Maksud dan Tujuan PENDAHULUAN

16 Nomor 32 Tahun 2004. Dengan adanya revisi terhadap Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 maka diharapkan penyelenggaraan desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesia benar-benar dapat mendorong kemajuan daerah dan meningkatkan kemakmuran bagi warga di daerah. Dengan demikian, desentralisasi diharapkan juga dapat menjadi perangkat kebijakan untuk memperkuat integrasi nasional dan memperkokoh keberadaan NKRI.

1.2 Maksud dan Tujuan

Revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dilakukan dengan tujuan untuk memperbaiki berbagai kelemahan dari Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 terkait dengan konsep kebijakan desentralisasi dalam negara kesatuan, ketidakjelasan pengaturan dalam berbagai aspek penyelenggaraan pemerintahan daerah, dan hubungan antara pemerintah dengan warga dan kelompok madani. Praktek penyelenggaraan pemerintahan daerah di Indonesia menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 belum sepenuhnya menjamin terwujudnya NKRI yang desentralistis dan mampu menjamin adanya hubungan yang harmonis dan sinergik antar tingkatan dan susunan pemerintahan. Dalam pembagian urusan misalnya, konsep negara kesatuan yang desentralistis belum sepenuhnya tergambar dalam pengaturan dan norma- norma yang ada sehingga seringkali masih dijumpai ketidakharmonisan hubungan antar kementrian dan lembaga dengan daerah, antar provinsi dan kabupatenkota, dan antar daerah. Ketidakjelasan pengaturan sering membuat kerjasama antara Pemerintah Pusat, provinsi, dan kabupatenkota dan antar daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah belum dapat dilakukan secara optimal. Disamping itu tidak jelasnya hubungan 17 antara Pemerintah Pusat dan pemerintahan daerah telah menyebabkan sulitnya menciptakan sinergi antara pembangunan pusat dengan daerah dan antara provinsi dengan kabupatenkota dalam wilayah provinsi tersebut. Akibatnya adalah sulitnya pencapaian target-terget nasional yang telah ditetapkan Pemerintah Pusat karena masing-masing tingkatan pemerintahan mempunyai target dan prioritasnya sendiri-sendiri. Pada gilirannya penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam konstruksi Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 sering belum mampu mempercepat perbaikan kesejahteraan rakyat di daerah yang akibat lanjutannya adalah rendahnya peningkatan kesejahteraan masyarakat secara nasional. Disamping memperjelas konsep desentralisasi dalam kerangka NKRI, revisi juga dilakukan untuk memperjelas berbagai aspek penyelenggaraan pemerintahan daerah yang selama ini belum diatur dengan jelas dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. Misalnya, dalam pembentukan daerah otonom baru. Pengaturan yang ada selama ini dinilai belum jelas dan memadai sehingga pembentukan daerah otonom baru cenderung dilakukan secara masif dan lebih didorong oleh pertimbangan kepentingan elit dan sempit dari berbagai kelompok kepentingan yang ada di daerah. Berbagai pengaturan tentang kawasan perkotaan, kawasan khusus, daerah perbatasan, pengelolaan aset dan sumber daya di daerah selama ini dinilai belum jelas sehingga cenderung tidak efektif dan tidak mampu menjawab dinamika daerah yang sangat cepat dan kompleks. Revisi juga dilakukan untuk menambahkan beberapa pengaturan baru yang selama ini belum tercakup dalam Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004, namun sangat penting untuk mempercepat keberhasilan desentralisasi mewujudkan 18 pemerintahan daerah yang bersih, demokratis, dan mampu meningkatkan kesejahteraan rakyat. Beberapa pengaturan terkait dengan hubungan antara pemerintah daerah dengan warganya seperti pengaturan tentang hak-hak warga untuk berpartisipasi dalam proses kebijakan di daerah, kewajiban daerah untuk menjamin hak-hak warga berpartisipasi, dan hak-hak warga menyampaikan keluhan serta mekanisme penyelesaian sengketa antara warga dan penyelenggara pelayanan publik belum diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. Sedangkan berbagai hal tersebut sangat strategis dalam menjamin terwujudnya pemerintahan daerah yang bersih, responsif, dan akuntabel. Disamping itu terdapat juga kebutuhan untuk mendorong inovasi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan oleh sejauhmana kreativitas bangsa yang bersangkutan untuk selalu mencari alternatif dalam peningkatan kualitas hidupnya. Demikian juga halnya dengan penyelenggaraan pemerintahan daerah, kemajuan yang dicapai akan sangat dipengaruhi oleh terobosan-terobosan pemikiran yang harus dilakukan pemerintahan daerah khususnya dalam penyediaan pelayanan publik. Pemerintahan daerah harus didorong untuk memanfaatkan kearifan lokal local wisdom yang ada untuk meningkatkan kinerjanya melalui peningkatan kreativitas dan inovasi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Untuk itu diperlukan payung hukum untuk mendorong dan melindungi pemerintahan daerah yang telah melakukan kegiatan-kegiatan inovatif tanpa dihantui oleh tuntutan hukum. Jangan sampai kegiatan yang inovatif bermuara pada kriminalisasi. Untuk itu diperlukan adanya kriteria yang jelas untuk menentukan bahwa suatu kegiatan masuk dalam rumpun 19 inovasi. Tapi sebaliknya juga jangan penyalahgunaan kekuasaan berlindung dibalik kegiatan yang inovatif. Sisi lain yang memerlukan payung hukum adalah tindakan hukum terhadap pejabat daerah. Adanya ketakutan yang berlebihan terhadap dampak hukum yang terjadi telah menyebabkan aparat pemerintahan daerah enggan untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang dianggap potensial menyebabkan masalah hukum di kemudian hari. Timbullah budaya kerja mencari selamat. Akibatnya penyerapan anggaran menjadi terkendala dan banyak menimbulkan sisa diakhir tahun anggaran. Pada satu sisi pelayanan publik belum optimal namun pada sisi lain anggaran yang ada belum termanfaatkan secara optimal. Untuk mengatasi masalah tersebut harus ada payung hukum yang mengatur kejelasan atas suatu kesalahan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Apakah kesalahan tersebut masuk dalam ranah administratif non yustisia atau ranah pidana pro yustisia. Kalau setiap kesalahan dipaksakan masuk ke ranah pro yustisia, akan menyebabkan keengganan pejabat daerah dalam mengurus kegiatan-kegiatan yang berimplikasi hukum padahal kegiatan tersebut sangat diperlukan masyarakat karena terkait pelayanan publik. Suatu kesalahan dalam penyelenggaraan pemerintahan seyogyanya diperiksa dulu oleh aparat pengawas internal pemerintah yang dalam hal ini dilakukan oleh Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan BPKP. Hasil pemeriksaan yang dilakukan BPKP akan menentukan apakah kesalahan tersebut masuk dalam ranah administrasi atau ranah pidana. Kalau ada indikasi pidana maka sifatnya akan menjadi pro yustisia dan menjadi tugas serta kewenangan aparat penegak hukum untuk menindak lanjutinya. 20 Adanya revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 ini diharapkan dapat memberi kesempatan untuk membangun kerangka hukum penyelenggaraan pemerintahan daerah yang menyeluruh, visioner, dan efektif merespon berbagai masalah yang sekarang dan mungkin terjadi di masa mendatang di dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah di Indonesia.

1.3 Metodologi