Karakteristik dan Fungsi Ekosistem Mangrove

besar dan arus pasang surut yang kuat; e Air bersalinitas payau 2-22 permil hingga asin mencapai 38 permil Bengen 2000. Kondisi salinitas sangat mempengaruhi komposisi mangrove. Berdasarkan adaptasinya terhadap salinitas, tumbuhan dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu halophyta, yang tumbuh dan seluruh fase hidupnya berada dalam habitat yang memiliki salinitas tinggi, dan non-halophyta, yang hidup pada habitat non-salin. Mangrove bersifat fakultatif halophyta, yaitu dapat tumbuh pada kondisi salin dan tawar. Mangrove mampu beradaptasi pada kondisi salin dengan berbagai cara yang berbeda-beda. Beberapa diantaranya secara selektif mampu menghindari penyerapan garam dari media tumbuhnya, sementara beberapa jenis yang lainnya mampu mengeluarkan garam dari kelenjar khusus pada daunnya McKee 1996. Mangrove memperlihatkan adanya tiga stratifikasi utama secara vertikal, yaitu: zona supratidal, intertidal, dan subtidal. Masing-masing strata ini secara unik dihuni oleh organisme yang berasosiasi dengan karakteristik struktur vegetasi mangrove pada tiap strata McKee 1996, yaitu: 1. Strata supratidal mencakup bagian hutan arboreal, dan wilayah ini dihuni oleh burung, reptil, kepiting, siput, serangga, dan laba-laba. 2. Strata intertidal meluas dari wilayah yang dapat dicapai air pasang tertinggi hingga air pasang terendah dan meliputi mangrove dengan sistem perakaran udara dan cadangan tanah gambut. Organisme yang hidup di zona ini adalah kekerangan, isopods, kepiting, tiram, amphipods, siput, dan algae. Organisme ini mengalami penggenangan secara periodik oleh pasang surut. 3. Strata subtidal berada di bawah air pasang terendah dimana akar mangrove dan tanah gambut menyediakan substrat untuk adaptasi organisme pada penggenangan yang terus menerus. Organisme yang hidup di zona ini adalah algae, sponge, tunicate, anemon, octocoral, udang, cacing polychaeta, bintang ular, nudibranch, ubur-ubur, dan rumput laut.

2.2.1 Karakteristik dan Fungsi Ekosistem Mangrove

Karakteristik dari hutan mangrove, diantaranya secara spesifik membantu menahan erosi dan abrasi laut dari kerusakan pantai akibat hempasan gelombang air laut. Adapun kondisi ekologis yang mengatur dan melindunginya, sangat tergantung kepada keseimbangan dari persediaan kadar garam dan air tawar, nutrisi yang cukup dan substrat yang stabil. Semua kebutuhan tersebut dapat dipenuhi oleh ekosistem hutan mangrove Bengen 2004. Perakaran mangrove yang kuat mampu meredam gerak pasang surut, juga mampu terendam dalam air yang kadar garamnya bervariasi. Lebih dari itu, perakaran mangrove dapat mengendalikan lumpur, sehingga ia mampu memperluas penambahan formasi dan “surfacing land“ McKee 1996. Fungsi ekologis mangrove sangat erat kaitannya dengan fungsi ekonomi. Berjenis-jenis biota laut hidup di sini atau dengan kata lain sangat bergantung dengan keberadaan hutan mangrove. Perairan tempat populasi mangrove berfungsi sebagai tempat perkembangbiakan berjenis-jenis hewan air seperti ikan, udang, kerang, dan bermacam-macam kepiting yang kesemuanya mempunyai nilai ekonomis tinggi. Namun tak kalah pentingnya, kontribusi yang paling penting dari ekosistem hutan mangrove dalam kaitannya dengan ekosistem pantai adalah serasah daunnya. Ia merupakan sumber bahan organik penting dalam peristiwa rantai makanan akuatik Kusmana 1995. Ekosistem mangrove juga berfungsi dalam penyediaan habitat alami bagi fauna yang menurut Chapman dalam Kusmana 1995 terdiri 5 lima habitat, yakni: 1 Tajuk pohon yang dihuni oleh berbagai jenis burung, mamalia, dan serangga. 2 Lubang yang terdapat di cabang dan genangan air di cagak antara batang dan cabang pohon yang merupakan habitat yang cukup baik untuk serangga terutama nyamuk. 3 Permukaan tanah sebagai habitat mudskipper dan keongkerang. 4 Lobang permanen dan semi permanen di dalam tanah sebagai habitat kepiting dan katak. 5 Saluran-saluran air sebagai habitat buaya dan ikanudang.

2.2.2 Keterkaitan antara Kepiting Bakau dengan Mangrove