Fungsi pemidanaan dan efektivitasnya

3. Fungsi pemidanaan dan efektivitasnya

Banyak perhatian tentang sistem peradilan pidana diarahkan pada fenomena pemidanaan. Mengenai untuk apa pemidanaan dilakukan, banyak teorinya tetapi teori-teori pemidanaan cenderung mengerucut pada dua pendekatan dasar: Reductionist dan Retributivist. Pendekatan Reduksi (The reductionist approach) melihat pemidanaan sebagai suatu alat kontrol sosial yang dirancang untuk mengurangi perbuatan anti sosial (instrument of social control designed to reduce antisocial activity), dimana umumnya hal itu dilakukan melalui pengisolasian dan deterence, disamping itu juga bisa dilakukan melalui rehabilitasi dan pendidikan. Sedangkan pendekatan pembalasan (The retributivist approach) memandang pemidanaan sebagai suatu tanggapan moral yang pantas

dan/atau diperlukan terhadap tindakan terlarang. 6 Di antara berbagai jenis pemidanaan, pidana penjara (pemasyarakatan) merupakan yang paling populer, dan jumlah penghuninya terus meningkat.

Di antara berbagai jenis pemidanaan, pidana penjara (pemasya- rakatan) merupakan yang paling populer, dan penghuninya meningkat terus. Dewasa ini, lebih dari 9,8 juta orang berada di penjara/ Lembaga Pemasyarakatan di seluruh dunia. Penghuni penjara meningkat di berbagai bagian dunia; jumlah mereka meningkat 73 persen secara total

di seluruh dunia. 7

5 Ia juga bisa dihukum denda, kurungan, ataupun bentuk hukuman lainnya sesuai undang-undang yang berlaku.

6 Wilson, William, Central Issues in Criminal Theory. Oxford: Hart Publishing, 2002, hlm. 43.

7 Pakes, Francis, Comparative Criminal Justice . 2nd Edition, Cullompton, Devon: Willan Publishing, 2010, hlm.128-129.

Topo Santoso

Pemidanaan, dalam arti suatu jenis sanksi yang djatuhkan kepada seorang pelaku kejahatan, terdiri atas lima unsur: (1) ia harus mengandung suatu hal yang tidak mengenakan bagi yang djatuhi; (2) ia harus djatuhkan bagi suatu tindak pidana; (3) ia harus djatuhkan kepada seorang pelaku tindak pidana; (4) ia mesti dilaksanakan oleh seorang petugas dari lembaga resmi; dengan kata lain, ia bukanlah suatu konsekuensi alamiah dari suatu perbuatan; dan (5) ia mesti djatuhkan oleh suatu otoritas atau institusi terhadap mereka yang yang melanggar aturan.

Dengan arti demikian, maka suatu tindakan bukan merupakan suatu jenis dari pemidanaan melainkan semata-mata suatu tindakan kejam atau menyakitkan. Demikian halnya, tindakan langsung oleh seorang yang tidak punya otoritas khusus tidak bisa disebut sebagai suatu pemidanaan tetapi mungkin suatu pembalasan atau semata mata suatu kekejaman. Menurut Garland: “Pemidanaan merupakan suatu proses hukum dimana pelanggar hukum pidana dipersalahkan dan dipidana

sesuai kategori dan prosedur hukum tertentu ”. 8

Mengapa hukuman pidana djatuhkan? Pemidanaan merupakan suatu respons universal terhadap kejahatan dan penyimpangan di semua masyarakat. Respons itu dapat dilakukan dengan berbagai bentuk, baik hukuman yang formal (penjara/ kurungan, pidana mati, denda) atau penghukuman yang informal (sanksi oleh keluarga, teman sebaya, kelompok extralegal). Jenis hukuman yang berbeda digunakan untuk tujuan yang juga berbeda. Sanksi pidana djalankan untuk menjaga nilai- nilai kebaikan dan keyakinan, mengurnagi kemampuan pelanggar dan mencegah mereka yang mungkin berikir akan melakukan kejahatan, dan sering berfungsi untuk menjaga hubungan kekuasaan di dalam suatu masyarakat dan untuk menghilangkan ancaman bagi tertib sosial yang

