rumah tinggal bagi para pembuat tahu yang berada dilokasi tempat pembuatan tahu.
Analisa ini diperkuat oleh teori yang menyebutkan bahwa asap rokok terdiri dari 2 bagian yaitu asap utama mainstream smoke yang
dihisap langsung oleh perokok dan asap sampingan sidestream smoke yang terdapat pada ujung bagian rokok yang terbakar. Walaupun asap
sampingan yang dihasilkan tidak sebanyak asap utama yang dihisap perokok, namun secara kimia kandungan zat-zat atau substansi penyusun
asap ini adalah hampir sama dengan konsenterasi yang berbeda Susanto, dkk, 2011. Oleh karena itu, sebaiknya perlu dilakukan penelitian lebih
mendalam mengenai kebiasaan merokok terhadap kelelahan kerja.
5. Tingkat Kebisingan
Pengukuran tingkat kebisingan pada penelitian ini dilakukan pada setiap titik pembuat tahu bekerja dengan tujuan mengetahui paparan
kebisingan di tempat kerja. Pada penelitian ini tingkat kebisingan dikategorikan menjadi 2 yaitu pembuat tahu yang terpapar kebisingan
85 dB dan yang tidak terpapar kebisingan 85 dB Permenaker No 13 Tahun 2011.
Berdasarkan uji statistik menggunakan uji Mann-Whitney didapatkan nilai p-value sebesar 0,476 menunjukkan bahwa tingkat
kebisingan di tempat kerja tidak berpengaruh terhadap terjadinya kelelahan kerja pada pembuat tahu di wilayah Kecamatan Ciputat dan
Ciputat Timur tahun 2014. Hal ini berarti kelompok pembuat tahu yang terpapar kebisingan dengan kelompok yang tidak terpapar kebisingan
memiliki risiko yang sama untuk terjadinya kelelahan kerja. Sedangkan berdasarkan hasil univariat didapatkan bahwa sebagian
besar pembuat tahu di wilayah Kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur tidak terpapar kebisingan di tempat kerja yaitu sebesar 89,3 dari total
sampel atau sebanyak 67 orang. Berdasarkan hasil observasi tempat kerja, kebisingan yang terdapat di tempat kerja berasal dari mesin penggiling
kacang kedelai, tungku untuk perebusan baik secara tradisional yaitu dengan kayu bakar yang diletakan di bawah drumwadah bubur kedelai
maupun cara modern menggunakan ketel uap, dan mesin blower agar api tetap menyala. Namun sumber bising tersebut tidak melebihi standar NAB
yang ditetapkan, hanya sebagian kecil pembuat tahu di tempat kerja yang terpapar.
Namun, hasil penelitian ini tidak sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa pengaruh kebisingan terhadap tenaga kerja adalah
mengganggu komunikasi, mengurangi konsentrasi Budiono, dkk, 2003, sehingga muncul sejumlah keluhan yang berupa perasaan lamban dan
keengganan untuk melakukan aktivitas. Kebisingan yang tidak
terkendalikan dengan baik, juga dapat menimbulkan efek lain yang salah satunya berupa meningkatnya kelelahan
kerja Suma’mur,1996. Teori tersebut sesuai dengan beberapa penelitian yang
menyebutkan terdapat hubungan antara tingkat kebisingan dengan kelelahan pada pekerja di proses produksi kantong salah satu perusahaan
semen di Indonesia Mauludi, 2010. Kemudian hasil penelitian di PT. Indokores Sahabat Purbalingga menunjukkan ada hubungan yang
signifikan antara kebisingan dengan kelelahan tenaga kerja Risva, 2002. Serta hasil penelitian kelelahan yang menyebutkan terdapat hubungan
yang signifikan antara kebisingan dengan perasaan kelelahan kerja pada tenaga kerja Yusri, 2006. Selain itu penelitian lain juga menunjukkan
42,8 dari 18 sampel yang diteliti, mengalami kelelahan akibat kebisingan di tempat kerja Hanifa, 2006.
Dalam penelitian ini, faktor tingkat kebisingan di tempat kerja tidak memiliki hubungan dengan kelelahan kerja. Hal ini dapat terjadi
karena sebagian besar pembuat tahu terpapar kebisingan berkisar 80 dB. Dimana paparan kebisingan tersebut termasuk paparan kebisingan rendah.
Paparan kebisingan rendah dapat menyebabkan terjadinya kelelahan karena adanya rasa tidak nyaman dalam menerima paparan kebisingan
ditempat kerja. Hal ini berkaitan dengan sensitifitas masing-masing pembuat tahu dan lamanya paparan kebisingan di tempat pembuatan tahu.
Analisa ini diperkuat oleh beberapa teori yang mengatakan bahwa paparan kebisingan rendah biasanya berkisar 75 dB dapat menyebabkan
terjadinya stress dan efek kesehatan lainnya dalam beberapa kasus. Stress yang dimaksud dapat berbentuk kelelahan, kegelisahan, depresi,
permusuhan atau agresi Division of Workplace Health Safety, 1998. Pendapat lain juga menambahkan bahwa pekerja yang terpapar kebisingan
untuk jangka waktu yang panjang dapat menghasilkan perasaan tidak nyaman dan peningkatan kelelahan kerja Lerman et al, 2012. Semakin
lama seorang pekerja bekerja maka semakin lama pula pekerja terpapar bahaya yang ditimbulkan oleh lingkungan kerja tersebut Budiono, dkk,
2003. Walaupun dalam penelitian ini faktor risiko tingkat kebisingan di
tempat kerja tidak berpengaruh terhadap terjadinya kelelahan kerja, namun perlu adanya pencegahan paparan kebisingan yang dapat
mempengaruhi kinerja dan produktivitas pembuat tahu. Beberapa hal yang bisa dilakukan seperti mengatur waktu bekerja dengan istirahat Lerman et
al, 2012, ILO, 1998. Beristirahat sejenak 5 sampai 15 menit setiap 1 sampai 2 jam atau bila merasa sudah tidak nyaman dengan suara bising
yang terdapat di tempat pembuatan tahu, atau bergantian mengerjakan pekerjaan yang memiliki paparan kebisingan lebih rendah dari pekerjaan
sebelumnya. Istirahat
sejenak terbukti
mengurangi kelelahan,