yang dilakukan di wilayah pesisir dan lautan danatau kegiatan ekonomi yang menggunakan sumberdaya pesisir dan lautan danatau kegiatan ekonomi yang
menunjang pelaksanaan kegiatan ekonomi di wilayah pesisir dan lautan. Wilayah pesisir dikenal memiliki potensi sumberdaya alam yang besar, seperti yang disebutkan Dahuri
2001 bahwa potensi pembangunan yang terdapat di wilayah pesisir dan lautan secara garis besar terdiri dari tiga kelompok : 1 sumberdaya dapat pulih renewable resource
, 2 sumberdaya tak dapat pulih non-renewable resource, dan 3 jasa-jasa lingkungan environmental services. Sumberdaya tersebut seperti : perikanan tangkap
dan budidaya, bioteknologi, pariwisata bahari, pertambangan dan energi, perhubungan laut, industri kapal, bangunan laut dan pantai, pulau-pulau kecil dan kegiatan
pendayagunaan benda-benda berharga the sunken treasures.
Selain segenap potensi diatas, ekosistem pesisir dan lautan juga memiliki peran dan fungsi yang sangat menentukan bukan saja bagi kesinambungan pembangunan
ekonomi, tetapi juga bagi kelangsungan hidup manusia.Peran dan fungsi ekosistem pesisir serta lautan sebagai pengatur iklim global termasuk El-Nino, siklus hidrologi
dan biogeokimia, penyerap limbah, sumber plasma nuftah dan sistem penunjang lainnya.Oleh karena itu pemanfaatan sumberdaya kelautan mestinya secara seimbang
dengan upaya konservasi sehingga dapat berlangsung secara optimal dan berkelanjutan Bakosurtanal, 2001.
Berbagai pemanfaatan kawasan pesisir tersebut, mengarah pada kecenderungan terjadinya pelanggaran atau konflik pemanfaatan kawasan pesisir.Pelanggaran atau
tumpang tindih pemanfaatan kawasan pesisir berdampak pada menurunnya kualitas lingkungan dan perekonomian wilayah pesisir. Wilayah pesisir tidak hanya dilihat dari
segi pemanfaatannya saja, tetapi juga terkait dengan semua proses yang terjadi di wilayah pesisir. Perencanaan pemanfaatan kawasan pesisir terkait dengan proses alokasi
sumberdaya agar dapat dioptimalkan pemanfaatannya, untuk itu dalam penataan kawasan pesisir perlu proses pengelolaan yang terpadu dan berkelanjutan.
Pulau-pulau kecil secara harfiah merupakan pulau berukuran kecil yang secara fungsional saling berinteraksi dari sisi ekologi, ekonomi, sosial dan budaya serta pulau-
pulau kecil memiliki beragam manfaat dan peran yang sangat penting bagi kehidupan manusia Dahuri, 2003.
Berdasarkan sifat dan karakteristik pulau kecil, menurut DKP 2002 gugus pulau memiliki ciri-ciri yaitu :
A. Secara Fisik 1. Secara geografis merupakan sekumpulan pulau yang saling berdekatan dengan
batas fisik yang jelas antar pulau. 2. Dalam satu gugus pulau, pulau kecil dapat terpisah jauh sehingga bersifat insuler.
3. Lebih banyak dipengaruhi oleh faktor hidro-klimat laut. 4. Pengertian satu gugus pulau tidak terbatas pada luas pulau, jumlah dan kepadatan
penduduk. 5. Biasanya pada pulau kecil dalam gugus pulau terdapat sejumlah biota endemis
dengan keanekaragaman biota yang tipikal dan bernilai ekonomis tinggi. 6. Pada wilayah tertentu, gugus pulau dapat merupakan sekumpulan pulau besar dan
kecil atau
sekumpulan pulau
kecil dengan
daratan terdekat
propinsikabupatenkecamatan dimana terdapat saling ketergantungan pada bidang ekonomi, sosial dan budaya.
7. Gugus pulau dapat terdiri dari sekumpulan pulau, atol atau gosong gosong adalah dataran terumbu karang yang hanya muncul di permukaan air pada saat air
surut dan
daratan wilayah
terdekat dapat
terdiri dari
propinsikabupatenkecamatan. 8. Kondisi pulau-pulau kecil sangat rentan terhadap perubahan yang bersifat
alamiah bencana angin, badai, gelombang tsunami, letusan gunung berapi atau karena pengaruh manusia fenomena kenaikan permukaan air laut,
pencemaranpolusi, sedimentasi, erosi dan penambangan.
B. Secara Ekologis 1. Habitatekosistem gugus pulau cenderung memiliki spesies endemik.
2. Semakin besar jumlah pulau yang terdapat dalam satu gugus pulau maka akan lebih besar kecenderungan jumlah biota endemik.
