Sistem perlindungan anak di Indonesia dan Thailand

2. Sistem perlindungan anak di Indonesia dan Thailand

Seperti halnya sistem-sistem yang lain pada umumnya, sistem perlindungan anak merupakan sistem yang terintegrasi dalam sistem lain yang lebih besar, yakni sistem kesejahteraan sosial. Awal mulanya, sistem perlindungan anak hanya difokuskan pada pencegahan terjadinya perlakuan salah terhadap anak yang tinggal dengan keluarga berisiko tinggi saja, sekaligus mempersiapkan prosedur pencegahan bagi anak-

5 Pandangan ini berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Institut Loyola, Universitas Chicago untuk UNICEF di tahun 2006.

Perlindungan hukum terhadap anak dari kekerasan dalam keluarga ...

anak yang memiliki risiko yang lebih rendah (Waldfogel, 2009:195). Pada perkembangannyasaat ini, sistem tersebut kemudian lebih difokuskan pada tujuan yang lebih besar, yakni keselamatan dan kesejahteraan bagi anak (Munro, 2010:6), melalui kerja sama semua unsur terkait, baik pemerintah maupun para pakar di berbagai bidang, guna menyelesaikan permasalahan anak.

Model sistem perlindungan anak yang berlaku di tiap negara tentu saja berbeda-beda, tergantung pada cara, metode pendekatan dan perspektif yang digunakan oleh masing-masing negara dalam menyikapi permasalahan anak (Becket, 2007:6). Perbedaan tersebut bisa juga ditentukan oleh ragam kebutuhan anak dan keluarga, latar belakang sosial ekonomi, pengaruh budaya, hingga rekayasa politik (istilah yang digunakan Becket) yang mencerminkan adanya kompromi politik dan permintaan dari berbagai kelompok kepentingan (Becket, 2007:7).

Umumnya, sistem perlindungan anak terdiri dari 3 unsur yang saling bertautan satu dengan lainnya, yakni struktur, fungsi dan kapasitas 6 . Struktur meliputi aturan atau kebjakan pemerintah dan lembaga pelaksana yang diberikan mandat untuk menjalankan sistem. Fungsi berkaitan dengan bagaimana sistem tersebut bekerja dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan, meliputi mekanisme, tugas dan tanggung jawab yang dimiliki lembaga. Sementara kapasitas merujuk pada kemampuan yang dibutuhkan sistem untuk dapat menjalankan fungsi-fungsinya secara patut, meliputi sumber daya manusia, infrastruktur, dan dana (biaya).

Berdasarkan unsur-unsur tersebut, maka sistem perlindungan anak yang dimiliki Indonesia danThailand dapat digambarkan sebagai berikut:

2.1. Sistem perlindungan anak di Thailand Sistem perlindungan anak yang dimiliki Thailand merupakan sistem yang

telah terintegrasi dalam sistem kesejahteraan sosial, yang sengaja lebih diorientasikan pada penguatan dan pemberdayaan keluarga 7 . Sistem ini mayoritas djalankan oleh 3 (tiga) lembaga besar yang diharapkan saling bekerja sama untuk mencapai kesejahteraan anak. Adapun lembaga tersebut adalah Komite Perlindungan anak Nasional (the National Child Protection Commitee). Komisi Anak dan Remaja National (the National

6 Unsur-unsur ini juga digunakan dalam the UNICEF Working Document, yang berjudul “Adapting a System Approach to Child Protection: Key Concepts and Consideration”, writen by Fred Wulczin, Deborah Daro, John Fluke, Sara Feldman, Christin Glodek, Kate Lifanda, Newyork, 2010. It adopted classiication made by Chapin-Hall Institute, Chi- cago University, page 22.

7 Orientasi yang dimiliki Thailand ini senada dengan pendapat Deborah Daro dalam buku “the APSAC Handbook on Child Maltreatment”, hlm.17, yang menyebutkan bahwa “preven- tion of child abuse and neglect is fundamentally about strengthening the capacity of parents and communities to care for children’s health and well-being”

Rusmilawati Windari

Commission for Child and Youth), dan Komisi Hak Asasi Manusia (the National Human Right Commission). Untuk lebih lengkapnya, masing- masing unsur sistem perlindungan anak di Thailand dipaparkan sebagai berikut:

2.1.1. Struktur Ditinjau dari strukturnya, sistem perlindungan anak di Thailand telah memiliki sejumlah aturan hukum, yang telah dilengkapi dengan lembaga (institusi) pelaksana aturan tersebut. Lebih dari 17 undang- undang telah diamendemen, disesuaikan dengan muatan Konvensi Hak Anak sebagai dokumen inti (core document), dan telah ditunjang dengan sejumlah peraturan menteri terkait. (CRC/c/Tha-3-4, 2011: 5). Dari sekian banyak aturan yang dikeluarkan, Child Protection Act of 2003 dan National Child and Youth Development Act of 2007 menjadi aturan utama, yang khusus diperuntukkan mengatur penyelenggaraan perlindungan anak di Thailand. Selain itu, ada beberapa aturan umum, atau aturan tertentu yang juga memuat beberapa ketentuan terkait anak di dalamnya, seperti Criminal Act, Domestic Violence Victim Prevention Act, dan Traicking Act.

Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, dari sisi kelembagaan, terdapat 3 (tiga) lembaga besar yang sengaja dibentuk untuk menjalankan perlindungan anak di Thailand. Dua diantaranya merupakan lembaga khusus di bidang anak, yakni Komite Perlindungan Anak (Child Protection Commitee) sebagai lembaga utama, dan Komisi Anak dan Remaja Nasional (the National Commission for Child and Youth). Sisanya adalah institusi independen yang menopang fungsi kedua institusi sebelumnya, yakni Komisi HAM Nasional (the National Human Right Commission).(CRC/c/ THA/1, 2011: 5, CRC/c/THA/3-4,2011: 5-6).

Komite Perlindungan Anak Nasional di Thailand (the National Child Protection Commitee) merupakan lembaga yang dibentuk di tingkat nasional maupun regional (provinsi) berdasarkan Child Protection Act of 2003. Di tingkat regional, hingga saat ini tercatat ada sekitar 76 provinsi yang telah memiliki Komite Perlindungan Anak Nasional. Lembaga ini dipimpin langsung oleh Menteri Pembangunan Sosial dan Keamanan Masyarakat (Minister of Social Development and Human Security), dan terdiri dari ketua, wakil ketua, anggota tetap, anggota istimewa, dan pejabat berwenang (competent oicial), yang merupakan pejabat publik dan para ahli di bidangnya. Pejabat publik yang ditunjuk berasal dari berbagai institusi Kementerian Pendidikan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Keadilan, kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan Anak dan Keluarga (Juvenile and Family Court), hingga pada pemerintah provinsi

(pemerintah daerah) 8 .

8 Lihat Artikel 7, 12, dan 16 Undang-undang Perlindungan Anak tahun 2003 (The Child

Perlindungan hukum terhadap anak dari kekerasan dalam keluarga ...

Komisi Anak dan Remaja Nasional ( the National Commission for

Child and Youth) adalah sebuah komisi di bidang anak dan remaja yang dibentuk berdasarkan National Child and Youth Development Act of 2007, dan dipimpin langsung oleh Perdana Menteri. Komisi ini terdiri dari 4 sub-komite, yakni sub-komite hak-hak anak, pembaharuan Hukum, Pemberantasan Perdagangan Anak dan Wanita, sub komite lain-lain. Khusus sub-komite hak-hak anak, terdiri dari 36 anggota yang berasal dari parlemen, badan-badan pemerintah (eksekutif), NGO, akademisi, pakar hukum dan perwakilan UNICEF.

Komisi Hak Asasi Manusia ( The National Commission of Human

Right) merupakan komisi independen, yang didirikan berdasarkan pada Konstitusi Thailand untuk mempromosikan penghargaan terhadap hak asasi manusia pada umumnya. Melalui sub-komite Anak, Remaja, dan Keluarga, komisi ini diharapkan dapat menyokong pelaksanaan dari 2 (dua) institusi yang telah disebutkan sebelumnya dalam melindungi anak.

2.1.2. Fungsi Ketiga institusi di atas umumnya memiliki persamaan fungsi,

yakni sebagai badan penasihat pemerintah (advisory board), pengawasan (supervisory) dan pembuat kebjakan (legislative) di bidang anak 9 . Sedangkan, perbedaannya antara ketiga lembaga tersebut terletak pada lingkup pekerjaan yang mereka laksanakan.

Komite Perlindungan Anak bertanggung jawab pada pelaksanaan perlindungan anak pada umumnya, selain fungsi-fungsi yang telah disebutkan di atas, komite ini juga melaksanakan fungsi advokasi, pendanaan, perencanaan serta koordinasi dengan pemerintah dan NGO. Sedangkan, Komite Remaja Nasional utamanya bertanggung jawab atas implementasi Konvensi Hak Anak, termasuk melaksanakan promosi kepentingan terbaik anak, penanaman nilai-nilai etika pada anak, dan menjamin pemenuhan hak-hak dasar anak. Sementara itu, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia bertanggung jawab untuk melaksanakan promosi penghargaan HAM pada umumnya, sekaligus melakukan pengawasan terhadap setiap bentuk pelanggaran HAM terhadap anak.

