103
provinsi dapat mengambil peran untuk mengatur dan mengurus urusan yang karena pertimbangan eksternalitas, efisiensi,
dan akuntabilitas sebaiknya dilakukan pada tingkat provinsi.
Belum adanya pengaturan yang jelas tentang pembagian urusan antara
provinsi dan kabupatenkota dalam urusan wajib dan pilihan membuat duplikasi dan konflik dalam penyelenggaraan urusan
antara provinsi dan kabupatenkota sering tidak dapat dihindari. Konflik kepentingan antar kementerianlembaga, provinsi,
dan kabupatenkota menjadi salah satu faktor yang mempersulit upaya untuk memperjelas pembagian urusan antar susunan
pemerintahan. Pembagian
urusan menjadi
arena perebutan
kewenangan, akses
terhadap anggaran,
dan sumber
daya kekuasaan
antar susunan
pemerintahan. Upaya
untuk memperjelas pembagian urusan antar susunan pemerintahan
tidak dapat dihindari selalu memunculkan pro dan kontra antara para pemangku kepentingan yang berbeda-beda. Karena itu,
pembagian urusan
harus dilakukan
secara tepat
dengan menggunakan kriteria yang jelas, rasional, dan proporsional sesuai
dengan kompetensi dan sumberdaya yang tersedia pada masing- masing susunan pemerintahan.
4.3.1.4 Usul Penyempurnaan
1 Perlu restrukturisasi pengaturan mengenai pembagian urusan pemerintahan dalam penyempurnaan Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2004. Restrukturisasi dilakukan dengan menata kembali arsitektur pembagian urusan pemerintahan antar
tingkat pemerintahan. Pertama, konsep yang digunakan untuk membagi urusan pemerintahan menjadi urusan ekslusif atau
absolut dan urusan konkuren dapat didesentralisasikan. Urusan ekslusif atau absolut adalah urusan yang sepenuhnya
104
menjadi kewenangan Pemerintah Pusat, sedangkan urusan konkuren adalah urusan yang dapat diatur oleh pemerintah
dan atau daerah, yang penentuannya dilakukan dengan kriteria tertentu. Kedua, memperjelas cara penyelenggaraan
urusan pusat dengan menentukan urusan yang sebaiknya dilakukan oleh Pemerintah Pusat sendiri secara langsung,
dengan menggunakan dekosentrasi, dan tugas pembantuan. Dekonsentrasi perlu dibatasi hanya pada urusan ekslusif dan
urusan concurrent yang karena kriteria tertentu dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat sebagai urusan Pemerintah Pusat.
Dengan memperjelas
cara penyelenggaraan
urusan pemerintahan,
hubungan antar
tingkatan dan
susunan pemerintahan dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan
akan dapat ditata dengan lebih baik. 2 Perlu pengaturan yang jelas tentang urusan wajib dan urusan
pilihan. Urusan wajib dibedakan menjadi dua kelompok urusan, urusan yang terkait dengan pelayanan dasar warga
yang secara minimal harus dipenuhi oleh daerah dan urusan wajib yang terkait dengan kebijakan nasional, seperti statistik,
kebudayaan, tata ruang dan lain-lainnya. Urusan wajib yang terkait dengan pelayanan dasar harus diselenggarakan oleh
daerah berdasarkan
SPM yang
dibuat oleh
pemerintah, sedangkan urusan wajib yang terkait dengan kepentingan
pemerintah diselenggarakan berdasarkan standar lainnya yang diatur
dalam NSPK
yang dibuat
pemerintah. Karena
penyelenggaraan urusan
wajib ini
sangat penting
bagi kesejahteraan masyarakat maka undang-undang juga perlu
mengatur tentang
sangsi bagi
daerah yang
gagal menyelenggarakan urusan wajib sesuai dengan SPM atau
NSPK yang dibuat oleh pemerintah.
