Kemampuan Berpikir Kritis Matematis

Berpikir kritis sangat dibutuhkan oleh setiap individu untuk menyikapi permasalahan kehidupan yang dihadapi. Kemampuan berpikir kritis dapat mengatur, menyesuaikan, mengubah, dan memperbaiki pemikiran seseoranng sehingga ia dapat bertindak lebih tepat. Hal tersebut senada dengan pendapat Splitier tentang seseorang yang memiliki kemampuan berpikir kritis merupakan individu yang berpikir, bertindak, dan bernalar tentang kualitas kebenaran dari apa yang mereka lihat, dengar, dan yang mereka pikirkan. 12 Robert Ennis mendefinisikan berpikir kritis sebagai suatu proses berpikir yang terjadi pada seseorang yang bertujuan untuk membuat keputusan-keputusan yang masuk akal mengenai sesuatu yang dapat ia yakini kebenarannya serta dapat menentukan tindakan yang akan dilakukan nanti. 13 Seseorang dalam suatu kondisi tertentu pasti selalu diminta untuk membuat keputusan. Hal ini biasanya terjadi jika seseorang dihadapkan pada beberapa pilihan keputusan yang mungkin, dan dia harus mempertimbangkan manakah yang terbaik dari sekian pilihan tersebut. Misalkan, untuk membuat suatu keputusan dalam memilih suatu strategi atau suatu teorema dalam matematika untuk membuktikan suatu pernyataan harus didasarkan pada informasi yang diketahui serta sifat-sifat matematika yang relevan dengan masalah yang dihadapi. Dengan demikian, jika suatu keputusan didasarkan pada informasi serta asumsi yang benar, maka akan menghasilkan suatu kesimpulan yang benar pula. Berdasarkan uraian di atas maka dapat dipahami bahwa berpikir kritis adalah suatu aktivitas mental dalam memperoleh pengetahuan secara lebih mendalam melalui proses menganalisis dan menunjukkan alasan-alasan yang logis tentang informasi yang kita terima sehingga menghasilkan suatu keputusan yang baik untuk menyelesaikan suatu masalah. Istilah berpikir matematis mathematical thinking diartikan sebagai cara berpikir berkenaan dengan proses matematika doing math atau cara berpikir dalam menyelesaikan tugas matematika mathematical task baik yang sederhana 12 Ibid., h. 11. 13 Utari Sumarmo, “berpikir dan disposisi matematik : apa, mengapa, dan bagaimana dikembangkan pada peserta didik”, FPMIPA UPI, 2010 h. 9. maupun yang kompleks. 14 Jadi berpikir kritis matematis adalah berpikir kritis yang berkenaan dengan proses matematika doing math dalam menyelesaikan tugas matematika mathematical task dengan tujuan untuk mencapai pemahaman yang lebih mendalam. Salah satu contoh kasus berpikir kritis matematis, misalnya „Andi dan Lian diberikan tugas dari guru untuk membaca buku. Andi membaca 16 halaman dalam satu jam, dan Lian dapat membaca 12 halaman dalam satu jam. Jika mereka membaca tak berhenti, dan Andi mulai membaca pada jam 13.00, sedangkan Lian mulai jam 12.00, pada jam berapa mereka sama-sama menghabiskan halaman bacaan yang sama banyak?‟ Pertanyaan pada kasus tersebut belum mengarah pada kemampuan berpikir kritis agar menjadi pertanyaan berpikir kritis, kita dapat mengubah situasi ini dengan mengajukan pertanyaan “Bagaimana jika…?”, misalkan: „Bagaimana jika mereka mulai membaca pada saat yang sama, akankah mereka menyelesaikan sejumlah halaman yang sama pada jam tertentu? ‟ atau „Bagaimana jika mereka membaca seterusnya, dapatkah mereka menyelesaikan jumlah halaman yang sam a pada kali kedua, atau ketiga?‟ Kemampuan berpikir matematis setiap peserta didik berbeda-beda. Oleh karena itu, diperlukan suatu indikator sehingga kita dapat menilai tingkat berpikir kritis peserta didik. Ada beberapa kelompok kemampuan berpikir kritis, salah satunya menurut Ennis dalam buku Dina mengelompokan kemampuan berpikir kritis menjadi lima kemampuan berpikir 15 , yaitu: 1. Memberikan penjelasan sederhana elementary clarification, 2. Membangun keterampilan dasar basic support, 3. Membuat inferensi inferring, 4. Membuat penjelasan lebih lanjut advanced clarification, 5. Mengatur strategi dan taktik strategies and tactics. 14 Ibid., h. 4. 