3. Memiliki jenis ekosistem yang sama pada setiap pulau. 4. Melimpahnya biodiversitaskeanekaragaman jenis biota laut.
C. Secara Sosial Ekonomi Budaya 1. Penduduk asli mempunyai adat budaya dan kebiasaan yang hampir sama, dan
kondisi sosial ekonomi yang khas. 2. Ketergantungan ekonomi lokal pada perkembangan ekonomi luar pulau
besarinduk atau kontinen. 3. Aksesibilitas ketersediaan saranaprasarana rendah dengan transportasi ke arah
pulau induk maksimal 1 kali sehari, disamping faktor jarak dan waktu yang terbatas.
Pulau kecil merupakan entitas yang memiliki karakteristik dan kerentanan khusus seperti keterpencilan, terbatasnya luas lahan, terbatasnya sumberdaya manusia
dan jauh dari pasar. Pengelolaan pulau-pulau kecil memerlukan format yang berbeda dengan wilayah regional lainnya, seperti yang ada di daratan pulau besar mainland.
Fauzi 2000 menjelaskan bahwa terdapat empat kendala khas pulau-pulau kecil yang harus dipertimbangkan dalam penilaian ekonomi sumberdaya pulau-pulau kecil,
yaitu ukuran luasnya yang kecil smallness, isolasi, ketergantungan dependence dan kerentanannya vulnerability.
2.7 Konflik Pemanfaatan Lahan di Wilayah Pesisir
Kawasan selat dengan wilayah pesisir yang memiliki sumberdaya alam dapat diperbaharui renewable resource, sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui non-
renewable resource dan jasa lingkungan environmentservices yang mempunyai nilai
ekonomi, memberikan peluang para stakeholder untuk memanfaatkannya. Namun demikian, pemanfaatan yang tidak memperhatikan daya dukung dan kelestarian
kawasan selat akan menimbulkan penggunaan lahan pesisir yang tidak rasional.
Penggunaan lahan pesisir yang tidak rasional tersebut, menimbulkan konflik antar stakeholder dalam wilayah, yaitu konflik penggunaan kawasan selat di wilayah
pesisir yang dipergunakan untuk pemanfaatan sumberdaya yang dapat diperbaharui renewable resource seperti perikanan, konservasi vegetasi mangrove, konversi lahan
lainnya dan sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui non-renewable resource seperti penambangan batu bara.
Menurut Rudianto 2004, beberapa kemungkinan akibat konflik lahan yang terjadi di wilayah pesisir antara lain : 1 Pertumbuhan ekonomi wilayah pesisir yang
distorsif dimana angka pengangguran semakin tinggi, daya beli masyarakat makin berkurang, daya produktifitas lahan makin menurun akibat terlalu banyaknya dilakukan
kegiatan yang sangat berkelebihan over exploited, harga kebutuhan baik primer
maupun sekunder makin tinggi dan distribusi pendapatan yang makin tidak merata; 2 Meningkatnya angka kemiskinan di wilayah pesisir; 3 Kesenjangan pendapatan makin
tinggi berakibat makin tajamnya golongan masyarakat yang tinggi dan berpenghasilan rendah; 4 Biaya yang diperlukan untuk pemulihan lingkungan yang rusak sangat
tinggi. Keseluruhan akibat-akibat tersebut menyebabkan inefisiensi ekonomi yang pada gilirannya menyebabkan pendapatan rendah dan kesenjangan tinggi. Hal ini kemudian
juga meningkatkan konflik selanjutnya sehingga konflik semakin tajam.
Beberapa sebab terjadinya konflik di wilayah pesisir, antara lain : 1 batas-batas status tanah kepemilikan yang tidak jelas seperti hak milik, hak guna usaha, hak
bangunan, hak pakai, hak membuka tanah dan hak memungut hasil hutan; 2 terjadi ―transfer of ownership‖; γ ekslusivisme penggunaan lahan karena adanya ―power of
money ‖ ; 4 pemerintah daerah tidak konsisten menerapkan rencana tata ruang wilayah;
dan 5 lemahnya penegakkan hukum law enforcement Rudianto, 2004. Adanya konflik penggunaan kawasan selat di wilayah pesisir antar stakeholder
tersebut cenderung mengarah kepada penurunan kualitas sumberdaya alam wilayah pesisir yang pada akhirnya berdampak kepada inefisiensi ekonomi, keputusan alokasi
lahan yang tidak efektif terutama untuk menentukan siapa yang berhak mendapatkan pengelola dan pemanfaat lahan tersebut serta misalokasi dan penurunan distribusi
pendapatan bagi pelaku ekonomi yang tidak merata masyarakat, pemerintah dan swasta.Konflik kawasan selat di wilayah pesisir berakibat kepada penurunan kegiatan
ekonomi wilayah, yang menjadi pemicu utama penurunan pertumbuhan ekonomi wilayah.