2.1.3. Kapasitas

Protection Act of 2003) 9 Pada tataran pembuat kebjakan, lingkup kewenangan Komite Perlindungan Anak han-

ya terbatas pada pembuatan kebjakan dalam hal penetapan standar perawatan anak, penetapan aturan pembiayaan aktivitas perlindungan anak, dan persyaratan untuk re- kruitmen pejabat berwenang.

Rusmilawati Windari

Dalam rangka mendukung operasionalisasi sistem perlindungan anak, Thailand terus melakukan berbagai upaya berkesinambungan (continuum efort) untuk meningkatkan kapasitas sistem, melalui ketersediaan sumber daya manusia, infrastruktur dan pendanaan yang memadai. Adapun upaya yang dilakukan antara lain meliputi:

a. Menyelenggarakan berbagai pelatihan, meliputi workshop, seminar dan sensitisasi yang ditujukan kepada pekerja perlindungan anak, para professional, pejabat dan aparat penegak hukum;

b. Mendirikan pusat-pusat perawatan (institutional care) dan kesejahteraan anak, seperti: welfare centre, safety protection centre, remand home, foster care, dan Child Youth Training Centers;

c. Mendirikan pusat data dan informasi, yakni the National Information Centre (NIC) di tahun 2004, dan the National Statistical Oice (NSO) di tahun 2007, Pusat data base anak berkebutuhan khusus, dan a Multiple Indicator Cluster Survey (MICS);

d. Mendirikan pengadilan khusus yang menangani perkara anak dan keluarga, yakni Juvenile and Family Court,dengan prosedur beracara berdasarkan pada Juvenile and Family Prosedure Act of 1991;

e. Dalam hal pendanaan, Thailand meningkatkan alokasi anggaran tahunan sebesar 6 - 15% dari keseluruhan pendapatan nasional di tahun 2000-2009 guna membiayai kegiatan perlindungan anak dalam rentang tahun tersebut. Dana yang dimaksud di sini adalah dana yang berasal dari pemerintah, dan belum termasuk dana- dana lainnya yang berasal dari NGO. 10

Dari paparan di atas, untuk sementara dapat disimpulkan bahwa sistem perlindungan anak yang dimiliki oleh Thailand dapat dikategorikan sebagai sistem yang besar dan kompleks. Keterlibatan (tiga) lembaga besar yang memiliki fungsi yang sebenarnya hampir sama, dalam operasionalisasi sistem ini, menyebabkan sistem perlindungan anak di Thailand membutuhkan koordinasi yang kuat serta komprehensif dari antarlembaga untuk pencapaian tujuan yang diharapkan.

Hambatan atau kesulitan yang berpotensi muncul dalam operasionalisasi sistem yang dimiliki Thailand ini adalah permasalahan koordinasi dan transparansi kinerja. Permasalahan koordinasi ini dapat terjadi pada level internal dan eksternal. Pada level eksternal, permasalahan tersebut dapat disebabkan adanya perbedaan aturan hukum yang melandasi kinerja masing-masing lembaga. Sedangkan pada tataran internal, kesulitan koordinasi cenderung disebabkan besarnya struktur organisasi yang dimiliki masing-masing lembaga. Kompleksnya struktur organisasi tanpa disertai gambaran tupoksi yang jelas dan praktis pada masing-ma sing struktur organisasi dapat menyebabkan tumpang tindih

10 Lihat Laporan PBB, CRC/c/THA/3-4, 2011

Perlindungan hukum terhadap anak dari kekerasan dalam keluarga ...

tugas antarberbagai pihak. Sebagai contoh, Komite Perlindungan anak yang strukturnya terdiri dari ketua, wakil ketua, sekretaris, anggota tetap, anggota istimewa (distinguished member), dan pejabat yang berwenang. Dalam hal ini, ranah tugas anggota tetap, anggota istimewa, dan pejabat yang berwenang masih belum begitu jelas perbedaannya.

Mengenai permasalahan transparansi kinerja, sistem perlindungan anak di Thailand ini belum bisa dikatakan sepenuhnya mandiri. Sistem ini membuka peluang besarnya intervensi pemerintah. Hal ini nampak pada keterlibatan unsur pemerintah mulai dari pejabat kementerian hingga pemerintah daerah dalam Komite Perlindungan Anak. Dalam hal ini cukup sulit mengharapkan komite Perlindungan Anak dapat melaksanakan fungsi pengawasan secara independen dan evaluasi secara transparan terhadap kinerja pemerintah, jika pemerintah itu sendiri telah menjadi bagian besar dari keanggotaan komite itu sendiri.