15 Dina Mayadiana Suwarma, Suatu Alternatif Pembelajaran Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Matematika, Jakarta: Cakrawala Maha Karya, 2009, h. 13. Tabel 2.1 Keterampilan Berpikir Kritis Keterampilan Berpikir Kritis Indikator Penjelasan Memberikan penjelasan sederhana Memfokuskan pertanyaan. a. Mengidentifikasi atau merumuskan pertanyaan. b. Mengidentifikasi kriteria-kriteria untuk mempertimbangkan jawaban yang mungkin. c. Menjaga kondisi pikiran. Menganalisis argument a. Mengidentifikasi kesimpulan b. Mengidentifikasi alasansebab yang dinyatakaneksplisit c. Mengidentifikasi alasansebab yang tidak dinyatakanimplisit d. Mengidentifikasi ketidakrelevanan dan kerelevanan e. Mencari persamaan dan perbedaan f. Mencari struktur suatu argumen g. Merangkum Bertanya dan menjawab pertanyaan klasifikasi dan pertanyaan yang menentang a. Mengapa b. Apa intinya, apa artinya c. Apa contohnya, apa yang bukan contoh d. Bagaimana menerapkannya dalam kasus tersebut e. Perbedaan apa yang menyebabkannya f. Akankah andah menyatakan lebih dari itu Membangun keterampilan dasar Mempertimbangkan kredibilitas kriteria suatu sumber a. Ahli b. Tidak ada konflik internal c. Kesepakatan antar sumber d. Reputasi e. Mengurutkan prosedur yang ada f. Mengetahui resiko g. Kemampuan memberi alasan h. Kebisaaan hati-hati Mengobservasi dan mempertimbangkan hasil observasi a. Ikut terlibat dalam menyimpulkan b. Dilaporkan oleh pengamat sendiri c. Mencatat hal-hal yang diinginkan d. Penguatancollaboration dan kemungkinan penguatan e. Kondisi akses yang baik f. Penggunan teknologi yang kompeten g. Kepuasan observer atas kredibilitas criteria Menyimpulkan Membuat deduksi a. Kelompok yang logis Keterampilan Berpikir Kritis Indikator Penjelasan dan mempertimbangkan hasil deduksi b. Kondisi yang logis c. Interpretasi pernyataan Membuat induksi dan mempertimbangkan hasil induksi a. Membuat generalisasi b. Membuat kesimpulan dan hipotesis Membuat dan mempertimbangkan hasil keputusan a. Latar belakang fakta b. Konsekuensi c. Penerapan prinsip-prinsip d. Memikirkan alternatif e. Menyeimbangkan, memutuskan Membuat penjelasan lebih lanjut Mendefinisikan istilah, mempertimbangkan definisi. a. Bentuk : sinonim, klarifikasi, rentang ekspresi yang sama b. Strategi definisi tindakan mengidentifikasi persamaan c. Isi content Mengidentifikasi asumsi. a. Penalaran secara implisit b. Asumsi yang diperlukan rekonstruksi argument Strategi dan tehnik Memutuskan suatu tindakan a. Mendefinisikan masalah b. Menyelesaikan kriteria c. Merumuskan alternatif yang memungkinkan d. Memutuskan hal-hal yang akan dilakukan secara alternatif e. Melakukan revise f. Memonitori implementasi Berinteraksi dengan orang lain Edward Glaser mengemukakan terdapat dua belas indikator berpikir kritis, yaitu: 16 1 Mengenal masalah, 2 Menemukan cara-cara yang dapat dipakai untuk menangani masalah masalah, 3 Mengumpulkan dan menyusun informasi yang diperlukan, 4 Mengenal asumsi-asumsi dan nilai-nilai yang tidak dinyatakan, 16 Alec Fisher, Berpikir Kritis Sebuah Pengantar, Terj. Dari Critical Thinking: An Introduction oleh Benyamn Hadinata, Jakarta: Erlangga, 2009, h. 7. 5 Memahami dan menggunakan bahasa yang tepat, jelas, dan khas, 6 Menganalisis data, 7 Mengevaluasi pernyataan pernyataan, 8 Mengenal adanya hubungan yang logis antara masalah-masalah, 9 Menarik kesimpulan, 10 Menguji kesamaan-kesamaan dan kesimpulan-kesimpulan yang seseorang ambil, 11 Menyusun kembali pola-pola keyakinan seseorang berdasarkan pengalaman yang lebih luas, 12 Membuat penilaian yang tepat tentang hal-hal dan kualitas-kualitas tertentu dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan definisi operasional berpikir kritis yang digunakan dalam penelitian ini adalah proses berpikir yang melibatkan proses menganalisis, mengevaluasi, sampai membuat keputusan untuk menyelesaikan masalah matematika. Berdasarkan definisi operasional tersebut dapat diturunkan menjadi beberapa indikator berpikir kritis yang akan digunakan dalam penelitian ini, yaitu: 1. Memberikan alasan Siswa dapat memberikan alasan yang sesuai dengan konsep matematika mengenai jawaban yang dikemukakan. 2. Mengidentifikasi suatu keputusan. Siswa dapat mengidentifikasi suatu keputusan dari suatu permasalahan. 3. Memberikan penjelasan lebih lanjut Siswa mempu menggunakan konsep untuk memberikan penjelasan lebih lanjut dari suatu pernyataan. 4. Merumuskan langkah-langkah penyelesaian Siswa mampu membuat solusi dari permasalahan berdasarkan konsep yang terlibat dengan menuliskan langkah-langkah penyelesaiannnya.

