bahwa pada lokasi tersebut dapat dibuat unit karamba budidaya sylvofishery. Budidaya sylvofishery dengan kurungan tancap ini baru dapat dilaksanakan bila
telah dibuat pengaturan zonasi dalam kawasan Taman Nasional Kutai, karena tidak semua zona dapat dilakukan pemanfaatan. Bila melihat dari nilai indeks
kesesuaian lahan yang rendah, dapat dikatakan lokasi Teluk Perancis dan Muara Sangkima tidak sesuai untuk budidaya sylvofishery.
5.2 Kondisi Sosial Ekonomi Pemanfaatan
Scylla serrata
Kepiting bakau atau kepiting lumpur, atau kepiting hijau Scylla serrata Moosa et al. 1985 merupakan manfaat tidak langsung dari sumberdaya
mangrove yang mempunyai nilai ekonomis penting. Kepiting bakau di wilayah provinsi Kalimantan Timur, sejak tahun 2000 sudah menjadi salah satu komoditas
ekspor. Harga lokal dari nelayan pada tahun 2009 sekitar Rp 25 000kg dan dapat mencapai harga Rp 48 000kg untuk ekspor. Kepiting bakau untuk ekspor ini
umumnya berasal dari wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara, Kota Tarakan, dan Kabupaten Berau. Sementara dari Kabupaten Kutai Timur sendiri belum ada yang
masuk ke pasar ekspor. Pemanfaatan kepiting S. serrata hasil tangkapan nelayan di kawasan
mangrove TNK, umumnya langsung dijual ke rumah makan-rumah makan seafood yang terdapat di kota Sangatta. Sebagian kecil dijual ke pasar tradisional.
Sebagian lagi diolah oleh ibu-ibu nelayan Kelompok Kerja Pokja Kerupuk Kepiting menjadi produk kerupuk kepiting. Krupuk kepiting produksi Pokja ini
dihargai Rp 40 000,00 per kg. Penjualannya merambah ke beberapa kota seperti Sangatta, Samarinda, dan Bontang. Dalam Lomba Teknologi Tepat Guna
Masyarakat tingkat Kabupaten Kutai Timur dan tingkat Propinsi Kalimantan Timur, mereka berhasil meraih kemenangan. Kelompok ini kemudian mewakili
Kalimantan Timur dalam lomba tingkat nasional yang diselenggarakan September
2005 di Palembang.
5.2.1 Permintaan Scylla serrata
Konsumen kepiting bakau di Kota Sangatta meliputi konsumen rumah tangga dan rumah-rumah makan. Kepiting bakau dijual di pasar-pasar di Kota
Sangatta oleh pedagang maupun dijual keliling secara langsung oleh penangkap kepiting. Kepiting bakau yang dijual di pasar Kota Sangatta berasal dari hasil
tangkapan nelayan lokal dan kepiting yang dikirim dari Kecamatan Muara Badak. Berdasarkan hasil survei terhadap tiga pasar yang ada di Kota Sangatta,
kebutuhan kepiting untuk memenuhi konsumsi masyarakat Kota Sangatta diperkirakan mencapai lebih dari 200 kghari, berdasarkan rata-rata penjualan
kepiting per hari pada tiga pasar yang ada di Kota Sangatta. Permintaan Scylla serrata tidak hanya berasal dari lokal saja, namun juga
berasal dari kota-kota besar di Indonesia dan dari luar negeri. Data pengiriman kepiting bakau Scylla serrata keluar daerah maupun keluar negeri yang diperoleh
dari Balai Karantina Ikan Kelas I Sepinggan Balikpapan disajikan pada Tabel 26. Menurut informasi dari Ibu Yuni, Kasie Data dan Informasi Balai
Karantina Ikan Kelas I Sepinggan Balikpapan, yang dimaksud dengan ekspor adalah pengiriman kepiting bakau keluar negeri Singapura, karena bandara
Sepinggan merupakan bandara internasional dimana ada penerbangan langsung ke Singapura. Sedangkan yang dimaksud domestik keluar adalah pengiriman
kepiting keluar negeri, ke negara selain Singapura, namun melalui transit di Jakarta dan Surabaya. Pengiriman domestik adalah pengiriman kepiting bakau
untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, seperti Jakarta, Surabaya, Semarang, dan lain-lain. Satuan data yang ada di Balai Karantina adalah ekor bukan dalam
satuan bobot, karena sesuai tupoksinya, Balai Karantina bertugas untuk mengetahui kondisi penyakit ikan, sehingga pencatatan dilakukan per ekor ikan.
Tabel 26 Volume pengiriman kepiting bakau hidup tahun 2006-2008.
Tahun Ekspor
Domestik Domestik Keluar
Lalu lintas Total ekor
ekor ekor
ekor
2006 2 231 042
36.12 222 567 588 62.18 13 426 948 39.82 238 225 578 59.88
2007 2 110 455
34.17 95 613 618
26.71 7 949 698 23.57 105 673 771 26.56
2008 1 835 441
29.71 39 783 234
11.11 12 344 530 36.61 53 963 205 13.56
Total 6 176 938
100 357 964 440
100 33 721 176 100 397 862 554
100 Sumber: Balai Karantina Ikan Kelas I Sepinggan Balikpapan Tahun 2009
Tabel 26 menunjukkan bahwa total lalu lintas pengiriman kepiting bakau hidup dari tahun 2006 sampai dengan 2008 cenderung menurun, dengan
penurunan yang mencapai separuh dari volume tahun sebelumnya. Hal ini diduga berkaitan dengan adanya penurunan produksi tangkapan kepiting bakau dari alam.
Informasi dari Bapak Sab Lestiawan, Kasie Pelayanan Operasional Balai Karantina Ikan Balikpapan, daerah Handil di Balikpapan yang pada tahun-tahun
awal pengiriman kepiting bakau mendominasi produksi, saat sekarang ini sudah tidak berproduksi lagi. Demikian juga dengan daerah Muara Badak yang mulai
jarang mengirimkan kepiting. Saat ini kepiting bakau yang dikirim keluar Balikpapan didominasi dari daerah Tarakan dan Berau.
Bila melihat data persentase jumlah kiriman untuk domestik dan luar negeri, tampak bahwa produksi kepiting yang ada lebih diutamakan untuk
kepentingan ekspor, dibanding untuk pemenuhan kebutuhan domestik. Hal ini terlihat dari angka persentase yang cenderung stabil dari tahun ke tahun untuk
keperluan ekspor dan domestik keluar, sekalipun pernah terjadi sedikit penurunan pada tahun 2007 untuk domestik keluar.
5.2.2 Keragaan Perikanan Tangkap S. serrata di TNK