Analisis Deskriptif Analisis Tiga Tahap Formulasi Strategi

- Kemampuan pemasok memenuhi bahan baku - Keberadaan pemasok lain - Kekuatan tawar menawar perusahaan Data sekunder diperloeh melalui studi pustaka, skripsi, tesis, internet, dan laporan perusahaan dalam kurun waktu tertentu. Observasi, penyebaran quesioner, wawancara, serta pengumpulan dokumen, dilakukan sendiri oleh peneliti. 4.3 Metode Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah teknik pengamatan langsung observasi dan wawancara. Wawancara dilakukan secara tidak terstruktur, yang bertujuan untuk memperoleh jawaban secara spontan, jujur, serta merepresentasikan keadaan yang sebenarnya.

4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data

Metode pengolahan dan analisis data yang digunakan dalam penelitian ini ialah dengan menggunakan pendekatan konsep manajemen strategi. Data dan informasi yang terkumpul diolah dan dianalisa secara kualitatif dan kuantitatif, untuk memperoleh alternatif strategi bagi perusahaan. Alat analisis yang digunakan, antara lain:

4.4.1 Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif adalah metode penelitian untuk membuat gambaran mengenai situasi atau kejadian, sehingga metode ini berkehendak mengadakan akumulasi data dasar belaka dengan tujuan untuk mendefinisikan visi, misi, dan tujuan perusahaan, strategi yang telah dijalankan, serta data-data yang berkaitan dengan kegiatan pemasaran, pencapaian target penjualan, keuangan, personalia serta produksi dan operasi.

