Nip ah Sirat Anang P ad Pari Keluang Ruh Kenduung

Gambar 39 Zona Terbuka dan Tertutup bagi Penangkapan Scylla serrata di Kawasan Mangrove TNK. 2 Penutupan Musim Penangkapan Kepiting Bakau Penutupan musim penangkapan kepiting bakau merupakan pendekatan manajemen yang umumnya dilakukan di negara yang sistem penegakan hukumnya sudah maju. Pelaksanaan pendekatan ini berdasarkan sifat sumberdaya kepiting bakau yang sangat bergantung pada musim. Musim kepiting bakau bergantung pada siklus hidup kepiting bakau yang lahir, besar, dan mati pada waktu tertentu. Dengan mempertimbangkan musim kepiting bakau ini, manajemen sumberdaya kepiting bakau dengan cara penutupan musim penangkapan dapat dilakukan. Ada dua bentuk penutupan musim penangkapan kepiting bakau. Pertama, menutup musim penangkapan kepiting bakau pada waktu tertentu untuk me mungkinkan kepiting bakau dapat memijah dan berkembang. Kedua, penutupan kegiatan penangkapan kepiting bakau karena sumberdaya kepiting bakau telah mengalami degradasi dan kepiting bakau yang ditangkap semakin sedikit. Oleh b b b

