Wujud Ketidaksantunan Pragmatik Melecehkan Muka

Konteks tuturan A14 yaitu tuturan terjadi pada tanggal 28 November 2012 pukul 14.25 WIB ketika setelah kuis Penyuntingan selesai, lalu dilanjut dengan koreksi lembar jawab oleh mahasiswa, suasana kelas agak gaduh. Penutur laki-laki dan mitra tutur perempuan merupakan mahasiswa angkatan 2009 dan mereka teman sekelas. Penutur tahu bahwa mitra tutur baru beberapa waktu menggunakan behel sehingga masih kesusahan untuk berbicara. Penutur menanggapi cara bicara mitra tutur dengan suruhan yang menunjukkan tindak verbal direktif. Tindak perlokusi tuturan A14 yaitu penutur berharap agar mitra tutur berbicara sewajarnya saja. Konteks tuturan A16 yaitu tuturan terjadinya tuturan pada tanggal 28 November 2012 pukul 14.25 WIB ketika dosen memanggil nama mahasiswa untuk konfirmasi nilai, ada mahasiswa yang tidak menyadarinya. Suasana kelas agak gaduh. Penutur dan mitra tutur perempuan merupakan mahasiswa angkatan 2009, mereka teman sekelas dan duduk bersebelahan. Penutur mengingatkan mitra tutur yang telah mengoreksi hasil kerjanya untuk disampaikan ke dosen dengan agak kesal dan sinis yang menunjukkan tindak verbal ekspresif. Tindak perlokusi tuturan A16 yaitu penutur berharap agar mitra tutur tidak berbicara sendiri dan memperhatikan dosen.

4.2.1.5 Makna Ketidaksantunan Berbahasa yang Melecehkan Muka

Secara umum, makna ketidaksantunan berbahasa yang melecehkan muka yaitu penutur mengejek, menyindir, menghina, dan melukai hati mitra tuturnya. berikut uraian masing-masing makna dari tuturan yang melecehkan muka. a. Tuturan A6 memiliki makna berupa godaanhinaan penutur kepada mitra tutur yang sedang berusaha bimbingan skripsi. b. Tuturan A7 memiliki makna berupa hinaan penutur kepada mitra tutur yang menjawab sekenanya. c. Tuturan A10 memiliki makna berupa hinaan dari penutur kepada mitra tuturnya dengan umpatan munyuk itu. d. Tuturan A14 memiliki makna berupa hinaan dari penutur karena cara bicara mitra tutur yang aneh setelah memakai behel. e. Tuturan A16 memiliki makna berupa hinaan penutur karena mitra tutur tidak memerhatikan panggilan dosen, sedangkan lembar koreksi yang dipegang mitra tutur milik penutur.

4.2.2 Memain-mainkan Muka

Interpretasi lain yang berkaitan dengan definisi Locher terhadap ketidaksantunan berbahasa ini adalah bahwa tindakan tersebut sesungguhnya bukanlah sekadar perilaku „melecehkan muka‟, melainkan perilaku yang „memain- mainkan muka‟. Tindakan bertutur sapa akan dikatakan sebagai tindakan yang tidak santun bilamana muka face dari mitra tutur dipermainkan, atau setidaknya dia telah merasa bahwa penutur memain-mainkan muka sang mitra tutur itu. Dengan demikian, sebuah tuturan dikatakan tidak santun jika tuturan tersebut menimbulkan kerugian yang berupa kejengkelan hati bagi mitra tuturnya.