Kerajaan Demak Perkembangan Kerajaan-Kerajaan

Peradaban Masa Islam 231 Setelah wafatnya Panembahan Senopati, tahta jatuh kepada putranya yang bernama Mas Jolang. Berturut-turut, Mas Jolang harus menghadapi pemberontakan yang dilancarkan oleh Demak, Ponorogo, Surabaya, dan Gresik. Tahun 1613, dalam sebuah perjalanan pulang dari Surabaya setelah menumpas pemberontakan, Mas Jolang meninggal dunia di Desa Krapyak. Oleh karena itu, beliau dijuluki Panembahan Seda Krapyak. Kemudian, tahta beralih pada putra Mas Jolang yang bernama Raden Mas Rangsang. Di bawah pemerintahan Raden Mas Rangsang, cita-cita leluhurnya untuk mempersatukan seluruh wilayah Jawa di bawah Mataram dapat terlaksana. Masa kejayaan Mataram pun tercapai di bawah pemerintahannya. Sebagai raja besar yang sangat disegani, Raden Mas Rangsang bergelar Sultan Agung Hanyokrokusuma Senopati ing Alaga Ngabdurrahman Khalifatullah Pranotogomo . Sultan Agung wafat tahun 1645. Setelah itu, Mataram diperintah oleh raja-raja yang lemah. Hingga akhirnya pada tahun 1755, Mataram dipecah menjadi empat kerajaan, yakni Jogjakarta, Surakarta, Paku Alaman, dan Mangkunegaran. Maka, berakhirlah riwayat Kerajaan Mataram.

8. Kerajaan Cirebon dan Banten

Pada awal masa perkembangan Islam di Pulau Jawa, Cirebon dan Banten merupakan bagian dari wilayah kekuasaan Kerajaan Pajajaran, kerajaan Hindu terakhir di Pulau Jawa. Kehadiran Syarif Hidayatullah yang lebih dikenal dengan sebutan Sunan Gunung Jati di Cirebon perlahan mengubah agama dan kebudayaan masyarakat yang tinggal di sana. Hingga akhirnya, pada masa Kerajaan Demak, Sunan Gunung Jati memisahkan Cirebon dari Kerajaan Pajajaran dan menyatakan Cirebon sebagai wilayah bagian dari kekuasaan Demak. Karena perkembangan Kerajaan Demak yang terus diliputi oleh konflik berdarah, Sunan Gunung Jati melepaskan wilayah Cirebon, Jayakarta, dan Banten dari kekuasaan Demak. Menjelang wafatnya, Sunan Gunung Jati menyerahkan wilayah Banten dan Jayakarta untuk diurus oleh putranya yang bernama Hasanuddin, sementara wilayah Cirebon diserahkan pada putranya yang lain, yakni Panembahan Ratu. Panembahan Ratu wafat dan digantikan oleh putranya, Panembahan Giri Laya. Setelah Panembahan Giri Laya wafat, Kerajaan Cirebon terpecah menjadi dua, yakni Kasepuhan dan Kanoman. Di Banten, Hasanuddin berhasil mengembangkan kawasan tersebut menjadi pusat perdagangan baru. Setelah Hasanuddin wafat pada tahun 1570, Banten dipimpin oleh Panembahan Yusuf. Pada masa pemerintahan Panembahan Yusuf, Banten mampu menguasai seluruh wilayah Jawa Barat dan menghabisi kekuasaan Kerajaan Pajajaran di kawasan selatan. Dengan jatuhnya Pakuan ibu kota Kerajaan Pajajaran ke tangan Banten, kawasan pedalaman Jawa Barat yang semula Diskusikan dengan temanmu sebangku Hal-hal apa saja yang menjadi penyebab terjadinya perang saudara di Kerajaan Banten? Tugas Bersama Gambar 8.19 a Kasunanan Surakarta dibangun oleh Paku Buwono II pada tahun 1745. b Kesultanan Yogyakarta berdiri sesuai dengan Perjanjian Giyanti. Sumber: Ensiklopedi Umum untuk Pelajar a b Ilmu Pengetahuan Sosial SMP dan MTs Kelas VII 232 masih menganut Hindu mulai terbuka dan perlahan beralih menjadi Islam. Masa pemerintahan Panembahan Yusuf adalah masa gemilang bagi persebaran agama Islam di Jawa Barat. Panembahan Yusuf wafat pada 1580, dan digantikan putranya yang bernama Maulana Muhammad. Pada masa pemerintahan- nya, wilayah Banten meluas hingga ke Lampung dan Sumatra Selatan, sehingga Banten mendominasi jalur perdagangan di Selat Sunda. Karena ingin lebih memperluas wilayah kekuasaannya, pada tahun 1627 Maulana Muhammad menyerang Palembang. Dalam pertempuran tersebut Maulana Muhammad terbunuh. Wafatnya Maulana Muhammad meninggalkan masalah karena putra mahkota, yakni Pangeran Abdul Mufakkir masih berusia 5 bulan. Akhirnya, pemerintahan dijalankan oleh Pangeran Ranamenggala sebagai wali Sultan Abdul Mufakkir hingga dewasa dan mampu memerintah sendiri. Di tengah masa pemerintahannya datang delegasi pedagang Belanda yang dipimpin oleh Cornelius de Houtman. Cornelius de Houtman meminta agar persatuan pedagang Belanda VOC diberi izin untuk mengatur perdagangan rempah-rempah di Banten. Sultan Abdul Mufakkir menolak permintaan tersebut secara halus. Pada tahun 1651, Sultan Abdul Mufakkir digantikan oleh cucunya, Sultan Ageng Tirtayasa. Berbeda dengan kakeknya, Sultan Ageng Tirtayasa bersikap lebih keras terhadap para pedagang Eropa yang menurutnya tidak tahu tata krama. Tercatat bahwa pada masa pemerintahannya, kapal-kapal dagang Eropa dilarang berlabuh di Pelabuhan Banten. Walau begitu, Banten tetap menjadi pusat perdagangan yang dikunjungi para pedagang Asia. Pada saat tersebut, VOC telah menguasai Jayakarta. Mereka mengubah nama Jayakarta menjadi Batavia. Karena lebih sering mengurusi masalah luar negeri, maka Sultan Ageng Tirtayasa mengangkat putranya, Pangeran Anom, yang diberi gelar Sultan Haji untuk mengurusi masalah dalam negeri. Keadaan ini dimanfaatkan oleh VOC. Gambar 8.21 Pelabuhan Banten sebagai pusat perdagangan terpenting pada abad ke-16. Sumber: Ensiklopedi Umum untuk Pelajar. Gambar 8.20 Puing-puing keraton Surosoan merupakan salah satu bukti ke- beradaan Kerajaan Banten. Sumber: Ensiklopedi Umum untuk Pelajar Peradaban Masa Islam 233 Pada tahun 1680, VOC berhasil menghasut Sultan Haji untuk memberontak kepada ayahnya. Maka, pecahlah perang saudara antara tentara Banten yang setia pada Sultan Ageng Tirtayasa dengan tentara Sultan Haji yang dibantu VOC. Sultan Ageng Tirtayasa yang semakin terdesak ke pedalaman berhasil ditangkap pada tahun 1683. Sultan Ageng Tirtayasa ditawan di Batavia hingga wafat pada tahun 1692. Setelah itu, Sultan Haji berkuasa menggantikan Sultan Ageng Tirtayasa. Namun, kekuasaan Sultan Haji tetap dalam kendali VOC. Sejak itu, riwayat Banten sebagai negara yang berdaulat pun berakhir. Banyaknya kerajaan Islam di Indonesia menghasilkan banyak peninggalan sejarah bercorak Islam. Ada yang berbentuk bangunan, seni dan kebudayaan, kaligrafi, dan sastra kitab- kitab. Berikut ini akan dibahas berbagai peninggalan sejarah tersebut.