4.4.2 Analisis Tiga Tahap Formulasi Strategi

Proses perumusan strategi didasarkan pada kerangka tiga tahap formulasi strategi yang terdiri dari tahap masukan, pemaduan, dan keputusan. Analisis tiga tahap formulasi strategi yang digunakan dalam penelitian ini meliputi analisis matriks EFE dan IFE, matriks IE, matriks SWOT, dan metode PHA. Matriks IFE dan EFE Data yang diperoleh dari tahap input dianalisis secara deskriptif untuk mendefinisikan visi, misi dan tujuan perusahaan, daftar lingkungan eksternal- internal perusahaan, dan posisi perusahaan dalam industri. Data yang ada kemudian diklasifikasikan secara kualitatif menurut analisis lingkungan eksternal untuk mengetahui peluang dan ancaman dari luar, kemudian menganalisis lingkungan internal untuk menentukan kekuatan dan kelemahan di dalam perusahaan. Daftar peluang, ancaman, kekuatan, dan kelemahan yang ada dievaluasi dan dibuat dalam bentuk matriks External Factor Evaluation EFE dan Internal Factor Evaluation IFE yang dapat dilihat pada Tabel 4 dan 5. Tabel 4. Matriks EFE Faktor Eksternal Bobot Peringkat Bobot x peringkat Peluang - - Ancaman - - Total 1 Sumber: David, 2004 Tabel 5. Matriks IFE Faktor Internal Bobot Peringkat Bobot x peringkat Kekuatan - - Kelemahan - - Total 1 Sumber: David, 2004 Langkah-langkah untuk mendapatkan kedua matriks tersebut adalah : 1. Menuliskan variabel peluang, ancaman, kekuatan, dan kelemahan pada matriks yang telah tersedia. 2. Menentukan bobot setiap variabel. Penentuan bobot dilakukan, dengan mengajuka n identifikasi faktor eksternal dan internal kepada manajemen perusahaan dengan menggunakan metode “Paired Comparison” Kinnear dan Taylor dalam Sasongko, 2006. Metode tersebut digunakan untuk memberikan penilaian terhadap setiap faktor internal dan eksternal dengan menggunakan skala 1, 2, 3, yaitu: 1 = Jika indikator horisontal kurang penting daripada indikator vertikal 2 = Jika indikator horisontal sama penting daripada indikator vertikal 3 = Jika indikator horisontal lebih penting daripada indikator vertikal Indikator horisontal adalah faktor-faktor eksternal atau internal pada lajur horisontal baris. Sedangkan, indikator vertikal adalah faktor-faktor eksternal atau internal pada lajur vertikal kolom. Bentuk penilaian pembobotan dapat dilihat pada Tabel 6 dan 7 berikut ini. Tabel 6. Penilai Bobot Faktor Eksternal Perusahaan Faktor Eksternal A B C …. Total A B C …. Total Sumber: David, 2004 Tabel 7. Penilai Bobot Faktor Internal Perusahaan Faktor Internal A B C …. Total A B …. Total Sumber: David, 2004 3. Memberikan peringkat 1 sampai 4 pada kolom ketiga. Peringkat pada matriks EFE, mengindikasikan seberapa efektif perusahaan merespon peluang atau ancaman, yaitu nilai 1 = respon di bawah rata-rata, nilai 2 = respon rata-rata, nilai 3 = respon di atas rata-rata, dan nilai 4 = respon sangat superior, sedangkan untuk ancaman adalah sebaliknya. Pada matriks IFE, akan mengukur seberapa ideal kinerja yang telah dilakuka n perusahaan. Peringkat untuk kekuatan perusahaan, nilai 1 = sangat lemah, nilai 2 = lemah, nilai 3 = kuat, dan nilai 4 = sangat kuat, sedangkan untuk kelemahan adalah sebaliknya. 4. Mengalikan bobot dengan peringkat untuk mendapatkan skor terbobot. 5. Skor yang diperoleh, kemudian dijumlahkan untuk mendapatkan total skor terbobot. Total skor terbobot berada antara nilai 1 sampai 4. nilai 1 sampai 2 pada matriks EFE berarti perusahaan tidak mampu memanfaatkan peluang untuk menghindari ancaman. Sedangkan nilai 2 sampai 3 berarti perusahaan mampu merespon situasi eksternal secara rata-rata. Nilai 3 sampai 4 berarti perusahaan mampu memanfaatkan peluang dan menghindari ancaman dengan baik. Pada matriks IFE yang bernilai 1 sampai 2 menggambarkan situasi internal perusahaan yang sangat buruk. Nilai 2 sampai 3 menggambarkan situasi internal perusahaan yang rata-rata. Nilai 3 sampai 4 menandakan bahwa situasi internal perusahaan berada pada tingkat di atas rata-rata. Analisis Matriks IE Tahap yang kedua adalah pemaduan atau pencocokan dengan memasukkan hasil pembobotan EFE-IFE ke dalam matriks IE, untuk memperoleh strategi bisnis yang lebih detail. Matriks IE mempunyai sembilan sel strategi yang dapat dikelompokkan menjadi tiga sel strategi utama , yaitu: 1. Growth and Build Tumbuh dan Bina berada dalam sel I, II, atau IV. Strategi yang cocok adalah strategi intensif penetrasi pasar, pengembangan pasar, dan pengembangan produk dan strategi integratif integrasi ke belakang, integrasi ke depan dan integrasi horisontal 2. Hold and Maintain Pertahankan dan Pelihara dilakukan untuk sel III, V, atau VII. Strategi yang dipakai adalah penetrasi pasar dan pengembangan produk 3. Harvest or Divest Panen atau Divestasi dipakai untuk sel VI, VIII, atau IX. Strategi yang dipakai adalah strategi divestasi, strategi diversifikasi konglomerat dan strategi likuidasi. Matriks IE dapat dilihat pada Gambar 4. Gambar 4. Matriks IE Sumber: David, 2004 Analisis Matriks SWOT Matriks SWOT ini ditujukan untuk merumuskan sejumlah alternatif strategi yang dapat diterapkan perusahaan perusahaan. Terdapat 8 tahapan untuk membentuk matriks SWOT, yaitu : 1. Tentukan faktor-faktor peluang eksternal perusahaan 2. Tentukan faktor-faktor ancaman eksternal perusahaan 3. Tentukan faktor-faktor kekuatan internal perusahaan 4. Tentukan faktor-faktor kelemahan insternal perusahaan 5. Sesuaikan kekuatan internal dengan peluang eksternal strategi SO 6. Sesuaikan kelemahan internal dengan peluang eksternal strate gi WO 7. Sesuaikan kekuatan internal dengan ancaman eksternal strategi ST. 8. Sesuaikan kelemahan internal dengan ancaman eksternal strategi WT. Matriks SWOT dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Matriks SWOT Faktor Internal Faktor Eksternal Kekuatan-S Tentukan 5-10 faktor- faktor kekuatan internal Kelemahan-W Tentukan 5-10 faktor- faktor kelemahan internal Peluang-O Tentukan 5-10 faktor- faktor ancaman eksternal STRATEGI SO Gunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang STRATEGI WO Atasi kelemaha n dengan memanfaatkan peluang Ancaman-T Tentukan 5-10 faktor- faktor ancaman eksternal STRATEGI ST Gunakan kekuatan untuk menghindari ancaman STRATEGI WT Meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman Sumber : David, 2004 Metode Proses Hirark hi Analitik PHA Tahap selanjutnya setelah perumusan strategi adalah dengan mencari alternatif strategi terbaik dengan menggunakan metode PHA yang diolah dengan software Expert Choice Version 2000 untuk mengetahui nilai-nilai skala prioritas. Menurut Saaty 1993, kerangka kerja PHA pada dasarnya dibagi menjadi delapan langkah kerja utama, yaitu: 1. Mendefinisikan permasalahan dan merinci pemecahan yang diinginkan. Permasalahan yang akan diteliti harus jelas, agar tidak menimbulkan bias dalam penentuan pemilihan tujua n, kriteria, aktivitas, dan berbagai elemen atau faktor yang membentuk struktur hirarkhi pemecahan masalah tersebut. 