pembuatan tahu yang tidak ideal, atau bergantian mengerjakan pekerjaan yang memiliki pencahayaan yang ideal dari pekerjaan sebelumnya.
Istirahat sejenak
terbukti mengurangi
kelelahan, meningkatkan
produktifitas, dan mengurangi risiko kesalahan atau kecelakaan. Kegiatan yang bisa dilakukan saat beristirahat sejenak seperti berinteraksi sosial
sesama pembuat tahu lainnya atau mengkonsumsi minum. Kemudian, mendesain tempat kerja bisa dilakukan dengan
menambah jumlah sumber cahaya yang terdapat di tempat pembuatan tahu berasal dari celah genting yang sengaja dibuka, atau bagi pemilik tempat
pembuatan tahu mengganti beberapa buah genting dengan genting tembus cahaya untuk memperoleh cahaya yang sesuai standar tanpa perlu takut
kebocoran saat terjadi hujan.
7. Tekanan Panas
Pengukuran tekanan panas dilakukan satu kali selama 1 jam, tepatnya pada jam kerja pada lokasi yang ramai dilalui namun tidak
mengganggu proses kerja. Hal tersebut bertujuan dapat menggambarkan keadaan lingkungan yang sebenarnya karena pada jam tersebut pekerja
melakukan aktivitas yang cukup tinggi. Pengukuran tekanan panas dengan Quest Thermal Environmental
Monitor perlu mempertimbangkan beban kerja sesuai dengan klasifikasi
beban kerja menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 13 Tahun 2011
dan mengukur waktu kerja tenaga kerja setiap jam. Beban kerja dapat ditentukan dengan menggunakan Estimasi Pengukuran Panas Metabolik,
yaitu dengan merujuk kepada jumlah kalori yang dikeluarkan dalam melakukan pekerjaan per satuan waktu NIOSH, 1986. Berdasarkan
observasi yang dilakukan, pembuat tahu bekerja selama 8 jam dengan waktu istirahat 1 jam, sehingga pengaturan waktu kerja setiap jam masuk
dalam kategori 75 - 100. Pada penelitian ini tekanan panas dikategorikan menjadi 2 yaitu pembuat tahu yang mengalami tekanan
panas dan yang tidak mengalami tekanan panas Permenaker No 13 Tahun 2011.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar pembuat tahu di wilayah Kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur terpapar
tekanan panas yaitu sebesar 80 dari total sampel atau sebanyak 60 orang. Berdasarkan hasil observasi tempat kerja, sumber panas yang
terdapat di tempat kerja berasal dari tungku api yang digunakan untuk perebusan baik secara tradisional yaitu dengan kayu bakar yang diletakan
di bawah drumwadah bubur kedelai maupun cara modern menggunakan ketel uap.
Kemudian berdasarkan uji statistik menggunakan uji Mann- Whitney didapatkan nilai p-value sebesar 0,014 menunjukkan bahwa
tekanan panas di tempat kerja berpengaruh terhadap terjadinya kelelahan kerja pada pembuat tahu di wilayah Kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur
tahun 2014. Artinya, semakin tinggi paparan tekanan panas yang diterima di tempat kerja, maka semakin meningkat untuk terjadinya kelelahan kerja
Hal ini sebanding dengan hasil penelitian di PT. Indokores Sahabat Purbalingga menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara iklim
kerja dengan kelelahan tenaga kerja Risva, 2002. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa
suhu panas dapat mengurangi kelincahan, memperpanjang waktu reaksi dan waktu pengambilan keputusan, mengganggu kecermatan kerja otak,
mengganggu koordinasi syaraf perasa dan motoris. Bagi orang Indonesia cuaca kerja ditempat kerja dirasakan nyaman antara 21°-
30°C Suma’mur, 1996. Sedangkan standar suhu lingkungan kerja yang ditetapkan yaitu
18°-28°C Keputusan Menteri Kesehatan, 2002. Berdasarkan hasil pengukuran suhu ditempat kerja pembuat tahu di wilayah Kecamatan
Ciputat dan Ciputat Timur tahun 2014, didapatkan suhu antara 29°-32°C. Suhu lingkungan yang tinggi dapat mengakibatkan suhu tubuh
akan meningkat. Hal itu menyebabkan hipotalamus merangsang kelenjar keringat sehingga tubuh mengeluarkan keringat. Dalam keringat
terkandung bermacam-macam garam terutama, garam Natrium chlorida. Keluarnya garam Natrium chloride bersama keringat akan mengurangi
kadarnya dalam tubuh, sehingga menghambat transportasi glukosa sebagai sumber energi. Hal ini menyebabkan penurunan kontraksi otot sehingga
tubuh mengalami kelelahan Guyton, 1991. Faktor risiko tekanan panas di tempat kerja mempengaruhi
terjadinya kelelahan kerja pembuat tahu. Hal ini dapat terjadi karena kondisi lingkungan tempat pembuatan tahu memiliki suhu yang cukup
tinggi. Berdasarkan hasil observasi sumber panas dihasilkan dari proses perebusanpemasakan menggunakan tungku api dan ketel uap dengan
bantuan kayu bakar. Proses ini menghasilkan tekanan panas sekitar 29° sampai 32° C yang dapat mengganggu proses kerja. Selain itu celah udara
atau ventilasi di tempat pembuatan tahu kurang memadai sehingga uap yang dihasilkan selama proses pembuatan tahu sulit keluar dan digantikan
dengan udara segar. Oleh sebab itu, untuk menghindari terjadinya kelelahan kerja yang
dipengaruhi oleh faktor tekanan panas di tempat kerja, dapat melakukan beberapa cara seperti mengendalikan bahaya ditempat kerja dengan cara
mendesain tempat kerja dan beristirahat sejenak saat merasa kelelahan Lerman et al, 2012, ILO, 1998.
Adapun mendesain tempat kerja yang mungkin bisa dilakukan pemilik tempat pembuatan tahu dengan menambah jumlah celah udara di
keliling tempat pembuatan tahu atau bagi pemilik tempat pembuatan tahu