S. Nip ah

Labo asam S . S. Sirat S. Anang kapur

S. P ad

an g S . P al u S. Pari S. Keluang S. Ruh S. Nag a

S. Kenduung

A_Muara Sangatta

B_Teluk Perancis

C_Muara Sangkima

SELAT MAKASSAR 1 1 Kilometers N E W S ZONA BUKA TUTUP PENANGKAPAN S. SERRATA 0°18 0°18 0°19 0°19 0°20 0°20 0°21 0°21 0°22 0°22 0°23 0°23 0°24 0°24 0°25 0°25 0°26 0°26 117°31 117°31 117°32 117°32 117°33 117°33 117°34 117°34 117°35 117°35 117°36 117°36 117°37 117°37 117°38 117°38 SARAWAK KALIMANTAN TIMUR Dibuat oleh: Nirmalasari Idha WIjaya Pengelolaan Pumberdaya Pesisir dan Laut Kawasan TN Kutai Zona Terbuka Zona Tertutup Batas tnk Sungai kecil LEGENDA : Sumber Peta: 1. Peta RBI, Bakosurtanal, Tahun 1991 skala 1 : 250 000 2. Citra Terra Aster Tahun 2005 3. Peta Dasar TNK, Balai TNK, Tahun 2005 karena itu, kebijakan penutupan musim harus dilakukan untuk membuka peluang pada sumberdaya kepiting bakau yang masih tersisa untuk memperbaiki populasinya. Indikator yang dapat dipakai untuk menunjukkan waktu penutupan atau pembukaan kegiatan penangkapan kepiting bakau adalah status siklus hidup dari sumberdaya kepiting bakau itu sendiri. Jika berdasarkan bukti-bukti ilmiah diketahui waktu kepiting bakau kawin, memijah, atau mengasuh anaknya, waktu itu harus dipertimbangkan sebagai musim penangkapan kepiting bakau ditutup. Pada lokasi Muara Sangatta rekruitmen kepiting S. serrata terjadi pada bulan Oktober, Januari, Desember dan Maret, dengan frekuensi induk matang gonade TKG IV tertinggi pada bulan Februari-Maret dan bulan Juli-Agustus. Oleh karena itu kebijakan penutupan musim penangkapan pada bulan Februari-Maret- April dan Juli-Agustus perlu dilakukan untuk mencegah tertangkapnya induk betina yang matang gonade dan kepiting juvenil. Pada lokasi Muara Sangkima diduga rekruitmen kepiting S. serrata jantan terjadi pada bulan Februari dan April, sedangkan S. serrata betina terjadi pada bulan bulan Januari dan April. Puncak tertangkapnya induk betina matang gonade pada bulan Februari. Oleh karena itu perlu dilakukan kebijakan penutupan musim penangkapan pada bulanFebruari-April. Untuk menganalisis apakah penutupan musim penangkapan dapat berpengaruh pada pendapatan nelayan, maka dilakukan tabulasi data RPUE j Gambar 40 menunjukkan bahwa secara umum alokasi upaya penangkapan RPUEj akan meningkat seiring dengan meningkatnya hasil tangkapan dan meningkatnya kelimpahan induk S. serrata matang gonade TKG IV. Bila pada bulan tersebut dilakukan penutupan musim penangkapan kepiting bakau, hal ini dapat berarti akan terjadi penurunan pendapatan nelayan kepiting bakau dan pasokan kepiting bakau ke pasar menjadi berkurang atau berhenti sama sekali. Namun kemungkinan ini dapat diantisipasi melalui produksi S. serrata dari hasil budidaya sylvofishery, yang akan dibahas pada bagian berikutnya. , puncak rekruitmen, dan hasil tangkapan catch seperti terlihat pada Gambar 40. Gambar 40 Dinamika RPUE j , kelimpahan TKG IV S. serrata, dan hasil tangkapan S. serrata pada Tahun 2009. Kebijakan penutupan musim penangkapan kepiting bakau dapat di- implementasikan secara baik dengan cara pengendalian dan pengawasan di basis- basis pemukiman nelayan untuk mencegah mereka melakukan kegiatan penangkapan kepiting bakau. Meski demikian, pengawasan langsung di lapangan atau di daerah penangkapan kepiting bakau masih perlu dilakukan untuk menjamin bahwa penutupan musim ini berlangsung secara efektif. Selain itu, perlu juga dilakukan pengawasan di pasar karena seringkali adanya permintaan konsumen menjadi pendorong bagi nelayan untuk melanggar peraturan. 3 Pembatasan alat tangkap kepiting bakau Kebijakan atau pendekatan pembatasanselektivitas alat tangkap dalam manajemen sumberdaya kepiting bakau adalah metode pemilihan alat penangkapan kepiting bakau yang bertujuan untuk mencapai atau mempertahankan struktur umur yang paling produktif dari stok kepiting bakau. Kebijakan ini mempunyai tujuan memberi kesempatan pada kepiting bakau yang produktif untuk bereproduksi dalam rangka mempertahankan keberlanjutan populasi S. serrata di alam. Dengan kata lain, penangkapan kepiting bakau dilakukan secara selektif hanya pada kepiting bakau yang tidak masuk dalam kategori ini. Dengan cara demikian, penangkapan kepiting bakau dapat dilakukan secara kontinyu karena kepiting bakau yang tidak ditangkap memiliki kesempatan untuk bereproduksi dan menghasilkan kepiting bakau muda yang akan berkembang dan memiliki kemampuan bereproduksi. Penangkapan kepiting bakau secara selektif berarti menjaga kontinyuitas kegiatan penangkapan kepiting bakau sehingga keberlanjutan sumberdaya kepiting bakau terjamin. Alat tangkap rakkang, yang cenderung menangkap kepiting yang berukuran kecil, direkomendasikan untuk digunakan pada lokasi zona depan hutan mangrove TNK. Alasan yang mendasarinya adalah karena pada lokasi ini cenderung lebih banyak terdapat kepiting muda yang berukuran kecil, sehingga dapat dijadikan sebagai benih pada budidaya sylvofishery. Pengaturan yang perlu dilakukan adalah pada ukuran diameter bukaan mulut rakkang. Diameter mulut rakkang diatur agar berukuran kurang dari 100 mm, sehingga hanya kepiting yang berukuran benih saja yang akan tertangkap, sedangkan kepiting yang berukuran besar terutama induk betina tidak dapat masuk ke dalam rakkang. Kepiting berukuran kecil ini bila ditangkap terus menerus akan menyebabkan habisnya stok induk di alam, karena kematian alami dari induk yang tidak tertangkap. Oleh