1. ketidaksantunan berbahasa dalam pandangan Miriam A. Locher sebagai
tindak berbahasa yang melecehkan dan memain-mainkan muka 2.
ketidaksantunan berbahasa dalam pandangan Bousfield adalah perilaku berbahasa yang mengancam muka dilakukan secara sembrono
gratuitous, hingga mendatangkan konflik 3.
ketidaksantunan berbahasa dalam pandangan Culpeper adalah perilaku
berbahasa untuk membuat orang benar-benar kehilangan muka face loss, atau setidaknya orang tersebut
„merasa‟ kehilangan muka 4.
ketidaksantunan berbahasa dalam pandangan Terkourafi adalah perilaku berbahasa yang bilamana mitra tutur merasakan ancaman terhadap
kehilangan muka, dan penutur tidak mendapatkan maksud ancaman muka itu dari mitra tuturnya
5. ketidaksantunan berbahasa dalam pandangan Locher and Watts adalah
perilaku berbahasa yang secara normatif dianggap negatif, lantaran melanggar norma-norma sosial yang berlaku dalam masyarakat.
Kelima teori ketidaksantunan berbahasa itu, semuanya akan digunakan sebagai kacamata untuk melihat praktik berbahasa yang tidak santun
antarmahasiswa Progam Studi PBSID Angkatan 2009--2011 di Universitas Sanata Dharma.
2.3 Tindak Tutur
Yule 1996:81
menjelaskan bahwa
dalam usaha
untuk mengungkapkan dirinya, penutur tidak hanya menghasilkan tuturan yang
mengandung kata-kata dan struktur-struktur gramatikal saja, tetapi penutur juga memperlihatkan tindakan-tindakan melalui tuturan-tuturan itu. Tindakan-
tindakan yang ditampilkan lewat tuturan itu biasanya disebut tindak tutur. Austin 1962 membedakan tiga jenis tindakan yang bekaitan dengan ujaran.
Ketiganya adalah tindak lokusioner, tindak ilokusioner, dan tindak perlokusioner atau singkatnya lokusi, ilokusi, dan perlokusi. Searle melalui
bukunya Speech Acts An Essay in The Philosophy of Language dalam Wijana, 2011:21 mengemukakan bahwa secara pragmatis setidak-tidaknya
ada tiga jenis tindakan yang dapat diwujudkan oleh seorang penutur, yakni tindak lokusi locutionary act, tindak ilokusi illocutionary act, dan tindak
perlokusi perlocutionary act.
2.3.1 Tindak Lokusi
Tindak lokusi adalah tindak tutur untuk menyatakan sesuatu Wijana, 2011:21. Tindak tutur ini dinamakan the act of saying
something. Konsep lokusi sendiri berkenaan dengan proposisi kalimat. Kalimat di sini dipandang sebagai suatu satuan yang terdiri dari dua
unsur, yakni subjektopik dan predikatcomment Nababan, 1987:4 dalam Wijana:22. Sebagai satuan kalimat, pengidentifikasian tindak
lokusi cenderung dapat dilakukan tanpa menyertakan konteks tuturan yang tercakup dalam situasi tutur. Jadi, tindak tutur lokusioner adalah
tindak tutur dengan kata, frasa, dan kalimat sesuai dengan makna yang dikandung oleh kata, frasa, dan kalimat itu sendiri Rahardi, 2009: 17