Keterbatasan Penelitian Gambaran Kelelahan Kerja pada Pembuat Tahu

pembuat tahu paling banyak mengalami kelelahan kerja tingkat sedang yaitu 25 51,0, diikuti oleh pembuat tahu yang mengalami kelelahan kerja tingkat ringan 26,5, dan tingkat berat 22,4. Gejala pelemahan kegiatan yang paling banyak dialami pembuat tahu adalah gejala lelah seluruh badan. Hal ini dikarenakan beban kerja yang diterima tidak sesuai dengan kemampuan pembuat tahu. Lalu, gejala pelemahan motivasi, dari 11 pembuat tahu paling banyak mengalami kelelahan kerja tingkat sedang diikuti oleh pembuat tahu yang mengalami kelelahan kerja tingkat berat dan tingkat ringan. Gejala pelemahan motivasi paling banyak dialami, yaitu seperti gejala cenderung lupa dan kurang percaya diri. Jika dibandingkan dengan gejala pelemahan kegiatan, gejala pelemahan motivasi pada pembuat tahu sangat sedikit. Hal ini dikarenakan pembuat tahu memiliki motivasi yang tinggi dalam bekerja. Jika produktivitas mereka meningkat, keuntungan yang diperoleh juga akan meningkat. Namun sebaliknya, jika mereka tidak tekun dalam bekerja, produktivitas mereka menurun, keuntungan yang mereka peroleh juga akan berkurang dan dapat mengakibatkan kerugian. Selanjutnya, gejala kelelahan fisik, dari 15 pembuat tahu yang mengalami gejala kelelahan fisik, paling banyak mengalami kelelahan kerja tingkat berat dan tingkat ringan, lalu diikuti oleh kelelahan tingkat sedang. Gejala kelelahan fisik yang dialami pembuat tahu adalah gejala nyeri pada pinggang dan rasa haus. Hal ini disebabkan oleh lingkungan tempat kerja yang tidak baik dan dapat melemahkan fisik pembuat tahu, sehingga mempercepat terjadinya kelelahan kerja. Kelelahan kerja merupakan suatu pola yang timbul pada suatu keadaan yang secara umum terjadi pada pekerja, dimana pekerja tidak sanggup lagi untuk melakukan pekerjaan Sedarmayanti, 2009. Kondisi lelah tersebut ditimbulkan oleh berbagai penyebab kelelahan baik yang berasal dari pekerja ataupun lingkungan pekerjaan. Penyebab kelelahan kerja tersebut juga terdapat pada pembuat tahu di wilayah Kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur tahun 2014, dimana kelelahan kerja berasal dari lingkungan pekerjaan yaitu tingkat kebisingan, tingkat pencahayaan, dan tekanan panas. Selain itu, kelelahan kerja juga diduga dipengaruhi oleh faktor individu seperti umur, masa kerja, status gizi, dan kebiasaan merokok. Oleh karena itu diperlukan tindakan untuk mencegah terjadinya kelelahan kerja. Untuk mencegah terjadinya kelelahan kerja, berdasarkan teori yang dikemukaan Lerman et al 2012 dan ILO 1998, bahwa untuk menghilangkan atau mengurangi penyebab-penyebab kelelahan yaitu dengan cara menyeimbangkan antara beban kerja dengan jumlah pekerja sehingga tidak ada pekerja yang mendapat beban kerja melebihi kapasitas kerja yang sanggup dikerjakan, mengatur jam kerja dengan waktu istirahat yang cukup dan bergantian pekerjaan saat merasa sudah tidak nyaman, dan mengendalikan bahaya ditempat kerja dengan cara mendesain tempat kerja yang aman dan sehat.

C. Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Kelelahan Kerja pada

Pembuat Tahu 1. Umur Umur adalah variabel yang selalu diperhatikan di dalam penyelidikan-penyelidikan epidemiologi. Angka-angka kesakitan maupun kematian di dalam hampir semua keadaan menunjukkan hubungan dengan umur Notoatmodjo, 2007. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa nilai median umur pembuat tahu di wilayah Kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur adalah 31 tahun, dimana umur termuda adalah 13 tahun, sedangkan umur tertua adalah 56 tahun. Pada rentang umur tersebut pembuat tahu mengalami kelelahan kerja bervariasi mulai dari kelelahan kerja ringan dengan waktu reaksi 246 mili detik dan kelelahan tertinggi dengan waktu reaksi 1598 mili detik yang dialami satu orang. Berdasarkan uji statistik menggunakan uji Spearman Correlations didapatkan nilai p-value sebesar 0,00 menunjukkan bahwa umur pembuat tahu berpengaruh terhadap kejadian kelelahan kerja. Arah korelasi umur dengan kejadian kelelahan adalah positif dengan kekuatan korelasi yang kuat, artinya semakin bertambah umur, maka semakin meningkat untuk terjadinya kelelahan kerja. Uji statistik juga menjelaskan bahwa prediksi peningkatan umur sebesar 31,4 untuk terjadinya kelelahan kerja pada pembuat tahu di wilayah Kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur. Proses penuaan atau bertambahnya umur dapat menurunkan kekuatan otot sehingga mudah mengalami kelelahan Tarwaka, dkk, 2004, Bridger, 2003. Fungsi faal tubuh yang dapat berubah karena faktor usia mempengaruhi ketahanan tubuh dan kapasitas kerja seseorang. Seseorang yang berumur muda sanggup melakukan pekerjaan berat dan sebaliknya jika seseorang berusia lanjut maka kemampuan untuk melakukan pekerjaan berat akan menurun karena merasa cepat lelah dan tidak bergerak dengan gesit ketika melaksanakan tugasnya sehingga mempengaruhi kinerjanya Suma’mur, 1996. Hasil penelitian dan teori diatas sejalan dengan hasil penelitian kelelahan pada pekerja proyek. Kelelahan berat paling banyak dialami oleh pekerja yang berusia diatas 37 tahun, sehingga dapat dikatakan adanya hubungan yang bermakna antara usia pekerja dengan kelelahan kerja Marif, 2013. Faktor umur mempengaruhi terjadinya kelelahan kerja pembuat tahu. Hal ini dapat terjadi karena dalam melakukan aktivitas fisik dalam proses pembuatan tahu tidak berdasarkan umur pembuat tahu. Pembuat tahu yang berumur muda dan tua sama-sama melakukan aktivitas fisik membuat tahu, baik aktivitas fisik dengan beban kerja ringan, sedang ataupun berat. Dalam hal ini, pemilik tempat pembuatan tahu tidak membedakan pembagian kerja berdasarkan umur pekerja. Mereka sama- sama bekerja untuk mencapai hasil produksi sesuai target yang diinginkan berdasarkan permintaan pasar yang semakin meningkat. Oleh sebab itu, berdasarkan teori yang dikemukaan Lerman et al 2012 dan ILO 1998 bahwa untuk menghindari terjadinya kelelahan kerja akibat faktor umur, pemilik tempat pembuatan tahu perlu menyeimbangkan antara beban kerja berdasarkan umur. Hal ini diharapkan pembuat tahu tidak mengeluhkan kegiatan yang berlebihan saat bekerja. Penyeimbangan beban kerja yang dimaksud adalah pembuat tahu yang berumur tua melakukan aktivitas fisik dengan beban kerja yang ringan seperti proses perendaman, pencucian, penggilingan, pengendapan, dan pemotongan, sedangkan pembuat tahu yang berumur muda itu melakukan aktivitas fisik dengan beban kerja yang berat seperti proses perebusan, pencetakan, dan penyaringan, kegiatan ini melibatkan seluruh aktifitas tubuh karena dilakukan secara terus-menerus dengan cara menggoyang-goyangkan kain saringan, ada pula yang menginjak-injak alat saringan menggunakan kaki untuk membantu proses penyaringan.

2. Masa Kerja

Masa kerja merupakan akumulasi waktu dimana pekerja telah menjalani pekerjaan tersebut Malcom, 1998 dalam Wirasati, 2003. Masa kerja dapat mempengaruhi pekerja baik pengaruh positif maupun negatif. Pengaruh positif terjadi bila semakin lama seorang pekerja bekerja maka akan berpengalaman dalam melakukan pekerjaannya. Sebaliknya pengaruh negatif terjadi bila semakin lama seorang pekerja bekerja akan menimbulkan kelelahan dan kebosanan. Semakin lama seorang pekerja bekerja maka semakin banyak pekerja terpapar bahaya yang ditimbulkan oleh lingkungan kerja tersebut Budiono, dkk, 2003. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa nilai median masa kerja pembuat tahu di wilayah Kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur adalah 8 tahun, dimana masa kerja terendah adalah 1 tahun, sedangkan masa kerja terlama adalah 41 tahun. Masa kerja yang bervariasi tersebut membuat pembuat tahu juga mengalami kelelahan kerja yang bervariasi mulai dari kelelahan kerja ringan dengan nilai waktu reaksi 246 mili detik dan kelelahan tertinggi yang dialami pembuat tahu 1598 mili detik. Berdasarkan uji statistik menggunakan uji Spearman Correlations didapatkan nilai p-value sebesar 0,00 menunjukkan bahwa masa kerja pembuat tahu berpengaruh terhadap kejadian kelelahan kerja. Arah