2. Pembelajaran Matematika

Istilah matematika berasal dari bahasa yunani, mathematike, yang berarti “relating to learning” dan mempunyai akar kata mathema yang artinya pengetahuan atau ilmu, serta berhubungan erat dengan sebuah kata lain yang serupa, yaitu mathanein yang mengandung arti belajar berpikir. 17 Belajar yang dimaksud disini adalah belajar dengan bernalar, karena matematika lebih menekankan pada aktivitas rasio penalaran. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Erman dalam bukunya , dia mengatakan bahwa “pada awalnya matematika terbentuk dari pengalaman manusia yang kemudian diproses dalam dunia rasio, diolah secara analisis dan sintesis dengan penalaran di dalam struktur kognitif sehingga sampailah pada suatu kesimpulan berupa konsep-konsep matematika.” 18 Menurut Fontana “Belajar adalah proses perubahan tingkah laku individu yang relatif tetap sebagai hasil dari pengal aman”. 19 Matematika adalah pelajaran tentang ide atau konsep serta hubungan yang ada diantara konsep tersebut. Konsep matematika tidak hanya dihafalkan tetapi harus dipahami secara bermakna melalui proses bernalar, proses berkomunikasi serta aktivitas pemecahan masalah. Reys, dkk dalam bukunya tahun 1973 mengatakan bahwa “matematika adalah telaah tentang pola dan hubungan, suatu jalan atau pola berpikir, suatu seni, suatu bahasa, dan suatu alat”. 20 Matematika merupakan suatu alat untuk mengembangkan cara berpikir logis, analisis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerja sama. Oleh karena itu, matematika sangat diperlukan baik untuk kehidupan sehari-hari maupun dalam menghadapi perkembangan IPTEK sehingga matematika perlu diajarkan kepada siswa disekolah sejak dini. Fungsi mata pelajaran matematika sekolah ada tiga yaitu: 21 1. Matematika sebagai alat, siswa diberi pengalaman menggunakan matematika sebagai alat untuk memahami atau menyampaikan suatu informasi misalnya melalui persamaan-persamaan atau tabel-tabel dalam model-model matematika yang merupakan penyederhanaan dari soal-soal cerita atau soal- soal uraian matematika lainnya. 17 Erman Suherman, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA- UPI, 2001, h. 17-18. 18 Ibid. 19 Ibid., h. 8. 20 Ibid., h. 19. 21 Ibid., h. 55. 2. Matematika sebagai pola pikir, bagi para siswa belajar matematika juga merupakan pembentukan pola pikir dalam pemahaman suatu pengertian maupun penalaran suatu hubungan di antara pengertian-pengertian itu. 3. Matematika sebagai ilmu atau pengetahuan, guru harus mampu menunjukkan betapa matematika selalu mencari kebenaran dan bersedia meralat kebenaran yang telah diterima bila ditemukan kesempatan untuk mencoba mengembangkan penemuan-penemuan sepanjang mengikuti pola pikir yang sah. Menurut Cobb, belajar matematika merupakan proses di mana siswa secara aktif mengkonstruksi pengetahuan matematika. 22 Berarti belajar matematika merupakan usaha siswa untuk membangun konsep-konsep matematika dengan kemampuannya sendiri. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar matematika adalah proses perubahan tingkah laku dan cara berpikir siswa dalam membangun konsep matematika itu sendiri serta bagaimana siswa dapat menghubungkan antar konsep tersebut atau dengan kehidupan sehari-hari sehingga dapat mengembangkan dan menghasilkan suatu konsep baru, serta dapat digunakan untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Proses pembelajaran adalah kegiatan yang berlangsung dalam lingkup sekolah sehingga terjadi proses sosialisasi individu siswa dengan lingkungan sekolah seperti guru, sumber belajar, dan teman sesama siswa. 23 Proses pembelajaran bukan hanya menuntut siswa sekedar mendengar, mencatat, akan tetapi menghendaki aktivitas siswa dalam proses berpikir. Pembelajaran membangun suasana dialogis serta proses tanya jawab terus menerus yang diarahkan untuk memperbaiki dan meningkatkan kemampuan berpikir siswa. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika adalah interaksi antara peserta didik dengan pendidik dalam suatu lingkungan belajar matematika untuk memecahkan berbagai persoalan matematika dan meningkatkan ketrampilan berpikir siswa. 22 Ibid., h. 71. 23 Ibid., h. 9.

