Daya kerja prevensi umum dari pemidanaan

7.2. Daya kerja prevensi umum dari pemidanaan

Seberapa-jauhkah ancaman pidana memiliki efek jera terhadap masyarakat secara umum? Apakah warga taat dan patuh pada undang- undang terutama karena takut akan dihukum bila melanggar?

Jika kita mencuri dengar pandangan-pandangan yang diajukan warga-masyarakat, kerapkali kita dengar: ‘Seharusnya djatuhkan hukuman lebih berat, dengan itu orang pasti takut atau jera berbuat jahat’. Pandangan umum di atas implisit beranjak dari teori pilihan rasional (kebebasan) sebagai penjelasan atas gejala kriminalitas: warga secara umum dalam memutuskan berbuat atau tidak berbuat, termasuk untuk melakukan/tidak melakukan kejahatan, selalu terlebih dahulu berhitung untung-rugi’. Jika pidana penjara yang lama mengikuti dilakukannya suatu kejahatan, maka biaya dari perampasan kemerdekaan dan rezim pemenjaraan yang keras tidaklah akan sebanding dengan keuntungan yang diperoleh dari, misalnya, pencurian atau perampokan bank. Di sini kita belum menyinggung efek preventif dari pidana badan. Penerapan sanksi keras karena itu dianggap memiliki efek jera, yakni sebagai ancaman yang menakut-nakuti masyakat untuk tidak melakukan kejahatan.

Kenyataannya lebih rumit dari gambaran di atas. Apa yang diabaikan ialah bahwa ada banyak alasan atau sebab orang melakukan kejahatan. Kekerasan yang dilakukan oleh remaja kerap terjadi atau dilakukan dalam ikatan kelompok, di mana situasi saling mempengaruhi dalam kelompok dan ledakan emosi sesaat memainkan peran sangat penting. Suatu pembunuhan bisa saja dilakukan dilandaskan perhitungan matang yang diambil dengan kepala dingin (dengan rencana), namun seringkali pula dilakukan dalam kerangka latarbelakang relasi korban-pelaku yang lebih kompleks. Kekerasan seksual terhadap anak-anak dilakukan oleh orang-

Apakah pidana penjara efektif?

orang yang tidak dapat mengendalikan hasrat seksual mereka. Pelaku kejahatan demikian oleh psikiater di dalam laporan (diagnosa) mereka sebagaimana disampaikan dihadapan sidang dinyatakan sebagai pelaku yang tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban moral (pidana).

Di atas hanyalah sejumlah contoh yang membuat jelas bahwa perilaku kriminal kadangkala tidak cukup djelaskan dari perhitungan rasional untung rugi, dan sebaliknya harus djelaskan dengan memperhitungkan ragam faktor lain yang lebih kompleks. Pengenaan sanksi pidana berat tidak serta merta akan mencegah dilakukannya kejahatan-kejahatan tersebut. Tindakan keras dan tegas kiranya hanya efektif terhadap pelanggaran yang diperbuat oleh pelaku yang benar mempertimbangkan untung-ruginya secara rasional, seperti pelanggaran lalulintas, mengemudikan kendaraan melebihi batas kecepatan, mengabaikan lampu merah di persimpangan, mengutil atau tatkala menggelapkan pajak.

Dalam hal demikian muncul dilema bahwa reaksi keras tampaknya berfungsi preventif hanya terhadap bentuk-bentuk kriminalitas yang relatif ringan. Memenjarakan mereka yang mengemudikan kendaraan melebihi batas kecepatan kiranya akan mendorong pengguna jalan raya lainnya mematuhi aturan batas kecepatan. Namun cara ini sekaligus bertentangan dengan asas-asas negara hukum yang mensyaratkan bahwa kita hanya dapat menghukum seseorang beranjak dari atau selaras dengan tingkat ketercelaan perbuatan dan kesalahan pelaku. Lagipula dari penelitian ilmiah terbukti bahwa prevensi umum hanya akan efektif bilamana dikaitkan dengan peluang tertangkap dan diproses. Bilamana terhadap tindakan mengemudi dalam keadaan terpengaruh alkohol/mabuk diancam dengan pidana berat, namun tidak pernah atau jarang dilakukan kontrol kadar alkohol oleh polisi terhadap pengemudi kendaraan bermotor, kita tidak perlu banyak berharap bahwa ancaman tersebut memiliki efek jera umum. Logika serupa berlaku pula dalam ihtiar pencegahan atau pemberantasan tindak pidana korupsi, penggelapan pajak maupun cybercrime. 19

Sampai di sini kita telah bahas seberapa jauh tujuan-tujuan prevensi atau re-sosialisasi berhasil dicapai, di mana tolok ukur utama ialah penurunan angka residivis serta pencegahan kriminalitas. Pada bagian terakhir tulisan ini, akan dibahas lebih rinci tujuan pemidanaan dalam wujud pemeliharaan keamanan (umum), dalam arti membuat pelaku tidak lagi berdaya untuk melakukan kejahatan (incapacitation). Satu dan lain karena tujuan ini dalam sepuluh tahun kebelakang, setidak-tidaknya mengikuti perkembangan di dalam masyarakat Barat, dilirik kembali dan

19 Untuk gambaran yang lebih luas tentrang antara lain daya kerja prevensi umum dari pi- dana lihat Elfers 2008, Van Djk e.a. 2009, Kleemans 2001 , Moerland 1993

Martin Moerings

ditelaah dari sudut pandang berbeda.