Proses Enclave di TNK

4.6 Proses Enclave di TNK

Permasalahan yang kompleks dalam mengelola TNK, terutama berkaitan dengan adanya penduduk di dalam kawasan TNK, mendorong inisiatif pemerintah daerah untuk mengadakan kegiatan lokakarya Taman Nasional Kutai pada tanggal 31 Oktober 2000. Lokakarya tersebut diikuti hampir semua stakeholder yang terkait dengan pengelolaan Taman Nasional Kutai. Kegiatan enclave sendiri merupakan salah satu rekomendasi dari kegiatan lokakarya tersebut. Lokakarya merekomendasikan bahwa salah satu cara untuk menyelamatkan TNK adalah melalui enclave dan relokasi penduduk melalui beberapa tahap kegiatan, yaitu: - Perlu segera ditetapkan tapal batas 4 desa didalam TNK sesuai dengan konsep enclave , sementara penduduk yang ada di luar batas enclave desa harus masuk ke dalam wilayah desa yang ditetapkan Desa Teluk Pandan, Desa Sangkima, Desa Sangatta Selatan dan Desa Singa Geweh - Bagi penduduk yang tidak mau bergabung masuk kedalam batas enclave desa diupayakan untuk masuk program transmigrasi lokal relokasi yang letaknya antara sepanjang jalan Sangkulirang Maloy hingga Muara Wahau. Kegiatan enclave ini ditindaklanjuti dengan Surat Perintah Kerja dari Direktorat Jenderal Perlindungan dan Konservasi Alam No. 830DJ-VLH2000 tanggal 20 November 2000 kepada Pemerintah Kabupaten Kutai Timur untuk melaksanakan Tata Batas Enclave 4 desa definitif di Taman Nasional Kutai. Tata Batas Taman Nasional Kutai adalah salah satu proses yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Kutai Timur sebelum dilakukan enclave. Persoalan Tata Batas menjadi penting ketika konsep enclave disetujui sebagai salah satu cara untuk penyelesaian berbagai permasalahan di Taman Nasional Kutai. Tahapan proses Tata Batas Taman Nasional Kutai dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Penunjukan Kawasan Hutan : ™ Menurut surat keputusan terakhir adalah sesuai SK Menhut No. 79Kpts-II2001 sebagai TNK seluas 198 269 ha. 2. Penataan Batas ™ Tata Batas Suaka Margasatwa Kutai tahun 1979 sepanjang 274 Km temu gelang oleh Direktorat Bina Program Kehutanan. ™ Berita Acara Tata Batas oleh Panitia Tata Batas Kabupaten Dati II Kutai tanggal 2 Agustus 1979, disahkan Mentan tanggal 1 Oktober 1980. ™ Tata batas alam 55.7 Km tahun 2003 yg telah ditandatangani di Panitia Tata Batas Kabupaten Kutai Timur. ™ Rekonstruksi batas buatan 83.7 Km tahun 2005. Informasi tentang rencana dan realisasi tata batas yang telah dilakukan di areal rencana enclave dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Rencana dan realisasi tata batas di areal rencana enclave No Desa Rencana Jarak datar m Realisasi Jarak datar m Luas ha Keterangan 1 Sangatta Selatan 15 500 20 259.39 5 200 Sudah sampai pemancangan pal definitif Baru sampai pemancangan patok sementara 2 Singa Geweh 39 980 36 734.83 3 600 3 Sangkima 23 530 30 516.80 6 215 4 Teluk Pandan 42 250 58 400.87 8 697 JUMLAH 121 260 145 908.89 23 712 Sumber : Laporan Pelaksanaan Tata Batas Enclave, Pelaksanaan Relokasi Penduduk, dan Program Rehabilitasi dan Pemagaran Taman Nasional Kutai, Pemkab Kutai Timur 2009 Tabel 9 diatas menunjukkan bahwa dari 23 712 ha kawasan enclave yang akan ditata batas, baru 15 015 ha atau sepanjang 87 511.02 m yang sudah di tata batas definitif. Sisanya seluas 8 697 ha atau sepanjang 58 500.87 m di desa Teluk Pandan belum dilaksanakan tata batas definitif. Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam Nomor: 129KptsDJ-VI1996 tentang Pola Pengelolaan Kawasan Suaka Alam, Kawasan Pelestarian Alam, Taman Buru, dan Hutan Lindung, menyebutkan bahwa pengukuhan status kawasan dimulai dari proses penunjukan kawasan, penataan batas, pengukuran, pemetaan sampai pada proses penetapan status kawasan. Persoalan tata batas yang belum definitif ini juga menjadi persoalan penting mengapa hingga saat ini proses tata batas belum selesai. Keterlambatan proses tata batas ini bisa berakibat munculnya spekulan-spekulan tanah. Hasil survei Yayasan BIKAL dalam Pemkab Kutai Timur 2005, menunjukkan