2. Model Pembelajaran Learning Cycle 5E

Pergeseran paradigma pendidikan dari behavioristik menuju konstruktivistik melahirkan model, metode, pendekatan, dan strategi-strategi baru dalam sistem pembelajaran khususnya dalam pembelajaran matematika. Learning cycle merupakan model pembelajaran yang berbasis konstruktivisme dan dikembangkan oleh Robert Karplus dalam Science Curriculum Improvement StudySCIS. 24 Teori konstruktivisme menekankan agar peserta didik secara aktif menyusun dan membangun to Construct pengetahuan dan pemahaman mereka sendiri. 25 Artinya, pengetahuan tidak diberikan secara langsung dari sumber melainkan siswa harus membangun sendiri dan menemukan sendiri pengetahuannya dengan dasar pengetahuan yang sudah dimiliki sebelumnya. Menurut pandangan konstruktivis, “guru bukan sekedar memberi informasi ke pikiran siswa, akan tetapi guru harus mendorong siswa untuk mengeksplorasi dunia mereka, menemukan pengetahuan, dan berpikir secara kritis. ” 26 Peserta didik melalui pembelajaran konstruktivisme diharapkan dapat menganalisis, membandingkan, menggeneralisasi, hingga mengambil kesimpulan dari masalah yang ada. Peran guru sebagai fasilitator dan motivator belajar peserta didik, menata lingkungan belajar peserta didik agar dapat melakukan kegiatan belajar mengajar sebaik-baiknya. Keterlibatan peserta didik secara aktif dalam proses pembelajaran mendukung peserta didik untuk membangun pengetahuannya sendiri sehingga pembelajaran akan berpusat pada peserta didik bukan pada guru. Learning cycle juga sejalan dengan teori belajar piaget, yang juga membahas teori belajar konstruktivisme. Piaget mengatakan bahwa belajar merupakan pengembangan aspek kognitif yang meliputi: struktur, isi, dan fungsi. Struktur intelektual adalah organisasi- organisasi mental tingkat tinggi yang dimiliki individu untuk memecahkan masalah-masalah. Isi adalah perilaku khas individu dalam merespon masalah yang dihadapi. Sedangkan fungsi merupakan respon perkembangan intelektual 24 Made Wena, StrategiPembelajaran Inovatif Kontemporer, Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2009 h. 170. 25 Jhon W. Santrock, Psikologi Pendidikan, Jakarta: Kencana, 2008 , h. 8. 26 Ibid.

Dokumen yang terkait

Pengaruh model pembelajaran simplex basadur terhadap kemampuan berpikir kreatif matematis siswa: penelitian quasi eksperimen di kelas VII MTs Al ASIYAH Cibinong

1 18 166

Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Pbm) Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa Di Smk Dharma Karya Jakarta

1 16 221

Pengaruh model pembelajaran learning cycle terhadap keterampilan berpikir kritis siswa

0 22 8

Pengaruh strategi pembelajaran aktif teknik question student have terhadap kemampuan berpikir kritis matematis siswa: penelitian quasi eksperimen di Kelas VII SMP Negeri 11 Tangerang Selatan

0 4 240

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 5E TERHADAP

0 0 9

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN SIKLUS BELAJAR (LEARNING CYCLE) 5E UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN GENERALISASI MATEMATIS SISWA SMP: Penelitian Quasi Eksperimen terhadap Siswa Kelas VII di Salah Satu SMP Negeri di Kabupaten Bandung Barat.

1 3 91

PENGARUH MODEL LEARNING CYCLE 5E TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP DAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA DALAM PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL.

0 0 56

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN INTEGRATIF DALAM UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIS SISWA SMP: Suatu Penelitian Kuasi Eksperimen terhadap Siswa Kelas VII di Salah Satu SMP Negeri di Kabupaten Bandung.

1 3 51

PENGARUH PEMBELAJARAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN PROSES BERPIKIR REFLEKTIF TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN KONEKSI DAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIS SISWA :Studi Kuasi Eksperimen pada Siswa salah satu SMP Negeri di Sungailiat.

0 0 53

PENGARUH MODEL LEARNING CYCLE 5E TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA

0 0 6