Konflik pemanfaatan kawasan selat di wilayah pesisir akan memiliki dampak yang cenderung menimbulkan kerusakan lingkungan. Rudianto 2004 menjelaskan
bahwa pada dasarnya kerusakan lingkungan dan sumberdaya alam yang terjadi di kawasan pesisir bersumber dari ; 1 Terus meningkatnya permintaan sumberdaya alam
dan jasa-jasa lingkungan pesisir akibat peningkatan jumlah penduduk dan atau kualitas hidup penduduk; 2 Praktek-praktek pengelolaan yang tidak berkelanjutan
unsustainable management privatises. Atas dasar perilaku manusia human behavior, kerusakan lingkungan pesisir bersumber dari : 1 Ketidaktahuan rendahnya kesadaran
manusia akan imolikasi kerusakan lingkungan baik terhadap ekosistem pesisir maupun terhadap dirinya sendiri; 2 Keterpaksaan karena kemiskinan absolut dan tidak ada
alternatif mata pencaharian lain. Kerusakan lingkungan pesisir dapat juga disebabkan karena 3 jenis kegagalan yang saling berkaitan :1 Kegagalan pasar dan hak
kepemilikan market failure and property rights; 2 Kegagalan kebijakan policy failure
; dan 3 Kegagalan informasi information failure. Sementara itu, dalam pemanfaatan sumberdaya pesisir untuk pengembangan
wilayah khususnya kawasan Selat Sebuku terdapat beberapa undang-undang dan peraturan yang terkait, yaitu :
Undang-undang nomor 5 tahun 1990 tentang konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistem
Undang-undang nomor 6 tahun 1996 tentang perairan indonesia Undang-undang nomor 31 tahun 2004 tentang perikanan
Undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah Undang-undang nomor 26 tahun 2007 tentang penataan ruang
Undang-undang nomor 27 tahun 2007 tentang pengelolaan pesisir dan pulau-pulau
kecil
Undang-undang nomor 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
Undang-undang nomor 4 tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batubara Undang-undang republik indonesia Nomor 1 tahun 2014 Tentang Perubahan atas
undang-undang nomor 27 tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah Pesisir dan pulau-pulau kecil
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah
KEPMEN kelautan dan perikanan nomor : KEP.15MEN2006 tentang pedoman umum identifikasi data tata ruang laut, pesisir dan pulau-pulau kecil
Perda Kabupaten Kotabaru nomor 11 tahun 2012 tentang rencana tata ruang wilayah Kabupaten Kotabaru tahun 2012-2032, pasal 29 ayat 2 :
kawasan strategis : “kawasan industri sebuku yang berada di Kecamatan Pulau Sebuku”.
2.8 Trade-Off pada Pemanfaatan Kawasan Selat di Wilayah Pesisir
Pada dasarnya setiap stakeholder pernah bahkan sering dihadapkan pada trade- off
dan hal ini berkaitan dengan choice pilihan, decision making pengambilan keputusan dan sacrifice pengorbanan. Menurut Daliyant 2012 bahwa Trade-off
adalah situasi dimana seseorang harus membuat keputusan terhadap dua hal atau lebih, mengorbankankehilangan suatu aspek dengan alasan tertentu untuk memperoleh aspek
lain dengan kualitas yang berbeda sebagai pilihan yang diambil.
Dalam kehidupan sehari-hari sangat wajar sekali bila stakeholdermenghadapi pilihan yang harus dipertimbangkan dengan matang. Setiap stakeholder memiliki
pandangan yang berbeda, sehingga dalam mengambil keputusan seperti diatas juga berbeda-beda. Perbedaan tersebut dapat dikarenakan perbedaan kondisi, selera,
keinginan, dan masih banyak lagi faktor-faktor yang berpengaruh dalam pengambilan keputusan setiap stakeholder. Apapun keputusan yang diambil oleh setiap stakeholder
tersebut pastinya telah dipertimbangkan terlebih dahulu.
