Permasalahan konsepsi cybercrime

C. Permasalahan konsepsi cybercrime

Istilah kejahatan siber 11 menunjukkan bahwa bentuk kejahatan ini hanya dapat dilakukan dengan perangkat atau alat yang menghasilkan realita siber seperti sistem dan rangkaian komputer yang terkoneksi dengan internet. Konsep inilah yang menyebabkan beberapa pakar hukum mempunyai pandangan berbeda mengenai apa yang seharusnya dimaknai sebagai kejahatan siber. Bahkan dalam konvensi PBB tentang The Prevention of Crime and The Treatment of Olenderes di Havana, Kuba pada tahun 1999 dan di Wina, Austria tahun 2000, konsep kejahatan siber diberi pemaknaan dalam istilah yang sempit dan luas, yaitu. 12

a. Cyber crime in a narrow sense (dalam arti sempit) disebut computer crime: any illegal behaviour directed by means of electronic operation that target the security of computer system and the data processed by them (setiap perilaku ilegal yang ditujukan pada operasi elektronik yang menargetkan sistem keamanan komputer dan data yang diproses oleh sistem komputer tersebut).

b. Cyber crime in a broader sense (dalam arti luas) disebut computer related crime: any illegal behaviour commited by means on relation to,

a computer system ofering or system or network, including such crime as illegal possession in, ofering or distributing information by means of computer system or network (setiap perilaku ilegal yang dilakukan dengan maksud atau berhubungan dengan sistem komputer atau jaringan, termasuk kejahatan pemilikan, penawaran atau distribusi informasi dari sistem atau jaringan komputer). 13

Susahnya membuat deinisi kejahatan siber yang dapat menampung kriteria aktivitas dalam dunia siber, membuat beberapa lembaga membuat kategorisasi yang dapat menampung semua aktivitas ilegal dalam dunia siber, seperti kategori dari Council of Europe ketika melakukan konvensi di Budaphest, pada tanggal 23 November 2011, yaitu.

1. Kejahatan siber yang berhubungan dengan kerahasiaan, integritas,

10 Yang, S. 2004. Routine activity theory/lifestyle., htp://faculty.chass.ncsu.edu/garson/PA765/ routine.htm . diakses 17 April 2011.

11 Gordon dan Ford mendeinisikan kejahatan siber sebagai : “any crime that is facilitated or commited using a computer, network, or hardware device” lihat Gordon, S., & Ford, R, 2006. On the deinition and classiication of cybercrime. htp://www.springer-verlag.com. diakses 13 April 2011.

12 Barda Nawawi Arief, 2007, Tindak Pidana Mayantara:perkembangan Kajian Cybercrime di Indonesia, Jakarta:PT Raja Graindo Persada.

13 Shinder, Debra Litlejohn,2002, Science of the Cybercrime,USA : Syngress Publishing, hlm 17.

Cybercrime: Masalah konsepsi dan penegakan hukumnya

ketersediaan data dan sistem komputer termasuk didalamnya illegal access, illegal interception, data interference, system interference dan misuse of data.

2. Kejahatan yang berhubungan dengan komputer (computer related ofences) seperti forgery dan fraud.

3. Kejahatan terkait dengan isi atau konten (content-related ofences) seperti pornograi.

4. Kejahatan yang berhubungan dengan pelanggaran hak cipta (ofences related to infringeents of copyright).

Ford dan Gordon mencoba memberi dua kategori kejahatan siber terkait serangan/perbuatan pidana yang dilakukan, yakni. 14

1. Kejahatan siber yang berupa satu kali serangan terhadap seseorang. Tipe ini biasanya terkait erat dengan malware. Contoh terkait dengan tipe ini ialah phishing, thet (pencurian), or manipulation of data (anipulasi data), identity thet (pencurian identitas), ataupun e-commerce fraud (penipuan e-commerce)

2. Kejahatan siber yang terjadi setelah adanya pengulangan/interaksi beberapa kali antara pelaku dan korban. Contoh dalam kategori ini antara lain, maupun cyberstalking, harassment, extortion stock market manipulation.

