175
kewenangannya rationae
temporis, dan
prosedur pembentukannya.
Sebagaimana ditemukan
dalam berbagai
penelitian, kepala daerah dan anggota DPRD yang berwenang untuk secara bersama-sama membentuk
Perda sering tidak memahami berbagai masalah teknis dalam pembentukan Perda
dan peraturan kepala daerah. Karena itu penguatan kapasitas teknis
dapat menjadi
salah satu
cara untuk
mengurangi kesalahan dalam pembentukan Perda dan peraturan kepala
daerah. Dalam menyelesaikan persoalan terkait dengan banyaknya
Perda yang bermasalah, Pemerintah Pusat dapat menggunakan asas preventif dan asas represif. Perda yang terkait dengan
kepentingan umum dan dampak dari kesalahan dalam Perda langsung dirasakan oleh masyarakat dan ketika kerusakan terjadi
tidak mudah dikembalikan, seperti antara lain: Perda tentang pajak dan retribusi, tata ruang, dan APBD maka asas preventif
dapat diberlakukan. Sedang untuk Perda daerah lainnya asas represif lebih cocok untuk diterapkan karena lebih efisien, mudah,
dan akuntabel.
Mengingat banyaknya
kasus Perda
yang bermasalah yang tidak mungkin diselesaikan dengan peraturan
presiden maka
undang-undang pemerintahan
daerah dapat
membuat pengaturan yang lebih sederhana dengan melimpahkan kewenangan
Presiden dalam
pengendalian peraturan
daerah kepada Menteri Dalam Negeri untuk peraturan daerah provinsi
dan gubernur untuk peraturan daerah kabupatenkota.
4.8.4 Usulan Perubahan
1 Perlu ditegaskan secara jelas bahwa fungsi Perda sebagai produk hukum daerah adalah penjabaran lebih lanjut dari
peraturan perundang-undangan
yang lebih
tinggi yang
176
dibentuk untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan yang telah
dilimpahkan ke
daerah. Sebagai
pihak yang
melimpahkan kewenangan kepada daerah, Pemerintah Pusat tentu dapat membatalkan Perda yang dinilai bertentangan
dengan peraturan
perundangan yang
lebih tinggi
dan kepentingan umum executive review. Pengaturan yang lebih
jelas tentang mekanisme dan prosedur pembatalan Perda yang bertentangan dengan peraturan perundangan perlu dibuat
sederhana, terbuka, menggunakan kriteria yang jelas, dan memperhatikan kedudukan dan susunan pemerintahan yang
ada. 2 Pengaturan mengenai penggunaaan asas preventif dan asas
represif dalam pembatalan Perda dan produk hukum daerah lainnya
perlu dibuat
dengan jelas.
Pertimbangan untuk
menggunakan asas represif atau preventif tergantung pada dampak dari kerugian yang ditanggung oleh masyarakat dan
risiko pemulihan dari dampak negatif dari penerbitan Perda yang bermasalah. Asas preventif sebaiknya hanya dilakukan
pada Perda dalam bidang tertentu, seperti Perda tentang pajak dan retribusi daerah, APBD, dan tata ruang. Selebihnya
seharusnya menggunakan asas represif. 3 Sekarang ini dalam euforia reformasi dan otonomi daerah,
muncul ego kedaerahan yang ditandai dengan kurangnya sinergi antara program pembangunan antar tingkatan dan
susunan pemerintahan. Akibatnya akan sulit untuk mencapai target nasional karena masing-masing daerah cenderung akan
mengedepankan kepentingannya masing-masing dan kadang- kadang merugikan daerah lainnya. Untuk menciptakan sinergi
pembangunan antara pusat, provinsi dan kabupatenkota, maka
Perda tentang
RPJMD kabupatenkota
harus
177
mendapatkan persetujuan gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat dan Perda RPJMD provinsi mendapatkan persetujuan
Menteri Dalam
Negeri sebelum
disahkan sebagai
Perda. Dengan demikian berarti bahwa Perda RPJMD juga sebaiknya
masuk dalam ranah pengawasan preventif untuk menjamin sinergi
pembangunan antar
tingkatan dan
susunan pemerintahan.
4 Perlu ada pengaturan yang lebih jelas mengenai hak-hak warga untuk terlibat dalam proses pembuatan Perda. Kepala daerah
dan DPRD
dalam membentuk
Perda perlu
melibatkan pemangku kepentingan yang terkait. Hak-hak warga dan
pemangku kepentingan dalam proses pembentukan Perda harus
dijamin sehingga
materi Perda
benar-benar merefleksikan kepentingan umum. Pemerintahan daerah wajib
membuat program
legislasi daerah
Prolegda dan
mensosialisasikan kepada
warga di
daerahnya sehingga
mereka mengetahui dengan jelas mengenai Perda yang akan dibentuk di daerahnya.
5 Pembatalan Perda
kabupatenkota untuk
efisiensi dapat
dilimpahkan oleh Presiden kepada gubernur selaku wakil Pemerintah Pusat. Namun apabila daerah merasa kurang puas
dapat melakukan “appeal” ke Menteri Dalam Negeri. Untuk Perda provinsi Presiden melimpahkan pembatalannya kepada
Menteri Dalam Negeri dan apabila tidak puas dapat melakukan “appeal” ke Presiden. Mekanisme ini merupakan “executive
review”. 6 Untuk memudahkan Pemerintah Pusat mengetahui jumlah
Perda yang diterbitkan oleh daerah, maka setiap
Perda sebelum
diundangkan dalam
lembaran daerah
harus
178
mendapatkan nomor
registrasi yang
dilakukan oleh
Kementerian Dalam
Negeri untuk
Perda provinsi
dan pemerintahan daerah provinsi untuk Perda kabupatenkota.
4.9 Perencanaan Pembangunan Daerah