bahwa para spekulan tanah di TNK 50.5 berasal dari Bontang dan 35.5 berasal dari Sangatta. Tercatat pada Desember 2001 seluas 255.75 ha diluar kawasan enclave telah dikuasai oleh para spekulan dan kemungkinan luasan tersebut akan semakin bertambah bila proses enclave belum selesai. Pada tanggal 29 – 31 Mei 2006 di Sangatta dilaksanakan ”Diskusi Lanjutan Tata Batas di Taman Nasional Kutai”. Kegiatan diskusi tersebut diikuti beberapa stakeholder penting yaitu Kepala Pusat Pengendalian Pembangunan Kehutanan Regional III, Direktorat Jenderal PHKA, Badan Planologi Departemen Kehutanan, Biro Hukum dan Organisasi Departemen Kehutanan, Balai Pemantapan Kawasan Hutan Kalimantan Timur, Balai Taman Nasional Kutai, Yayasan Bina Kelola Lingkungan, Dinas Kehutanan Kutai Timur, Bappeda Kutai Timur, Dinas Lingkungan Hidup Kutai Timur dan Fasda Kalimantan. Diskusi Lanjutan Tata Batas di Taman Nasional Kutai menghasilkan beberapa keputusan yaitu disepakatinya 3 tiga alternatif rekomendasi penyelesaian permasalahan Taman Nasional Kutai, meliputi: 9 Alternatif 1: menyelenggarakan pengelolaan kolaboratif dalam area seluas 23 712 ha. Bentuk dan kerjasama pengelolaan akan dirumuskan kemudian dengan mengacu pada SK DIRJEN PHKA terkait. 9 Alternatif 2: menyelesaikan tata batas TNK yang prosesnya belum ditetapkan oleh Menhut. Ini dilakukan dengan memperbaharui gabungan hasil pengukuran tata batas pemukiman masyarakat di bagian barat dengan hasil tata batas luar. 9 Alternatif 3 : penyelesaian masalah penggunaaan areal TNK akan dilakukan dengan berdasarkan pasal 19 UU 41 1999 pada scheme perubahan fungsi. Tiga Alternatif tersebut nanti akan dikaji oleh Tim Pengkajian yang dibentuk oleh Departemen Kehutanan dan di SK-kan oleh Menteri Kehutanan. Tim tersebut dibentuk untuk mengkaji 3 tiga alternatif yang dimungkinkan paling tepat untuk pengelolaan Taman Nasional Kutai. Berselang 1 satu minggu dari kegiatan diskusi pada tanggal 29-31 Mei 2006 tersebut, tepatnya pada tanggal 8 Juni 2006 melalui Surat No: S.360Menhut-IV2006 Menteri Kehutanan Mengeluarkan surat ”Penyelesaian Penataan Batas 4 Desa Dalam Kawasan TNK”. Berikut kutipan isi surat tersebut pada butir 4 : ”Untuk membatasi kerusakan yang lebih luas maka tata batas desa Teluk Pandan dapat dilanjutkan dengan syarat tidak mengakses hal-hal yang tidak dapat dibuktikan keabsahannya dan dilakukan dengan metoda minimalis ”. Berdasarkan surat tersebut Pemkab Kutai Timur melalui Dinas Lingkungan Hidup telah mempersiapkan kegiatan penyelesaian Tata Batas TNK. Pada tanggal 13 Juli 2006, Dinas Lingkungan Hidup mengadakan rapat awal penyelesaian penataan batas yang di hadiri oleh Tim Tata Batas Enclave Desa Teluk Pandan. Tim Tata Batas ini melibatkan semua stakehoder yang terkait dengan tata batas di desa Teluk Pandan yaitu Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Kutai Timur, Dinas Kehutanan Kabupaten Kutai Timur, Dinas Pertanahan Kabupaten Kutai Timur, Bappeda Kabupaten Kutai Timur, Bagian Hukum Setkab Kutai Timur, Balai Taman Nasional Kutai, Balai Pemantapan Kawasan Hutan Kaltim, Kepala Desa Teluk Pandan, Kepala Desa Martadinata, Kepala Desa Kandolo, Yayasan Bikal. Rapat tersebut menghasilkan kesepakatan untuk menyusun rencana kegiatan penataan batas desa Teluk Pandan. Menindaklanjuti keluarnya Surat Menteri Kehutanan tersebut maka dilaksanakan beberapa kali pertemuan dengan Tim Tata Batas yang melibatkan Pihak BPKH dan BTNK. 1. Pertemuan Tanggal 30 Nopember 2006 o Pertemuan membahas hal-hal yang perlu segera dilaksanakan terkait dengan Surat Menteri Kehutanan. o Membahas rencana pelaksanaan Tata Batas Kecamatan Teluk Pandan. 2. Pertemuan Tanggal 14 Desember 2006 o Persiapan Teknis Pelaksanaan Tata Batas Kecamatan Teluk Pandan. o Persiapan alat dan bahan yang diperlukan untuk pelaksanaan Tata Batas Kecamatan Teluk Pandan. 3. Pelaksanaan Tata Batas Pengaman Enclave Desa Teluk Pandan, Desa Martadinata dan Desa Kondolo pada tanggal 8 – 23 Januari 2007

4.7 Kondisi Sosial Budaya Masyarakat dalam Lokasi TNK