Beberapa kategorisasi mengenai kejahatan siber muncul karena ada pandangan yang berbeda diantara para pakar. Sebagian pakar menganggap bahwa kejahatan siber (cybercrime) hanya modiikasi dari bentuk kejahatan konvensional yang menggunakan media internet, oleh karenanya dalam penanganannya hanya perlu reinterpretasi terhadap norma-norma peraturan perundang-undangan konvensional terhadap beberapa perilaku yang dianggap melawan hukum dan punya karakteristik yang identik dengan bentuk kejahatan konvensional. Sebagai contoh kejahatan yang terkait dengan penipuan, perjudian, pornograi di internet hanya kejahatan konvensional yang memanfaatkan media internet. Beberapa kategorisasi mengenai kejahatan siber di atas dibuat tanpa melihat sisi teoretis mengenai deinisi yang sesuai dengan karakter tindak pidana yang dilakukan dan hanya melihat pada beberapa aspek pragmatik mengenai perbuatan yang dianggap tercela. Konsep perumusan ini misalnya terdapat dalam pasal-pasal dalam UU ITE yang cenderung mengedepankan kebutuhan pragmatik mengenai perbuatan-perbuatan yang dianggap patut dicela dan dilarang oleh undang-undang.

Perbedaan dalam memaknai dan menyelami kejahatan siber akhir- nya memunculkan dua pandangan dalam memaknai norma undang- undang terhadap suatu perbuatan yang dianggap tercela dalam kejahatan

14 Gordon, S., & Ford, R, 2006. On the deinition and classiication of cybercrime. htp://www. springer-verlag.com. diakses 13 April 2011

Faizin Sulistio

siber. Pandangan yang pertama lebih pada mencoba memperbaharui interpretasi dengan mengedepankan teori fungsional perbuatan pidana dan mengesampingkan teori perbuatan jasmaniah. Konsep ini muncul seiring dengan kehadiran teknologi Informasi dan Komunikasi (ICT) yang menim bulkan kesukaran dalam menguraikan suatu bentuk kejahatan hanya berdasarkan pada perbuatan jasmaniah atau material dari sipelaku.

Munculnya teknologi siber membuat teori perbuatan jasmaniah menemui hambatan untuk menyelesaikan perkara pidana. Oleh karena itu, kemudian orang lebih melirik kepada mashab fungsional yang lebih mengedepankan kepada terselenggaranya fungsi yang dimaksud/ diingikan oleh petindak melalui aktivitas-aktivitas dalam/menggunakan instrumen teknologi siber. Pandangan ini diinspirasi dan dilegitimasi putusan Hoge Raad dalam arrest listrik, yang dalam era siber ditafsirkan sesuai keadaan kontekstual.Pandangan yang populer dikembangkan dalam konsep ini adalah baru dalam hukum berbeda dengan baru dalam teknologi. Baru dalam teknologi merupakan penemuan terkini yang menyebabkan peralatan atau spart part yang lama tidak dapat digunakan atau tidak sesuai dengan teknologi yang terkini, sedangkan baru dalam konsep hukum hanya reinterpretasi norma yang disesuaikan dengan kontekstualisasi zaman. Sebagai contoh konsep pencurian dalam internet tidak hanya sekadar berpindahnya penguasaan atas barang tapi juga dapat dimaknai bahwa ada penguasaan tanpa perlu berpindahnya/ hilangnya kepemilikan suatu data.

Pandangan berbeda yang menyatakan bahwa kejahatan diranah siber merupakan jenis kejahatan jenis baru yang tidak ada padanannya dalam kejahatan konvensional oleh itu perlu suatu regulasi baru yang mengatur kejahatan baru tersebut. Argumentasi yang dibangun biasanya terkait dengan ketakutan akan adanya prinsip hukum pidana yang dilanggar khususnya asas legalitas yang tercermin dalam “Nullum crimen sine lege certa” (tidak ada perbuatan pidana tanpa undang-undang yang jelas), Nullum Crimen sine lege Scripta (tidak ada perbuatan pidana tanpa undang-undang yang tertulis) serta Nullum crimen sine lege stricta (tidak ada perbuatan pidana tanpa undang-undang yang ketat) yang dimungkinkan mengurangi nilai kepastian hukum yang adil dalam hukum pidana.

