Konsep mediasi penal sebagai alternatif dalam penyelesaian perkara pidana
2. Konsep mediasi penal sebagai alternatif dalam penyelesaian perkara pidana
Mediasi penal merupakan salah satu bentuk dari pelaksanaan restorative justice, yaitu konsep yang memandang kejahatan secara lebih luas. Konsep ini memandang bahwa kejahatan atau tindak pidana bukanlah hanya sekadar urusan pelaku tindak pidana dengan negara yang mewakili korban, dan meninggalkan proses penyelesaiannya hanya kepada pelaku dan negara (Jaksa penuntut umum). Restorative justice menuntut proses peradilan pidana untuk memberikan pemenuhan kepenting an-kepentingan korban sebagai pihak yang dirugikan akibat perbuatan pelaku. Sehingga diperlukan pergeseran paradigma dalam pemidanaan untuk menempatkan mediasi penal sebagai bagian dari sistem peradilan pidana.
Mediasi penal menurut European Forum For Victim Service digambarkan sebagai process which involves contact between the victim and the ofender, either directly or through the mediator. The process of mediation is generally regarded as part of the broader issue of restorative justice. 2
Sementara itu Undang-Undang Acara pidana di Belgia the Belgian Law of 22 June 2005 menggambarkan mediation in criminal mater “as
a process that allows people involved in a conlict to have voluntary, active participation in a fully conidential process for solving diiculties that arise from a criminal ofence, with the help of a neutral third person and based on a certain methodology. The goal of mediation is to facilitate communication and to help parties to come to an agreement by themselves concerning paciication and restoration .”
Kecenderungan dalam perkembangan hukum pidana dan pemidanaan serta pembaharuan peradilan pidana baik dalam teori maupun praktik, lebih dikembangkan bentuk rekonsiliasi atau mediasi dalam penyelesaian perkara pidana. Hal ini mengingat secara etik, tren ini
2 Statement On The Position Of The Victim Within The Process Of Mediation, the Executive Com- mitee of the European Forum for Victim Services, November 2003
Umi Rozah
bersandar pada asas pertanggung jawaban individu, dalam hukum pidana substantive, dengan mengacu pada pengambilan pertanggungjawaban pelaku terhadap sanksi pidananya, dalam hukum pelaksanaan sanksi. Metode alternatif resolusi kesepakatan ini juga memberikan lebih besar kepentingan korban dan membuat ruang bagi manajemen konlik rasional. Mengingat pandangan etik pula sebuah reaksi terhadap sebuah tindak pidana adalah sebuah kejahatan tersendiri, tapi tidak diperlukan timbulnya kerugian atau luka baru terhadap pelaku tindak pidana. 3
Ide yang mendasari mediasi penal adalah menyatukan pihak - pihak yang menginginkan untuk merekonstruksi model peradilan pidana yang sangat panjang dengan model resolusi, yang akan memperkuat posisi korban dan mencari alternatif pidana, serta mencari cara untuk mengurangi kerugian dan beban berat pada sistem peradilan pidana
mengingat sistem ini lebih efektif dan eisien 4 .
Mediasi pidana yang dikembangkan itu bertolak dari ide dan prinsip kerja (working principles) sebagai berikut. 5
a. Penanganan konlik (Conlict Handling/Konliktbearbeitung): Tugas mediator adalah membuat para pihak melupakan kerangka hukum dan mendorong mereka terlibat dalam proses komunikasi. Hal ini didasarkan pada ide, bahwa kejahatan telah menimbulkan konlik interpersonal. Konlik itulah yang dituju oleh proses mediasi.
b. Berorientasi pada proses (Process Orientation; Prozessorientie-rung): Mediasi penal lebih berorientasi pada kualitas proses daripada hasil, yaitu : menyadarkan pelaku tindak pidana akan kesalahannya, kebutuhan-kebutuhan konlik terpecahkan, ketenangan korban dari rasa takut sehingga mediasi penal dapat dikatakan menyelesaikan perkara secara menyeluruh.
c. Proses informal (Informal Proceeding - Informalität): Mediasi penal merupakan suatu proses yang informal, tidak bersifat birokratis, menghindari prosedur hukum yang ketat.
d. Ada partisipasi aktif dan otonom para pihak (Active and Autono- mous Participation - Parteiautonomie/Subjektivierung) Para pihak (pelaku dan korban) tidak dilihat sebagai objek dari prosedur hukum pidana, tetapi lebih sebagai subjek yang
3 Dieter Rössner, Mediation as a Basic Element of CrimeControl: Theoretical and Empirical Com- ments, www.bufalo university journal.
4 Recommendation No. R (99) 19. (the Commitee of Ministers of the Council of Europe) 15 September 1999.
5 Stefanie Tränkle, The Tension between Judicial Control and Autonomy in Victim-Ofender Medi- ation - a Microsociological Study of a Paradoxical Procedure Based on Examples of the Mediation Process in Germany and France, htp://www.iuscrim.mpg.de/ orsch/krim/traenkle_e.html.