Konsep trade-off merupakan prinsip dasar dalam ilmu ekonomi dan muncul dari sebuah keinginan terhadap kelangkaan sumber daya. Secara prinsip umum, trade-
off dilakukan dalam rangka memperoleh sumber daya dan teknologi, sehingga untuk
mendapatkan hasil yang lebih banyak sesuai keinginan dari suatu sistem maka tentunya akan berdampak pada pengurangan hasil sumberdaya lain Stoorvogel et al., dalam
R. D. Lasco, R.D.,et al., 2006..
Penerapan trade-off yang dilakukan dan dikembangkan terutama di wilayah yang potensial terjadi konflik pemanfaatan sumberdaya yang bersifat open access
terbuka untuk publik. Hal ini dijelaskan oleh Kismartini 2004, bahwa penerapan trade-off
dapat dilakukan pada berbagai bidang kajian, baik dalam bidang pertanian, perikanan dan kelautan, farmasi kedokteran, telekomunikasi, transportrasi,
pertambangan dan energi, kehutanan, pariwisata, dan lain-lain. Sehingga ketika analisis kebijakan publik diharapkan dapat memberikan rekomendasi kebijakan yang
menyangkut banyak stakeholders maka penggunaan trade-off akan sangat membantu.
Sebagai suatu kawasan selat yang memiliki kekayaan alam yang melimpah, kawasan selat memang membutuhkan hasil ekstraksi dari sumber daya alam tersebut
dalam membangun ekonominya. Secara teoritis cenderung terjadinya trade-off,
hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan kelestarian lingkungan yang telah lama menjadi perdebatan dan cukup krusial.
Kawasan selat dengan wilayah pesisir yang memiliki sumberdaya alam dapat diperbaharui renewable resource, sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui non-
renewable resource dan jasa lingkungan environment services memiliki nilai
ekonomi yang besar. Namun demikian, kondisi potensi tersebut akan berkesinambungan dan tergantung pada pengelolaan atau pemanfaatan sumberdaya yang memperhatikan
kaidah-kaidah pemanfaatan dan daya dukungnya.
Saat ini masyarakat yang terlibat eksploitasi sumberdaya di kawasan selat baik secara langsung maupun tidak langsung sangat tergantung pada sumberdaya pesisir
adalah masyarakat yang hidup di daerah pesisir. Masyarakat pesisir seringkali kesulitan dalam membuat keputusan mengenai sumberdaya dapat diperbaharui renewable
resource
, dimana di satu sisi perlu untuk memanfaatkan sumberdaya alam, tetapi di sisi lain perlu melestarikan kapasitas produktif dari sumberdaya tersebut untuk menopang
kesejahteraannya. Hal ini terjadi trade-off, dimana ada potensi sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui non-renwable resource juga memungkinkan untuk dimanfaatakan
dalam rangka meningkatkan kesejahteraannya.Sehingga, pembangunan berkelanjutan di kawasan selat adalah sebenarnya mengenai trade-off, yang seringkali diperoleh dengan
mengorbankan sumberdaya lainnya.
Upaya untuk terus hidup dengan hanya memanfaatkan sumberdaya di kawasan selat ini, menunjukkan bahwa pemanfaatan sumberdaya pesisir yang berkelanjutan di
kawasan selat terutama sumberdaya pesisir merupakan suatu tantangan pengembangan wilayah yang berkelanjutan.
2.9. Valuasi Ekonomi Sumberdaya Alam
Salah satu penyebab dari terjadinya degradasi lingkungan dan ongkos ekonomi yang ditimbulkannya adalah karena masalah undervalue terhadap nilai yang sebenarnya
dihasilkan dari sumberdaya alam dan lingkungan, secara implicit hal ini mengindikaskan kurangnya informasi terkait dengan penilaian dari sumberdaya alam
dan lingkungan sehingga kurangnya informasi inki pula yang menyebabkan terjadinya kegagalan pasar karena jasa yang dihasilkan dari sumberdaya alam dan lingkungan
tidak sepenuhnya terpasarkan unpriced Fauzi, 2014.
Berkaitan dengan hal tersebut, lebih lanjut Fauzi 2014 menjelaskan bahwa valuasi ekonomi sumberdaya alam dan lingkungan berperan penting dalam
menyediakan informasi ini untuk membantu proses pengambilan keputusan terkait kebijakan publik.
Pandangan tentang valuasi ekonomi sumberdaya alam ecological economics untuk menghitung keadaan dan potensi sumberdaya alam adalah sangat penting guna
meningkatkan nilai pemanfaatan sumberdaya yang dimiliki. Menurut Fauzi 2000, bahwa dalam menilai barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumberdaya alam, para ahli
ekonomi sumberdaya membagi nilai tersebut dalam beberapa jenis. Secara umum nilai ekonomi sumberdaya dibagi kedalam nilai kegunaan atau pemanfaatan use values dan
nilai non-kegunaan atau non-use values atau passive values. Use values adalah nilai yang dihasilkan dari pemanfaatan aktual dari barang dan jasa. Kedalam nilai ini juga
termasuk pemanfaatan secara komersial atas barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumberdaya alam yang bisa dijual maupun untuk konsumsi langsung.Use values secara
lebih rinci diklasifikasikan kedalam direct use values nilai kegunaan langsung dan