114
BAB VI PEMBAHASAN
A. Keterbatasan Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menyadari terdapat keterbatasan dan kelemahan penelitian. Dengan keterbatasan ini, diharapkan dapat dilakukan
perbaikan untuk penelitian yang akan datang. Keterbatasan dan kelemahan penelitian ini adalah pengukuran tekanan panas hanya dilakukan satu kali
karena adanya keterbatasan alat dan waktu penelitian serta izin dari pemilik tempat pembuatan tahu. Oleh sebab itu, peneliti melakukan pengukuran pada
pertengahan jam kerja, sehingga dapat diperoleh hasil ukur saat aktivitas pembuatan tahu sedang berlangsung.
B. Gambaran Kelelahan Kerja pada Pembuat Tahu
Kelelahan merupakan kondisi melemahnya tenaga untuk melakukan suatu kegiatan yang biasa terjadi kepada semua orang dalam kehidupan
sehari-hari dan disertai penurunan efisiensi dan kebutuhan dalam bekerja Budiono, dkk, 2003, Sedarmayanti, 2009. Kelelahan adalah suatu
mekanisme perlindungan tubuh agar terhindar dari kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah istirahat. Istilah kelelahan biasanya
menunjukkan kondisi yang berbeda-beda dari setiap individu, tetapi semuanya
bermuara kepada kehilangan efisiensi dan penurunan kapasitas kerja serta ketahanan tubuh Tarwaka, 2013.
Kelelahan kerja adalah suatu pola yang timbul pada suatu keadaan yang secara umum terjadi pada pekerja, dimana pekerja tidak sanggup lagi
untuk melakukan pekerjaan sehingga mengakibatkan terjadinya penurunan produktivitas kerja akibat faktor pekerjaan Riyadina, 1996, Sedarmayanti,
2009. Kelelahan kerja akan menambah tingkat kesalahan kerja dan menurunkan kinerja atau produktivitas. Jika kesalahan kerja meningkat, akan
memberikan peluang terjadinya kecelakaan kerja dalam industri Nurmianto, 2003.
Pada penelitian ini, kelelahan kerja diukur menggunakan Reaction Timer Test dan SSRT dari IFRC. Reaction Timer Test adalah pengukuran
kelelahan secara objektif dengan rangsangan yang kemudian pekerja akan meresponnya, sehingga dapat dihitung waktu yang dibutuhkan pekerja untuk
merespon rangsangan tersebut. Kemudian SSRT dari IFRC adalah kuesioner khusus digunakan untuk menilai perasaan kelelahan secara subyektif.
Pada uji Reaction Timer dapat digunakan rangsangan berupa nyala lampu yang kemudian pekerja akan meresponnya, sehingga dapat dihitung
waktu yang dibutuhkan pekerja untuk merespon rangsangan tersebut. Pengukuran waktu reaksi dilakukan sebanyak 5 kali, dan setiap hasil
pengukuran dijumlahkan, kemudian diambil nilai rata-ratanya Koesyanto dan Tunggul, 2005.
Hasil pengukuran dengan Reaction Timer tersebut akan dibandingkan dengan standar pengukuran kelelahan yaitu Koesyanto dan Tunggul, 2005:
a. Normal : waktu reaksi 150,0-240,0 mili detik
b. Kelelahan Kerja Ringan : waktu reaksi 240,0-410,0 mili detik c. Kelelahan Kerja Sedang : waktu reaksi 410,0-580,0 mili detik
d. Kelelahan Kerja Berat : waktu reaksi ≥ 580,0 mili detik
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 75 pembuat tahu di wilayah Kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur tahun 2014 menunjukkan
bahwa pembuat tahu memiliki nilai median waktu reaksi kelelahan kerja sebesar 483,00 mili detik, jika dibandingkan dengan standar pengukuran
kelelahan yang diuraikan paragraf diatas maka hasil pengukuran tingkat kelelahan pada penelitian ini termasuk tingkat kelelahan kerja sedang. Waktu
reaksi tersingkat yang dialami pembuat tahu 246 mili detik termasuk kelelahan kerja ringan, hal ini dialami oleh satu orang. Kemudian waktu
reaksi terlama yang dialami pembuat tahu 1598 mili detik termasuk kelelahan kerja berat yang dialami oleh satu orang juga.
Berdasarkan hasil pengukuran kelelahan kerja secara subjektif menggunakan kuesioner SSRT dari IFRC, diperoleh bahwa sebagian besar
pembuat tahu mengalami gejala pelemahan kegiatan, yaitu 49 orang. Dimana
pembuat tahu paling banyak mengalami kelelahan kerja tingkat sedang yaitu 25 51,0, diikuti oleh pembuat tahu yang mengalami kelelahan kerja
tingkat ringan 26,5, dan tingkat berat 22,4. Gejala pelemahan kegiatan yang paling banyak dialami pembuat tahu adalah gejala lelah seluruh badan.
Hal ini dikarenakan beban kerja yang diterima tidak sesuai dengan kemampuan pembuat tahu.
Lalu, gejala pelemahan motivasi, dari 11 pembuat tahu paling banyak mengalami kelelahan kerja tingkat sedang diikuti oleh pembuat tahu yang
mengalami kelelahan kerja tingkat berat dan tingkat ringan. Gejala pelemahan motivasi paling banyak dialami, yaitu seperti gejala cenderung lupa dan
kurang percaya diri. Jika dibandingkan dengan gejala pelemahan kegiatan, gejala pelemahan motivasi pada pembuat tahu sangat sedikit. Hal ini
dikarenakan pembuat tahu memiliki motivasi yang tinggi dalam bekerja. Jika produktivitas mereka meningkat, keuntungan yang diperoleh juga akan
meningkat. Namun sebaliknya, jika mereka tidak tekun dalam bekerja, produktivitas mereka menurun, keuntungan yang mereka peroleh juga akan
berkurang dan dapat mengakibatkan kerugian. Selanjutnya, gejala kelelahan fisik, dari 15 pembuat tahu yang
mengalami gejala kelelahan fisik, paling banyak mengalami kelelahan kerja tingkat berat dan tingkat ringan, lalu diikuti oleh kelelahan tingkat sedang.
Gejala kelelahan fisik yang dialami pembuat tahu adalah gejala nyeri pada