Selain itu, perbedaan pandangan dalam memaknai cybercrime juga diteliti dan dikaji oleh Yang pada tahun 2004. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa perbedaan mengenai perbuatan apa yang dianggap sebagai kejahatan siber ternyata memiliki implikasi yang signiikan. Menurut beliau masalah utama dalam menganalisis cybercrime adalah tidak adanya deinisi yang konsisten mengenai kejahatan itu, bahkan di antara para pakar hukum pidana siber maupun penegak hukum.Hal ini bisa dilihat dari pendapat yang berbeda-beda mengenai deinisi cybercrime

Cybercrime: Masalah konsepsi dan penegakan hukumnya

antara lain: Pendapat Mr. Donn B. Parker mengatakan, kejahatan komputer adalah perlakuan yang mempunyai niat dan dikaitkan dengan komputer melalui berbagai cara yang menyebabkan korban menderita atau mengalami kerugian secara terus menerus.

Selain itu menurut Departemen Kehakiman USA, kejahatan komputer dideinisikan sebagai segala aktivitas yang tidak sah dimana pengetahuan mengenai teknologi komputer digunakan untuk merealisasikannya. Dua pendapat ini memperlihatkan betapa sangat luasnya perbuatan tercela yang dikategorikan ataupun dimasukkan dalam kejahatan komputer. Bahkan dalam konsep ini belum ada kesepakatan mengenai apakah disebut sebagai kejahatan komputer atau kejahatan siber dan apa batasan-batasan yang dapat digunakan dalam membuat pembedaan.

Kajian Gordon dan Ford juga menemukan ada pendeinisian yang sangat luas dan berbeda tentang kejahatan siber, misalnya perjanjian internasional (treaty) yang dihasilkan Europe of Council memasukkan kejahatan terhadap data berupa pelanggaran terhadap hak cipta, Zeviar- geese memasukkan fraud, child pornography dan cyberstalking sedangkan PBB melalui manual on the prevention and the control of computer related crime memasukkan unauthorized access and Forgery. Menurut beliau deinisi yang ada menimbubulkan kesulitan karena lebih bersifat deskriptif mengenai aktivitasnya dan bukan disandarkan pada teori. Padahal deinisi yang akurat yang diperlukan untuk mengetahui ruang lingkup kejahatan siber dan bagaimana upaya penanggulangannya. Selain itu dalam penelitian Harun Al Rasyid ada beberapa istilah yang berbeda untuk menunjukkan suatu kejahatan komputer seperti dalam tabel berikut. 15

No Bentuk Kejahatan Istilah lain 1. Joycomputing

− Tjd Diefstal (bhs. Belanda) − Thet of Embezzlemen (Charles R.

Swanson) − Thet of Computer Time and service (R.A.

Brown) − Impersonation (JD. Sue Titus Reid)

2. Hacking/Craking − Computer Vredebreuk ( Belanda) − On Bevoegd Zich Toegang Verschafen

(Andi Hamzah) − Computer Tresspass (Victoria Crime Act)

15 Harun Al Rasyid, “Tinjauan Yuridis Kriminologis Penerapan Pasal-Pasal KUHP dan Pasal-Pasal Undang-Undang Diluar KUHP Terhadap Kejahatan Komputer,” Tesis pada Program Master FH UB, 2001.

Faizin Sulistio

3. Trojan Horse − Gegevens Manipulatie (Belanda) − Salami; the slicing of of litle money from

each of many account (Edward F. Patch) 4. Data Leakage

On Bevoegd Kennis Nemen Van Gegevens (Belanda)

5. Data Diddling

Vervalsen (Belanda)

6. Penyia-nyiaan Data − To Frustate Data Communication (Inggris) Komputer

− Verjdeling Data Communicatie (Belanda) − Time Bomb (Edward F. Patch) − Computer Sabotage (S. Clark & Peter D.

