meruuskan dan mengudi hipotesis-hipotesis, dan bekerjasama dengan orang lain Schunk, 2012 : 324.
2. Pendekatan Psikologi Berbasis Konstruktivisme
Konstruktivisme merupakan pendekatan dalam psikologi yang berkeyakinan bahwa anak membangun pemahaman dan pengetahuannya
sendiri tentang dunia di sekitarnya atau dengan kata lain, anak dapat membelajarkan dirinya sendiri melalui berbagai pengalamannya Bartlett
1932, Jannason, 1991. Kemampuan ini dapat dilihat dari kemampuan anak dalam menghadapi
situasi baru dengan menggunakan pengalaman dan pengetahuan yang telah dimilikinya, anak menyesuaikan dirinya dengan situasi baru tersebut.
Misalnya, untuk memotong diperlukan pisau, apabila pisau tidak ada, maka anak tersebut mencoba berbagai hal berdasarkan pengetahuan dan
pengalaman yang telah dimilikinya, antara lain; anak akan mematahkan benda yang akan dipotongnya dengan kedua tangannya atau ia
menggunakan alat lain yang dapat dipakai untuk memotong. Oleh sebab itu, dalam memecahkan masalah yang dihadapinya, anak tersebut akan
mengajukan berbagai pertanyaan relevan, kemudian melakukan eksplorasi yang diikuti dengan mengevaluasi apakah pengetahuan yang telah
dimilikinya dapat diterapkan dalam memecahkan masalah yang dihadapinya. Berdasarkan hal tersebut, maka pembelajaran menurut
konstruktivisme adalah
mendorong siswa
dalam menggunakan
pengalaman dan pengetahuannya untuk memecahkan masalah yang dihadapinya dan selanjutnya siswa dapat membangun pengetahuannya
sendiri sebagai hasil dari pemahamannya terhadap masalah yang dipecahkannya.
3. Pengertian Teori Belajar Kontruktivisme
Dalam kerangka konstruktivis, belajar dimaknai sebagai suatu upaya pengkonstruksian pengetahuan oleh individu sebagai pemberian makna
atas data sensori yang berkaitan dengan pengetahuan yang telah ada sebelumnya Tasker, 1992. Belajar merupakan suatu proses pemaknaan
yang melibatkan konstruksi-konstruksi dari para pembelajar Sukadi, 1999; Sadia, 1996; Fosnot, 1989. Selanjutnya, Dyle Haas 1997 dan
Putrayasa 2010; 2011 menyatakan bahwa belajar menurut pandangan konstruktivis lebih diarahkan pada terbentuknya makna pada diri
pembelajar atas apa yang dipelajarinya berdasarkan pengetahuan dan pemahaman mereka sebelumnya. Dalam proses ini lebih ditekankan pada
terbentuknya hubungan-hubungan makna antara pengetahuan yang telah ada dan pengetahuan baru dengan fasilitasi kreativitas guru selaku
mediator pembelajaran. Dengan demikian, dilihat dari dimensi pembelajaran, model konstruktivis memandang belajar itu sebagai sebuah
proses modifikasi ide dan pengetahuan yang telah dimiliki oleh siswa menuju terbentuknya pengetahuan baru. Dalam proses ini siswa secara
aktif terlibat dalam upaya penemuan makna dari apa yang dipelajarinya, sehingga secara langsung berdampak pada tumbuh dan berkembangnya
keterampilan berpikir mereka selama pembelajaran berlangsung Sharon Lee, 1994. Di samping itu, aplikasi model konstruktivis memungkinkan
siswa untuk menguasai materi pelajaran secara lebih komprehensif dan bermakna, mengingat mereka terlibat secara aktif selama berlangsungnya
pembelajaran Putrayasa, 2010; 2011.
Model konstruktivis memberi beberapa peluang bagi kalangan guru untuk mengatasi berbagai persoalan yang terkait dengan rendahnya
kualitas proses dan hasil pembelajaran, karena model ini dapat memfasilitasi keterlibatan aktif dan berkembangnya keterampilan berpikir
siswa selama pembelajaran. Jadi, dalam pandangan konstruktivisme sangat penting peran siswa untuk dapat dapat membangun constructive habits of
mind. Agar siswa memiliki kebiasaan berpikir, maka dibutuhkan kebebasan dan sikap belajar.
4. Konstruktivisme dan Pengetahuan