105
3 Perlu dibuat
pengaturan yang
lebih jelas
tentang penyelenggaraan urusan pilihan. Daerah menyelenggarakan
urusan pilihan untuk pengembangan keunggulan daerah dalam rangka peningkatan kesejahteraan rakyat. Pengambilan
keputusan tentang urusan pilihan yang akan dikelola oleh daerah
dapat didasarkan
pada struktur
PDRB, mata
pencaharian penduduk, dan pemanfaatan sumberdaya lokal yang tersedia di daerah. Penyelenggaraan urusan pilihan yang
dibuat oleh daerah harus sinergik dan terintegrasi dengan kebijakan nasional untuk peningkatan daya saing bangsa.
4 Agar daerah fokus melaksanakan urusan wajib dan pilihan yang sesuai dengan prioritas dan potensi unggulan daerah,
maka dilakukan pemetaan mapping baik oleh pusat maupun daerah terhadap setiap urusan pemerintahan tersebut. Dengan
pemetaan tersebut setiap daerah akan tahu urusan pilihan yang akan dilaksanakan dan urusan wajib yang menjadi
prioritas. Kementerian dan lembaga juga tahu daerah-daerah yang menjadi stakeholders utamanya sehingga fokus dalam
pencapaian target-target nasional dalam urusan sektornya masing-masing.
5 Untuk urusan yang berdampak ekologis khususnya urusan kehutanan
dan kelautan
akan lebih
optimal kalau
pengelolaannya diserahkan kepada daerah provinsi mengingat eksternalitasnya yang dalam banyak hal melewati batas-batas
administrasi pemerintahan. Keuntungan lainnya adalah lebih mudah
dalam aspek
pengendalian baik
terhadap hutan
maupun aspek
lingkungan hidup
dibandingkan kalau
diserahkan melalui mekanisme dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 jo Peraturan Pemerintah 38 Nomor 2007.
Untuk mencegah terjadinya resistensi dari kabupatenkota,
106
maka perlu ada ”trade off” dalam aspek bagi hasilnya. Kabupatenkota mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan laut
dan hutan yang dilakukan oleh provinsi. Melalui pengaturan tersebut pengendalian dapat dilakukan dengan lebih efektif
tanpa merugikan kabupatenkota dalam aspek bagi hasilnya. 6 Untuk menjalankan fungsi monitoring, supervisi, dan fasilitasi
penyelenggaraan urusan, pemerintah menugaskan gubernur sebagai
wakil Pemerintah
Pusat untuk
melaksanakan pembinaan
dan pengawasan
terhadap kabupatenkota.
Sedangkan pembinaan
dan pengawasan
terhadap penyelenggaraan
urusan oleh
provinsi dilakukan
oleh pemerintah.
Di dalam
menjalankan peran
sebagai wakil
Pemerintah Pusat, gubernur dibantu oleh perangkat dalam bentuk sekretariat dan guna menciptakan sinerji dengan
perangkat daerah, dayaguna dan hasilguna dipimpin oleh sekretaris daerah dan dengan pembiayaan dari APBN.
7 Mengingat variabilitas antar daerah dalam penyelenggaraan urusan dasar sangat tinggi, maka undang-undang perlu
memberi ruang
bagi daerah
untuk membuat
standar pelayanan daerah yang melampaui SPM yang ditetapkan
secara nasional. Daerah provinsi dan kabupatenkota yang memiliki kemampuan yang lebih tinggi dari yang ditentukan
dalam SPM dapat membuat standar pelayanan diatas standar yang diatur dalam SPM. Untuk memberdayakan daerah yang
kurang mampu memenuhi standar pelayanan provinsi dan SPM, provinsi perlu diberi peran untuk melakukan ekualisasi
di daerahnya. Dengan memberi peran ini pada provinsi maka diharapkan
pemerataan akses
pelayanan masyarakat
di berbagai daerah dapat diperbaiki sehingga kesejahteraan sosial
ekonomi yang merata dapat diwujudkan di daerah.
107
4.3.2 Gubernur