Kender) − Mischief in relation to data (Canada)

7. Sotware Piracy Pembajakan Program Komputer (Indonesia) 8. Crime Againts The Person

Penyanderaan (Indonesia) 9. Computer Informational Use Computer Information for Personal Proit Crime (Inggris) Tabel berikut ini juga memperlihatkan betapa beragamnya istilah

yang digunakan dengan deinisi dan modus yang dalam melakukan perbuatan tersebut. 16

No Bentuk

Modus yang Digunakan Kejahatan

Deinisi atau perbuatan

• Menggunakan kom- • Mencuri peluang waktu 1. Joycomputing

puter secara tidak sah

dan kesempatan

• Menggunakan

• Memanfaatkan waktu

melampaui we-

penggunaan komputer

wenang yang diberi-

untuk kepentingan

pribadi 2. Hacking/Crak- • Penyambungan/pe-

kan

• Menerobos masuk den- ing

nambahan terminal

gan akses jarak jauh mela-

komputer baru pada

lui personal komputer sistem jaringan kom- • Mengelabui sistem-sistem puter tanpa izin

pengamanan komputer

• Memasuki komputer

dari sebuah instansi atau

atau melakukan

perusahaan lain

akses dalam suatu jaringan tanpa izin

16 ibid

Cybercrime: Masalah konsepsi dan penegakan hukumnya 3. Trojan Horse

Manipulasi data; • Metode Patch (tambalan membah, mengurangi

atau tempelan) atau menubah data atau • Metode Salami (pembu- instruksi pada sebuah

latan angka) program

4. Data Leakage Kebocoran data; suatu • Menulis data rahasia pembocoran data

kedalam kode tertentu rahasia

kemudian dibawa keluar • Mengirimkan data-data tersebut kepada pihak luar

5. Data Diddling Mengubah data valid • Memasukkan data baru dengan cara tidak sah;

yang sebenarnya tidak mengubah input atau

pernah ada output data

6. Penyia-nyiaan • Menjadikan data atau • Merusak, menghancur- Data Komputer

program komputer kan program, media dis- tidak dapat berfungsi

ket, hardisk atau media atau rusak

penyimpan lainnya • Memasukkan Virus

Pembajakan hak cipta • Melakukan penggadaan 7. Sotware Piracy terhadap perangkat lu-

atau pengcoypy-an pro- nak komputer

gram Seseorang dengan mak- • Melakukan penculikan

8. Crime Againts sud untuk memperoleh • Penyanderaan The Person

keuntungan dari orang • Minta uang tebusan lain melalui cara-cara

dengan menghubungi penyanderaan kemu-

korban lewat jaringan dian meminta sejumlah

komputer uang sebagai tebusan- nya.

Menggunakan • Menjual informasi 9. Computer

informasi komputer yang didapat kepada Informational

untuk kepentingan seseorang atau Crime

seseorang atau pihak- perusahaan pesaing. pihak tertentu

• Membocorkan data rahasia (sama dengan pada perbuatan data leakage)

• Dengan melakukan agregasi dan provokasi politik, sosial dan ekonomi di jaringan komputer seperti Internet.

Faizin Sulistio

Bentuk kejahatan siber di dalam tabel memperlihatkan bahwa dalam satu istilah dimungkinkan muncul deinisi yang kadang sangat berbeda antara deinisi yang satu dengan yang lain, apalagi jika sudah mengacu kepada modus atau bagaimana kejahatan tersebut dilakukan oleh para pelaku. Sebagai contoh terminologi hacking atau cracking mempunyai deinisi dan konsep pelaksanaan yang berbeda. Bahkan dalam kriminalisasi hacking ada perdebatan yang panjang mengenai white hacking dengan black hacking untuk memidana orang yang dianggap melakukan akses tanpa izin.