Penentuan Zonasi Pemanfaatan Scylla serrata di Ekosistem Mangrove

Berdasarkan alasan-alasan tersebut maka peneliti merekomendasikan pengembangan budidaya sylvofishery kepiting bakau S. serrata sebagai alternatif pemanfaatan hutan mangrove yang ramah lingkungan di zona perikanan berkelanjutan dalam kawasan hutan mangrove TNK.

5.3.2 Penentuan Zonasi Pemanfaatan Scylla serrata di Ekosistem Mangrove

TNK Satu hal yang tidak dapat ditinggalkan dalam pemanfaatan kawasan hutan mangrove untuk habitat budidaya kepiting bakau adalah penentuan zonasi yang tegas sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Belajar dari pengalaman Taman Nasional Bali Barat dalam sejarah pengelolaan kawasannya, dapat diketahui bahwa masyarakat lokal yang sudah terlanjur tinggal di dalam kawasan TN tidak dapat dengan mudah direlokasi ke tempat lain, sebagaimana tidak mudah juga untuk merubah status kawasan TN. Namun demikian deliniasi zonasi kawasan yang tegas, dan bersamaan dengan upaya peningkatan kesadaran mayarakat dalam kawasan untuk menjaga kawasan konservasi pada akhirnya berhasil menekan permasalahan agar tidak menjadi semakin luas. Berdasarkan kondisi eksisting penggunaan lahan di kawasan mangrove TNK, daya dukung dan kesesuaian lahan untuk budidaya sylvofishery kepiting bakau, dan laju eksploitasi kepiting bakau Scylla serrata serta kondisi sosial ekonomi budaya masyarakat lokal, maka lokasi yang dapat direkomendasikan untuk zona pemanfaatan di kawasan mangrove TNK adalah sebagaimana disajikan pada Gambar 38. Zona pemanfaatan budidaya sesuai ditempatkan di lokasi Muara Sangatta karena daya dukung kawasan Muara Sangatta bagi budidaya sylvofishery paling besar dibanding lokasi yang lainnya. Kawasan ini dapat mendukung budidaya sylvofishery kepiting bakau sebanyak 490 unit karamba mangrove. Muara Sangatta merupakan sebuah dusun yang terletak di muara Sungai Sangatta. Sungai Sangatta sendiri merupakan sungai terbesar yang membelah kota Sangatta menjadi dua kecamatan, yaitu kecamatan Sangatta Selatan dan kecamatan Sangatta Utara. Sungai Sangatta juga menjadi batas sebelah utara wilayah TNK, sehingga kecamatan Sangatta Selatan menjadi masuk dalam wilayah TNK. Hilir Sungai Sangatta berada di kecamatan Singa Geweh dan bermuara di Selat Makassar. Informasi yang diperoleh dari Bapak Sidin, ketua RT di Muara Sangatta, Dusun Muara Sangatta terdiri dari 18 buah rumah yang diisi oleh 23 Kepala Keluarga KK dengan penghuni sebanyak 96 orang dewasa. Dari 23 KK tersebut semuanya bekerja sebagai nelayan, hanya ada 5 KK yang bekerja sebagai petambak. Namun dari 5 KK yang bekerja sebagai petambak, hanya 1 orang yang memiliki tambak sendiri, sementara yang lainnya hanya bekerja untuk menjaga tambak dengan sistem upah bagi hasil. Luas tambak yang tercatat memiliki girik di dusun ini sekitar 70 ha, dimana tambak yang produktif hanya sekitar 7 ha saja. Tambak yang tidak produktif ini umumnya dibiarkan begitu saja, sehingga bekas-bekas tebangan pohon mangrove tumbuh kembali tunasnya sebagai pokok trubusan yang berukuran diameter 10 cm, seperti yang telah disampaikan pada subbab 5.2.1. Hasil pengamatan menunjukkan di lokasi Muara Sangatta, kerapatan vegetasi adalah 1113 indha, namun ini adalah kerapatan untuk vegetasi anakan, karena diameternya kurang dari 10 cm. Parameter fisik kimia lingkungan di Muara Sangatta dicirikan dengan adanya kerapatan vegetasi, pH substrat, oksigen terlarut, kelimpahan makrozoobenthos, salinitas air, dan produksi serasah yang lebih rendah bila dibandingkan dengan lokasi Teluk Perancis, dan Muara Sangkima. Namun pada lokasi ini justru kepiting lebih banyak diperoleh nelayan dibanding kedua lokasi yang lain. Dari hasil pengamatan, jarang ditemui kepiting bakau atau pun lubangsarangnya pada lokasi yang perakaran mangrovenya sangat padat atau pun pada lantai mangrove yang banyak mengandung serasah jenis tanah gambut. Kepiting banyak membuat lubang di area yang liat atau berlumpur dan tergenang air, seperti tepi parit, sungai, dan tambak dalam mangrove. Dan kondisi seperti inilah yang banyak ditemukan di Muara Sangatta, yang merupakan muara sungai besar. Oleh karena itu, adanya sylvofishery diharapkan dapat memanfaatkan lahan-lahan kritis bekas tambak tersebut, setelah dilakukan rehabilitasi mangrove. Zona penangkapan kepiting bakau S. serrata sesuai diletakkan di lokasi Muara Sangkima, karena tekanan penangkapan kepiting bakau di lokasi ini paling rendah. Lokasi Muara Sangkima yang jauh dari pemukiman membuat tekanan penangkapan sumberdaya S. serrata di lokasi ini relatif lebih rendah dibanding pada lokasi Muara Sangatta dan Teluk Perancis. Gambar 38 Peta zonasi pemanfaatan hutan mangrove TNK. Hal lain yang mendukung Muara Sangkima sebagai zona penangkapan adalah walaupun di lokasi ini banyak dibuat tambak, namun kondisi vegetasi mangrove masih baik dengan kerapatan sangat padat. Hal ini mungkin dipengaruhi oleh tidak adanya pemukiman di kawasan tersebut. Pemukiman yang ada hanya sebatas pondok-pondok tempat tinggal penjaga tambak. Sehingga pemanfaatan mangrove yang merusak, juga relatif rendah. Zona perlindungan mangrove, sekaligus zona perlindungan S. serrata sesuai bila diletakkan di lokasi Teluk Perancis. Teluk Perancis termasuk dalam dusun Teluk Lombok, Desa Sangkima. Di lokasi Teluk Perancis sendiri tidak ada pemukiman penduduk, namun di Dusun Teluk Lombok ada pemukiman penduduk yang cukup ramai karena berada di area perusahaan minyak Pertamina. Teluk Lombok juga merupakan kawasan wisata pesisir. b b b Danau Besar S. Kenduung S . S eli m pu s S. N ipah S. A nan gka pur S. Sira t S. Keluang S . N ag a S . P a ri S . P a lu S . M a sa S. Lab oas am S . H S. Nipah Kecil S. P ad an g S. Ke ndulu S. T elu kd al am K ec il S. Ke nibu ng mputu k A_Muara Sangatta B_Teluk Perancis