2. Membuat struktur hirarkhi dari sudut pandang manajemen secara menyeluruh. Penyusunan model hirarkhi ditentukan berdasarkan jenis permasalahan dan keputusan yang akan diambil. Pada tingkat hirarkhi hanya terdapat satu elemen yang disebut fokus, yaitu sasaran yang ingin dicapai. Tingkat berikutnya terbagi menjadi beberapa elemen yang homogen agar dapat dibandingkan secara efektif dengan elemen-elemen yang berada di tingkat sebelumnya. Gambar 5. Model Struktur Hirarkhi Sumber : Saaty 1993 Di dalam penelitian ini, terdapat tiga tingkat model struktur hirarkhi, yaitu Goal, strategi dan alternatif strategi. Untuk hirarkhi tingkat dua, yaitu fa ktor, tidak dipergunakan dalam penyusunan hirarkhi, karena telah dilakukan analisis dengan menggunakan matriks IFE dan EFE. Sedangkan, hirarkhi tingkat 3, yaitu pelaku, tidak dianalisis karena dalam proses perumusan strategi dilihat aspek-aspek fungsional manajemen secara keseluruhan dan tidak terpisah. 3. Menyusun matriks banding berpasangan Penyusunan matriks ini merupakan dasar untuk melakukan pembandingan berpasangan antar eleme n yang terkait yang ada pada hirarkhi di bawahnya. Pembandingan berpasangan pertama dilakukan pada variabel tingkat kedua, yaitu F1, F2, F3 dan hingga Fn. Tabel 9. Nilai Skala Banding Berpasangan Nilai Skala Definisi Penjelasan 1 Kedua elemen sama pentingnya. Dua elemen menyumbang sama besar pada sifat tersebut. 3 Elemen yang satu sedikit lebih penting daripada elemen yang lainnya. Pengalaman dan pertimbangan dengan kuat menyokong satu elemen atas elemen yang lainnya. 5 Elemen yang satu sangat penting, daripada elemen lainnya. Satu elemen dengan kuat disokong dan dominasinya telah terlihat dalam praktek. 7 Satu elemen jelas lebih penting daripada elemen yang lainnya. Bukti yang menyokong elemen yang satu atas yang lainnya, memiliki tingkat penegasan yang tertinggi yang mungkin menguatkan. 9 Satu elemen mutlak lebih penting daripada elemen lainnya. Kompromi diperlukan di antara dua pertimbangan. 2, 4, 6, 8 Nilai-nilai antara dua pertimbangan yang berdekatan Kebalikan nilai-nilai di atas Jika untuk aktivitas i mendapat satu angka x, bila dibandingkan dengan aktivitas j, maka j memiliki nilai kebalikan dibandingkan dengan i, yaitu 1x. Sumber : Saaty 1993 4. Mengumpulkan semua pertimbangan yang diperlukan dari hasil melakukan pembandingan berpasangan antar elemen pada langkah 3. Pada langkah ini dilakukan pembandingan berpasangan antar variabel pada kolom ke-j dengan setiap variabel pada baris ke-i yang berhubungan dengan G. Perbandingan antar elemen, sesuai dengan pertanyaan ”Seberapa kuat elemen baris ke-i didominasi atau dipengaruhi oleh G, dibandingkan dengan kolom ke-j?” 5. Memasukkan nilai 1 sepanjang diagonal utama dan nilai-nilai kebalikannya. Nilai 1 sampai 9 digunakan jika Fi lebih mempengaruhi sifat fokus puncak hirarki dibandingkan dengan Fj. Sedangkan, jika Fi kurang mempengaruhi sifat fokus puncak hirarki dibandingkan dengan Fj, maka digunakan angka kebalikannya. Misalnya elemen F12 bernilai 5, maka nilai elemen F21, yaitu 15. 6. Melaksanakan langkah 3,4, dan 5 untuk semua tingkat dalam hirarki. Pembandingan dilanjutkan untuk semua elemen pada tiap tingkat keputusan yang ada dalam hirarkhi. Ada dua macam matriks pembandingan dalam metode PHA, yaitu : a. Matriks Pendapat Individu MPI merupakan matriks hasil pembandinga n yang dilakukan oleh individu yang disimbolkan dengan a ij , artinya elemen matriks ke-i dan kolom ke-j Tabel 10 Tabel 10. Matriks Pendapat Individu G A1 A2 A3 ... An A1 a11 a12 a13 ... a1n A2 a12 a22 a23 ... a2n ... ... ... ... .... ... An an1 an2 an3 ... Ann Sumber : Saaty 1993 b. Matriks Pendapat Gabungan MPG merupakan matriks baru yang elemennya berasal dari rata-rata geometrik pendapat individu yang rasio inkonsistensinya lebih kecil atau sama dengan 0,1 atau 10. Elemen pada matriks ini disimbolkan dengan gij, yaitu elemen matriks ke-i dan kolom ke-j Tabel 11. Tabel 11. Matriks Pendapat Gabungan G G1 G2 G3 ... Gn G1 g11 g12 g13 ... g1n G2 g12 g22 g23 ... g2n ... ... ... ... .... ... Gn gn1 gn2 gn3 ... gnn Sumber : Saaty 1993 7. Mensintesis prioritas untuk melakukan pembobotan vektor-vektor prioritas. Menggunakan komposisi secara hirarkhi untuk membobotkan vektor prioritas dengan bobot kriteria dan menjumlahkan semua nilai prioritas terbobot tersebut dengan nilai prioritas dari tingkat bawah berikutnya, dan seterusnya. Dalam pengolahan matriks pendapat terdapat dua tahap pengolahan, yaitu: a. Pengolahan horisontal, meliputi penentuan vektor prioritas, uji konsistensi, dan revisi pendapat bila dibutuhkan. b. Pengolahan vertikal, meliputi penyusunan prioritas pengaruh setiap variabel pada tingkat hirarkhi keputusan tertentu terhadap sasaran utama atau fokus. 8. Mengevaluasi konsisitensi untuk seluruh hirarkhi. Pada saat pengisian judgement matriks perbandingan berpasangan terdapat kemungkinan terjadinya penyimpangan dalam membandingkan elemen-elemen yang ada, sehingga diperlukan suatu uji konsistensi. Dalam metode PHA, penyimpangan yang masih diperbolehkan apabila nilai CR Rasio Inkonsistensi di bawah 10. Langkah ini dapat dilakukan dengan mengalikan setiap indeks konsistensi dengan prioritas kriteria tersebut dan menjumlahkan hasil kalinya. Rasio Inkonsistensi diperoleh setelah matriks diolah secara horisontal dengan menggunakan program komputer Expert Choice 2000, apabila nilai CR lebih besar dari 10, maka mutu informasi harus ditinjau kembali dan diperbaiki, antara lain dengan memperbaiki cara menggunakan pertanyaan pada saat pengisian ulang kuisioner atau dengan lebih mengarahkan responden dalam membuat perbandingan bersama.

V. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

5.1 Sejarah Singkat Perusahaan

Pada awal tahun 1970, Sekretaris Jenderal Kwartir Nasional Kwarnas, yaitu Mayjen TNI Purn Dr. Aziz Saleh berkeinginan untuk mendirikan sebuah Apiari Pramuka di Indonesia. Hal ini didorong oleh keinginan untuk menerapkan kegiatan peternakan lebah secara modern di Indonesia yang saat itu masih dilakukan secara tradisional. Sementara peternakan lebah modern yang dirintis oleh pemerintah dan badan swasta Massito Apiaries dan Lembaga Apikultura Indonesia tidak membawa hasil memuaskan, bahkan mengalami kegagalan. Hal inilah, yang membuat kalangan gerakan pramuka bermaksud untuk membantu pemerintah merintis kembali usaha peternakan lebah modern di Indonesia. Pada tanggal 28 Mei 1970, diselenggarakan workshop peternakan lebah di Indonesia, dan salah satu hasil dari acara tersebut adalah adanya pembentukan suatu badan untuk menampung segala aktivitas peternakan lebah di lingkungan gerakan pramuka. Kemudian, badan ini dikenal dengan sebutan Pusat Apiari Pramuka atau disingkat menjadi Apiari Pramuka atau unit usaha Apiari Pramuka. Setelah Apiari Pramuka terbentuk, Kwarnas kemudian membentuk Tim Pelaksana Pusat Apiari Pramuka dengan SK Kwarnas No. 68KN71 Tanggal 20 Agustus 1971 dan diketuai oleh Letjen TNI Purn HM Sarbini. Pada tanggal 20 April 1972, Apiari Pramuka mendapat sumbangan 25 kotak lebah stup beserta koloni lebah unggul Apis mellifera dari GN Frost, Presiden Australian Freedom from Champaign Commitee. Bantuan ini merupakan modal pertama bagi Apiari Pramuka dalam menyelenggarakan peternakan lebah modern di Indonesia. Lebah