berlaku. 9 Fungsi pemidanaan dirancang untuk banyak maksud. Maksud atau tujuan-tujuan ini termasuk di dalamnya untuk memperkuat nilai- nilai kolektif, perlindungan kepada masyarakat melalui penghilangan kapasitas isik si pelaku dalam melakukan aksi berikutnya (physical incapacitation of the convicted ofenders), rehabilitasi si pelaku, penangkalan terhadap si pelaku dari mengulangi perbuatannya (dikenal sebagai “ speciic deterrence”), dan berfungsi sebagai suatu contoh untuk menangkal orang lain dari melakukan perbuatan jahat yang dilakukan di pelaku (dikenal sebagai “general deterrence”). Beberapa sanksi pidana (seperti

8 Garland, D, Punishment and Modern Society: A Study in Social Theory, Oxford: Clarendon, 1990, hlm. 17.

9 Terance Miethe dan Hong Lu, Punishment, A Comparative Historical Perspective, Cam- bridge: Cambridge University Press, 2005, hlm.1.

Suatu tinjauan atas efektivitas pemidanaan

denda atau kompensasi bagi korban) didesain untuk tujuan restorative. 10 Efektivitas sanksi pidana seringkali dinilai dalam konteks penangkalan (deterrence). Banyak studi telah menguji apakah sanksi pidana tertentu telah menangkal (deter) terpidana dari mengulangi lagi perbuatan jahatnya atau mampu menangkal (deter) orang lain dari

melakukan tindak pidana seperti yang dilakukan si pelaku. 11 Dengan demikian, perlu juga dilihat efektivitas pemidanaan dalam lembaga pemasyarakatan Yang diharapkan dengan sistem pemasyarakatan agar terpidana (atau dalam hukum Indonesia dikenal sebagai warga binaan pemasyarakatan/WBP) menyadari kesalahan, memperbaiki diri, tidak mengulangi tindak pidana sehingga, dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab, dan tidak menjadi recidivis.

Salah satu alasan pemidanaan adalah bahwa pemidanaan itu menangkal (deter) terjadinya pelanggaran hukum pidana. Hubungan antara pemidanaan dan penangkalan (punishment and deterrence) merupakan topik yang selalu hangat diperdebatkan, baik dengan pendekatan falsafah maupun dengan mengemukakan data empirik hasil penelitian. Pendekatan Falsafah. Berusaha memberikan penjelasan tentang manusia dan dunia yang dialaminya. Manusia dilihat sebagai mahluk bernalar dan dalam batas tertentu bebas memilih, untuk melanggar hukum pidana atau tidak. Hanya melalui pemidanaan manusia dapat dipaksa untuk tidak berbuat jahat/ melanggar hukum pidana. Ini dikenal sebagai konsep free will (kebebasan memilih), rasional, hedonistik (menjauhi hal yang menyakitkan) sebagai dasar pemikiran untuk teori-teori penangkalan baik penangkalan umum (general deterrence) maupun penangkalan khusus (speciic deterrence). Data Empirik. Data empirik tentang hasil penelitian mengenai recidivisme (pengulangan tindak pidana) juga mencoba untuk membuktikan manfaat pemidanaan ini untuk penangkalan (meskipun

yang mungkin dapat dibuktikan hanyalah penangkapan khusus). 12 Penelitian tentang Recidivisme. Penelitian tentang data recidivisme mengalami banyak kritik dan hasil penelitiannya belum meyakinkan. Pemahaman ilmu pengetahuan tentang perilaku manusia (human behavior) masih terlalu sedikit untuk dapat menyusun kesimpulan-kesimpulan umum. Namun demikian, kesimpulan yang agak pasti yang dapat dibuat hanyalah bahwa terdapat kemungkinan pemidanaan mempunyai kemampuan bersifat menangkal dalam keadaan tertentu. Masih lebih banyak penelitian harus dilakukan untuk menjawab pertanyaan:

10 Ibid., hlm. 4. 11 Ibid., hlm. 9.

12 Mardjono Reksodiputro, Kriminologi dan SPP, op.cit., hlm. 149-150).

Topo Santoso

apakah pemidanaan yang keras dan pasti memang dapat mencegah atau mengurangi recidivisme atau menangkal kemungkinan seorang

pelanggar potensial melakukan tindak pidana. 13