika mereka terlibat dalam proses kebijakan perlu dilakukan. 29 Dwiyanto, Agus, 2003. Governance Reform and Regional Autonomy: Executive Summary, Yogyakarta: CPPS GMU 204

4.12.3 Analisis