Arus Laut Gelombang Laut

Karena pesisir Kutai Timur termasuk dalam jenis pasang tipe campuran cenderung ke harian ganda Dahuri 2001, maka terjadi dua kali pasang harian dengan puncak yang berbeda. Air pasang harian, atau nyorong menurut istilah nelayan, mulai terjadi jam 5-6 sore, mencapai puncak tertinggi jam 9-10 malam. Selanjutnya air mulai surut, hingga surut terendah harian terjadi pada jam 11-12 malam. Pasang berikutnya terjadi pada pukul 7-8 pagi, dan mulai surut pada jam 12 siang. Pasang surut ini juga berpengaruh dalam usaha budidaya sylvofishery kepiting bakau, karena mekanisme penggantian air dalam kurungan tancap tergantung pada pasang surut air laut tersebut. Sehingga pada areal yang tidak selalu tergenang oleh pasut akan memerlukan teknologi tambahan berupa pompa air untuk mengganti air dalam kurungan, sementara secara teknis hal ini agak sulit dilakukan pada daerah pesisir yang terpencil dan akses yang sulit untuk memperoleh listrik atau bahan bakar minyak.

B. Arus Laut

Kecepatan arus permukaan maksimum di perairan pesisir Kab. Kutai Timur terjadi pada saat pergerakan pasang surut terbesar, yaitu saat neap tide dan spring tide dengan kecepatan arus rata-rata mencapai 20-80 cmdetik dengan arah arus pasang 250°-333° dan arah arus surut mempunyai arah 36°-130° Unmul 2002. Arus perairan yang terjadi di perairan pesisir Kabupaten Kutai Timur dikaitkan dengan fluktuasi pasang surut memperlihatkan perubahan arah dan kecepatan arus sesuai dengan perubahan pasang surut. Hal tersebut mengindikasikan adanya pengaruh yang dominan dari pasang surut terhadap arus. Kecepatan arus pada waktu air pasang lebih kecil dibanding kecepatan arus pada waktu air surut, karena pada waktu surut ada tambahan massa air tawar. Arah arus laut dapat menjadi indikasi bagi arah ruaya kepiting bakau betina yang beruaya ke laut untuk memijah.

C. Gelombang Laut

Berdasarkan sumbernya, gelombang di pantai selatan dapat dibedakan dari jenis gelombang alun dan gelombang angin. Gelombang alun merupakan gelombang rambat yang berasal dari wilayah atas Kalimantan yang kemudian merambat mencapai pesisir. Pada umumnya gelombang alun lebih tinggi daripada gelombang angin. Gelombang tinggi terjadi bila terdapat super posisi gelombang alun dan gelombang angin Unmul 2002. Menurut nelayan lokal, musim angin di perairan laut Kabupaten Kutai Timur dapat dibedakan menjadi 3, yaitu musim angin utara Pebruari-April, musim angin selatan Mei-September, dan musim angin pancarobaperalihan Oktober-Januari. Pada musim angin utara, gelombang kecil, sehingga perairan laut relatif tenang. Pada musim angin selatan mulai bertiup angin yang menyebabkan gelombang menjadi tinggi. Musim yang paling buruk biasanya terjadi pada musim peralihan dimana terjadi putaran angin yang menyebabkan gelombang tinggi dan arah gelombang tidak menentu, sehingga berbahaya bagi pelayaran. Gelombang laut di perairan pesisir Kabupaten Kutai Timur relatif kecil. Berdasarkan informasi nelayan setempat gelombang pada kondisi normal maksimum sekitar 30 – 50 cm. Di wilayah perairan laut antara 1 sampai 2 mil dari garis pantai terdekat kisaran tinggi gelombang lebih tinggi dibandingkan wilayah laut lainnya sedangkan pada perairan terluar mempunyai tinggi gelombang berkisar 50 – 70 cm Unmul 2002. Berdasarkan hasil penelitian kerjasama antara Bappeda Kutai Timur dengan Universitas Mulawarman 2002 yang dilaksanakan pada bulan Nopember 2001, tinggi gelombang rerata mencapai 20 cm dengan periode gelombang 20 detik per rangkaian gelombang. Tinggi gelombang laut ini sangat berpengaruh bagi kelangsungan budidaya sylvofishery dalam mangrove. Karena budidaya ini menggunakan jaring nilon yang relatif lemah, adanya gelombang yang besar dan kadang kala membawa batang-batang kayu yang dapat menghancurkan jaring. Pada bulan Februari-Maret 2010 ini, tingginya gelombang pada musim peralihan telah menghancurkan kurungan tancap kepiting nelayan di Muara Sangatta, dan juga alat tangkap ikan yang berupa belat sero yang dipasang di pinggir pantai. Oleh karena itu perlu diperhatikan teknologi dalam pembuatan kurungan tancap sylvofishery ini, agar dapat mengantisipasi kondisi buruk akibat gelombang.

5.1.2 Karakteristik Habitat Mangrove