C_Muara Sangkima

SELAT MAKASSAR 4 4 Kilometers N E W S Zonasi Pemanfaatan Mangrove 0°12 0°12 0°15 0°15 0°18 0°18 0°21 0°21 0°24 0°24 0°27 0°27 0°30 0°30 117°24 117°24 117°27 117°27 117°30 117°30 117°33 117°33 117°36 117°36 117°39 117°39 117°42 117°42 117°45 117°45 tambak nipah mangrove Batas TNK Sungai Zona sylvofishery scylla Stasiun b Zona perikanan tangkap scylla LEGENDA: SARAWAK KALIMANTAN TIMUR Disusun oleh: Nirmalasari Idha Wijaya mayor Pengelolaan SD Pesisir Laut IPB Sumber Peta: 1. Peta RBI, Bakosurtanal Tahun 1991, 1:250.000 2. Citra Terra Aster, Tahun 2005 kawasan hutan lain TN Kutai Mangrove di Teluk Perancis relatif masih utuh dibandingkan dengan Muara Sangatta. Pohon dengan diameter besar masih banyak ditemukan. Penebangan pohon ditemukan pada beberapa lokasi yang dijadikan tambak. Sebagian besar tambak sudah tidak produktif lagi, dan menjadi lahan kritis. Kerapatan pohon di Stasiun Teluk Perancis TNK ±550 pohonha, dbh rata-rata 12.87 cm, basal area ±7.421 m 2 Indikator yang menunjukkan bahwa potensi S. serrata di Teluk Perancis rendah adalah laju eksploitasi faktual di atas laju eksploitasi maksimal, ini menunjukkan bahwa tekanan penangkapan sudah cukup tinggi dan sulit untuk memperoleh kepiting S. serrata di lokasi ini. ha. Jenis yang dominan adalah Rhizophora apiculata dengan INP = 184.650. Jenis mangrove Rhizophora mempunyai bentuk perakaran tongkat yang saling menyilang untuk mempertahankan kedudukannya pada substrat yang tidak stabil, demikian juga dengan Bruguiera yang mempunyai jenis perakaran lutut. Padatnya perakaran ini menyebabkan tidak ada ruang gerak dan ruang untuk membuat lubang persembunyian yang terendam air pada lantai dasar mangrove bagi S. serrata. Di sisi lain, kondisi vegetasi mangrove di Teluk Perancis yang relatif lebih bagus dibandingkan mangrove di Muara Sangatta merupakan suatu alasan untuk menjadikan kawasan ini sebagai zona perlindungan mangrove. Sebagai zona perlindungan mangrove, kawasan ini sekaligus juga merupakan zona perlidungan kepiting bakau. Artinya, di kawasan ini tidak boleh dilakukan upaya pemanfaatan S. serrata, baik berupa penangkapan maupun pembudidayaan.

5.3.3 Pengelolaan Perikanan Tangkap S. serrata