1. Bangunan

Beberapa bentuk bangunan yang merupakan peninggalan sejarah bercorak Islam umumnya berupa masjid dan keraton. Masjid memiliki fungsi sebagai bangunan peribadatan dan pusat kegiatan masyarakat, serta pendidikan. Sedangkan keraton memiliki fungsi sebagai bangunan pusat kegiatan pemerintahan. Berbeda dengan masjid-masjid di India dan Asia Tengah yang umumnya berbentuk kubah pada bagian atapnya, masjid-masjid peninggalan sejarah bercorak Islam di Indonesia umumnya berbentuk menyerupai kuil Hindu. Ini menunjukkan adanya pengaruh bangunan gaya Hindu pada masjid di Indonesia. Berikut ini beberapa bangunan yang merupakan peninggalan sejarah bercorak Islam. a. Masjid Demak di Kadilangu, merupakan masjid yang didirikan oleh Walisanga untuk menghormati berdirinya Kerajaan Demak. Di dalam masjid tersebut terdapat salah satu tiang utama yang disusun dari serpihan kayu sehingga disebut Soko Tatal. b. Masjid Kudus di Kudus, merupakan masjid yang didirikan oleh Sunan Kudus untuk menunjang kegiatan dakwahnya. Masjid ini memiliki menara yang menyerupai pura Hindu. c. Masjid Cirebon di Cirebon, merupakan masjid yang didirikan oleh Sunan Gunung Jati untuk menunjang kegiatan penyebaran Islam di Jawa Barat. d. Masjid Agung Banten di Serang, merupakan masjid yang didirikan oleh Sultan Ageng Tirtayasa sebagai sarana peribadatan umat. Berbeda dengan masjid lain di Nusantara, masjid ini memiliki arsitektur seperti bangunan Tugas Mandiri Sebutkan ciri-ciri khusus bangun- an masjid kuno di Indonesia Gambar 8.22 a Masjid Demak, b Masjid Agung Banten Sumber: Ensiklopedi Umum untuk Pelajar a b

D. Peninggalan Sejarah Bercorak Islam di

Indonesia