169
pangkatgolongan dari jabatan dan pendidikan penjenjangan yang harus dimiliki. Kedua, kompetensi teknis yang terkait
dengan persyaratan
teknis yang
terkait dengan
jabatan tersebut.
Persyaratan teknis
harus dibuktikan
dengan sertifikasi yang dikeluarkan oleh kementerian teknis yang
membidangi urusan
tersebut. Ketiga,
kompetensi pemerintahan yang terkait pemahaman tentang dasar-dasar
pemerintahan termasuk kebijakan desentralisasi, hubungan pusat
dan daerah,
dan hal-hal
lain terkait
dengan pemerintahan daerah.
5 Rekrutmen dilakukan secara terbuka, kompetitif, berbasis pada kompetensi. Perlu pengaturan mengenai ratio jumlah
pegawai dikaitkan
dengan jumlah
penduduk dengan
mempertimbangkan kondisi geografis daerah. Dengan cara demikian tidak lagi terjadi pengangkatan pegawai diluar
jumlah yang
telah ditentukan
berdasarkan ratio
dan pertimbangan geografis tersebut.
6 Mendorong daerah mengembangkan manajemen kepegawaian yang mampu mendorong adanya profesionalisme, terbuka,
kompetitif, dan politis. Daerah didorong untuk mampu
mengembangkan sistim insentif berbasis pada kinerja.
4.8 Peraturan Daerah Perda
4.8.1 Dasar Pemikiran
Setiap daerah
otonom memiliki
kewenangan mengatur
dan mengurus rumah tangganya sendiri. Kewenangan ini memberi
daerah hak
untuk membuat
produk hukum
untuk menyelenggarakan
otonomi yang
dimilikinya, berupa
Perda. Daerah
membentuk peraturan
daerah untuk
mengatur dan
170
mengurus fungsi-fungsi pemerintahan yang telah diserahkan kepada daerah. Namun demikian, Perda sebagai bagian dari sistim
peraturan perundangan-undangan
tidak boleh
bertentangan dengan peraturan perundangan yang memiliki kedudukan yang
lebih tinggi lex superiori derogat legi inferiori
. Bahkan, Perda seharusnya dibuat untuk melaksanakan peraturan perundangan-
undangan yang lebih tinggi. Terkait dengan muatan Peraturan Daerah, Pasal 12 Undang-
Undang Nomor 10 Tahun 2004 menyatakan bahwa muatan dari Perda adalah a penyelenggaraan otonomi dan tugas pembantuan;
b menampung kondisi khusus daerah; serta c penjabaran lebih lanjut peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
15
Dengan demikian
ketaatan terhadap
berbagai peraturan
perundang- undangan yang lebih tinggi menjadi prasyarat yang utama dalam
penyusunan Perda. Pemerintah Pusat memiliki kewenangan untuk menjaga konsistensi dan koherensi antara Perda dengan peraturan
yang lebih tinggi melalui fungsi pembinaan dan pengawasan Binwas.
Agar Perda yang dibuat oleh daerah mencerminkan aspirasi dan kebutuhan daerah maka daerah harus melibatkan para
pemangku kepentingan yang ada di daerahnya dalam membuat peraturan daerah. Representasi berbagai kelompok kepentingan
dalam proses pembuatan peraturan daerah penting untuk dijaga agar Perda sungguh-sungguh menggambarkan kebutuhan daerah
dan mampu
mendorong pembangunan
daerah sebagaimana
diharapkan oleh warganya. Untuk itu, konsultasi publik dalam pembuatan Perda wajib dilakukan.
4.8.2 Identifikasi Permasalahan
15
Yance Arizona , Disparitas Pengujian Peraturan Daerah: Suatu Tinjauan Normatif dalam
http:www.legalitas.orgdatabaseartikellainDisparitas Pengujian Perda.pdf
171
Dalam negara kesatuan produk hukum yang dihasilkan oleh daerah dibuat dalam upaya melaksanakan berbagai peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi, karenanya tidak boleh bertentangan dengan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Namun, dalam kenyataannya selama pelaksanaan otonomi daerah banyak sekali Perda yang bertentangan dengan peraturan yang
lebih tinggi dan bertentangan dengan kepentingan umum. Banyak Perda yang kemudian terpaksa dibatalkan oleh
pemerintah, karena dinilai menghambat investasi dan pertumbuhan ekonomi
daerah. Lebih dari itu, banyak kelompok dalam masyarakat yang mengeluh dan merasa dirugikan oleh munculnya berbagai Perda
yang dinilai tidak berwawasan kebangsaan.
16
Berbagai masalah lain tersebut terjadi karena pembentukan Perda sering tidak melibatkan pemangku kepentingan. GAS 2006
menunjukkan proses pembuatan Perda cenderung sangat elitis dan karenanya, Perda sering kurang mampu menjawab berbagai
persoalan dan kebutuhan masyarakat. Keterlibatan masyarakat
dalam proses pembuatan Perda sering hanya dijadikan sebagai formalitas dan tidak substantif.
17
Berbagai kelompok kepentingan sering mengeluh karena banyak masukan dan pemikiran yang
disampaikan dalam publik hearing di DPRD tidak diakomodasi
16
Salah satu contohnya adalah Perda Syariat. Di Desa Garuntungan, Kecamatan Kindang, Bulukumba, wanita kristen yang akan menghadiri acara resmi yang diadakan
puskesmas setempat di sodorkan jilbab, meskipun masyarakat tahu bahwa wanita tersebut beragama kristen. Padahal, pasal 13 perda tersebut menyebutkan bahwa perda
hanya berlaku bagi masyarakat islam. Bahkan, di ayat 2 menegaskan bahwa masyarakat yang bukan islam pakaiannya disesuaikan dengan agamanya masing-masing. Sumber
;The Wahid Institute, bekerja sama dengan The Asia Foundation dan Majalah GATRA. Depancasilaisasi
Lewat Perda
SI. http:www.wahidinstitute.orgindonesiaimagesstoriesSUPLEMENGATRA
gatraedisi-vii.pdf .
17
Menyangkut Perda Syariat, Denny Indrayana menemukan fakta bahwa dalam pembuatannya terjadi manipulasi dengan mendatangkan orang untuk membawa aspirasi
yang kemudian diklaim sebagai aspirasi masyarakat. Sumber: Denny Indrayana. Ada Unsur
Melecehkan Al
Quran dan
Hadist. http:www.wahidinstitute.orgindonesiaimagesstoriesSUPLEMENGATRAgatrae
disi-vii.pdf
172
tanpa alasan yang jelas. Akibatnya, ketika peraturan daerah tersebut ditetapkan banyak protes dan resistensi muncul dari
berbagai kelompok masyarakat. Masalah lain adalah kecenderungan Perda dibuat untuk
mencapai tujuan yang sempit dan jangka pendek. Banyak Perda terkait dengan pajak dan retribusi yang dibuat oleh daerah
cenderung memperburuk iklim investasi, karena tidak ramah terhadap investasi dan menciptakan ekonomi biaya tinggi. Dalam
menyikapi Perda seperti ini Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebenarnya telah memiliki pengaturan tentang kewenangan
pemerintah untuk membatalkan Perda yang dinilai bertentangan dengan
kepentingan umum
dan bertentangan
dengan perundangan yang yang lebih tinggi. Namun mekanismenya terlalu
rumit sebab pembatalan Perda harus dengan Peraturan Presiden dan dibatasi waktu 60 enam puluh hari.
4.8.3 Analisis