karena itu, restoking induk dari sebagian hasil panen budidaya sylvofishery merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan, sebagai kompensasi atas sumberdaya yang telah diambil dari alam. Alat tangkap rengge, yang cenderung menangkap hasil sampingan berupa induk S. serrata matang gonade yang sedang beruaya ke laut untuk memijah, sebaiknya tidak digunakan, terutama pada bulan-bulan dimana terjadi puncak frekuensi induk betina matang gonade. Alat tangkap pengait dapat digunakan pada zona penangkapan kepiting bakau di tengah hutan mangrove. Alat pengait cukup selektif menangkap kepiting yang berukuran besar. Selain itu penangkapan di zona tengah hutan mangrove juga berpotensi lebih besar memperoleh kepiting jantan. Penangkapan kepiting jantan akan membantu terbentuknya keseimbangan rasio kepiting jantan : betina dalam hutan mangrove. Pelarangan jenis alat tangkap tertentu dapat dilakukan secara permanen atau sementara waktu, kebijakan ini dilakukan untuk melindungi sumberdaya kepiting bakau dan penggunaan alat tangkap yang merusak atau destruktif yang memang dilarang. 4 Pengaturan jenis kelamin tangkapan kepiting bakau Ratio jantan betina pada zona tengah hutan dan depan hutan mangrove yang didominasi oleh kepiting jantan menunjukkan bahwa terjadi pergeseran keseimbangan jumlah individu jantan dan individu betina Gambar 41 . Gambar 41 Rasio jantan betina pada tiga zona hutan mangrove. Jumlah individu jantan yang mendominasi dari sudut pandang reproduksi tidak menguntungkan, karena kepiting betina hanya memerlukan satu kali proses kopulasi untuk tiga kali lebih periode bertelur. Kepiting bakau betina memiliki spermatecha yang dapat menyimpan sperma dari kepiting jantan hingga beberapa bulan Phelan Grubert 2007. Dengan sifatnya ini, maka jumlah jantan yang lebih banyak dari betina menjadi tidak efektif. Untuk itu disarankan penangkapan kepiting bakau lebih diutamakan menangkap kepiting dengan jenis kelamin jantan. Penangkapan dengan alat tangkap pengait dapat mendukung saran ini karena penangkapan di lubang cenderung memperoleh kepiting jantan. 5 pemberlakuan kuota penangkapan kepiting bakau Pemberlakuan kuota penangkapan kepiting bakau dapat dialokasikan menurut alat tangkap, kelompok nelayan, atau daerah penangkapan kepiting bakau. Namun pada pengelolaan perikanan tangkap S. serrata di TNK, kuota penangkapan dapat diterapkan sesuai daerah penangkapannya. Laju eksploitasi kepiting jantan dan betina di Muara Sangatta, keduanya sudah melebihi ambang batas maksimum, sehingga tidak boleh dilakukan penambahan upaya untuk penangkapan S. serrata, baik berupa penambahan unit alat tangkap, frekuensi 1 0,47 tengah hutan 1 0,85 depan hutan 1 2,5 perairan jantan betina penangkapan, maupun dari jumlah nelayannya. Kuota tangkapan yang dapat diberikan adalah berkisar antara 6 563 - 10 261 tontahun. Kuota penangkapan ini diperoleh dari angka pendekatan dari hasil analisis laju eksploitasi, yaitu perkiraan potensi S. serrata sebesar 18 488.80 kgth dikalikan dengan laju eksploitasi maksimal yang diperbolehkan yaitu terendah 0.355 sampai 0.555. Namun hasil simulasi sistem dinamik menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kuota tangkapan setelah ada perbaikan dalam pemanfaatan mangrove, sehingga konversi mangrove yang semakin menurun akan menambah potensi stok S. serrata. 6 Restoking kepiting bakau Pengendalian yang dilakukan untuk menjaga kelangsungan hidup dari kepiting bakau dengan tetap menjaga keseimbangan ekonomi masyarakat adalah dengan menggunakan metode restoking yaitu perbaikan kondisi kelimpahan kepiting bakau di suatu daerah dengan mengambil jenis kepiting bakau dari daerah lain untuk ditebarkan di daerah yang mengalami degradasi kepiting bakau. Restoking dapat juga dilakukan dengan mengembalikan ke alam sebagian dari hasil panen budidaya sylvofishery yang dilakukan oleh masyarakat. Pengembalian hasil panen, terutama jenis kepiting betina diharapkan dapat menjaga ketersediaan stok induk betina di alam. Penerapan metode ini dapat dilakukan pada saat penutupan daerah penangkapan kepiting bakau. Beberapa hal yang harus diketahui untuk menggunakan metode ini adalah pertama, kesesuaian parameter lingkungan dimana kepiting bakau dapat bertahan hidup diantaranya parameter fisika, kimia dan biologi. Kedua, harus diketahui bioekologi dari kepiting bakau sendiri. Kelemahan dari metode ini adalah akan terjadi homogenitas spesies karena kebanyakan kepiting bakau yang ditebarkan harus beradaptasi dengan lingkungan baru sehingga peluang hidupnya akan kecil. Lokasi Muara Sangatta yang melimpah kepiting berukuran kecil menjadi sumber benih bagi budidaya sylvofishery, dan juga merupakan sumber restoking induk dari hasil budidaya pembesaran sylvofishery untuk ditebar di lokasi lain Teluk Perancis yang sesuai sebagai zona perlindungan bagi kepiting bakau. Restoking induk betina di lokasi Teluk Perancis perlu dilakukan untuk menyeimbangkan ratio jantan betina karena cukup besar rationya yaitu 1:0.47 dan menjadikan kawasan ini sebagai bank benih S. serrata. Induk betina S. serrata yang akan digunakan untuk restoking adalah kepiting yang berasal dari hasil panen sylvofishery. Hasil analisis sistem dinamik menunjukan 1 dari hasil panen yang dikembalikan ke alam akan memperbaiki stok kepiting bakau dan meningkatkan produksi sebanyak ± 6 ton pada tahun berikutnya.

5.3.4 Pengembangan Budidaya Sylvofishery S. serrata