Konstruksi politik hukum mediasi penal sebagai alternatif penyelesaian perkara pidana
mempunyai tanggung jawab pribadi dan kemampuan untuk berbuat. Mereka diharapkan berbuat atas kehendaknya sendiri, dengan suka rela dalam menyelesaikan perkara pidananya.
Sementara itu European Forum For Victim Service memberikan
Guiding Principles dalam mediasi sebagai berikut 6 :
o Mediation requires the involvement of the victim and it is therefore important that their interests are considered fully;
o Mediation processes should only be used with free and informed consent of the parties and the parties should be able to withdraw
consent at any time; o Victim/ ofender mediation in criminal cases is diferent from
similar processes of mediation in other areas of life- the mediation process must include the ofender accepting responsibility for his act and the acknowledgement of the adverse consequences of the crime for the victim;
o It is vital that the mediator and everyone involved in the mediation process has received appropriate training on the special issues
concerning victims of crime which will be relevant to the mediation process.
Berdasarkan pengalaman dalam praktik mediasi penal yang dikembangkan di North Carolina yang pelaksanaannya didasarkan pada G.S. 7A-38.3D and the Supreme Court’s Rules Implementing Mediation in Maters Pending In District Criminal Court, alasan-alasan dipilihnya mediasi
karena beberapa keuntungan yang dinyatakan sebagai berikut 7 : There are many reasons why you should consider mediation. Mediation is usually less stressful and time consuming than a trial. You will not have to take the stand and testify, nor will you have to bring witnesses. You don’t even need a lawyer. Mediation ofers you and the other party(ies) the opportunity to be in control of the outcome of your dispute. Some research indicates that people are more likely to follow through on agreements that they make as opposed to ones forced upon them by a court . If you are a defendant, a successful mediation may mean that you can avoid a criminal record and more expensive ines and costs. If you are
a complaining witness, an opportunity to sit down with others involved in the dispute and work out your conlicts may provide more satisfaction than a judge’s verdict. Sometimes mediation can help bring people together. If those involved in a dispute are relatives, neighbors, or were once friends, talking about and working through conlict can oten be an important irst step in repairing damaged relationships. People may be angry or hurt when they come to mediation and the mediator(s) will try to help everyone understand the difering perspectives of those involved in the conlict. When underlying causes of a conlict are brought to light, people oten setle the case at hand and also learn how to avoid future conlicts.
6 Statement On The Position Of The Victim Within The Process Of Mediation, the Executive Com- mitee of the European Forum for Victim Services, November 2003
7 Frequently Asked Questions about Criminal District Court Mediation, www.mnnc.org/pg1.cfm
Umi Rozah
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan keuntungan- keuntungan mediasi penal adalah sebagai berikut :
1. Keuntungan mediasi bagi korban, tekanan berkurang dibanding jika berperkara di pengadilan, tidak perlu membawa saksi, tidak perlu menyewa pengacara,dan mendapat kesempatan untuk mengkontrol hasilnya.
2. Bagi pelaku tindak pidana dapat diuntungkan karena terhindar dari pemidanaan, catatan kejahatan,atau denda dan biaya-biaya perkara yang lebih besar.
3. Mediasi juga dapat mempererat atau mempersatukan kembali hubungan antartetangga, teman, dan saudara jika para pihak yang terlibat termasuk di dalamnya dengan kesepakatan damai dan pembayaran ganti kerugian, serta memberikan pelajaran bagi pelaku untuk menghindari konlik di masa mendatang.
Dalam “Explanatory memorandum” dari Rekomendasi Dewan Eropa No. R (99) 19 tentang “Mediation in Penal Maters”, dikemukakan beberapa model mediasi penal sebagai berikut. 8
a. Model “informal mediation” w Model ini dilaksanakan oleh personil peradilan pidana (criminal
justice personnel ) dalam tugas normalnya, yaitu dapat dilakukan oleh JPU (Jaksa Penuntut Umum) dengan mengundang para pihak untuk melakukan penyelesaian informal dengan tujuan tidak melanjutkan penuntutan apabila tercapai kesepakatan. Mediator dapat dilakukan oleh pekerja sosial atau pejabat pengawas (probation oicer) atau pejabat polisi atau Hakim.
w Jenis intervensi informal ini sudah biasa dalam seluruh sistem hukum.
b. Model ”Traditional village or tribal moots”
Menurut model ini seluruh masyarakat bertemu untuk memecahkan konlik pidana di antara warganya. w Model ini ada di beberapa negara yang kurang maju dan di wilayah pedesaan/pedalaman. w Model ini lebih memilih keuntungan bagi masyarakat luas. w Model ini mendahului hukum barat dan telah memberi inspirasi
bagi kebanyakan program-program mediasi modern. Program mediasi modern sering mencoba memperkenalkan berbagai keuntungan dari pertemuan suku (tribal moots) dalam bentuk yang disesuaikan dengan struktur masyarakat modern dan hak- hak individu yang diakui menurut hukum.
8 Barda Nawawi Arief, Makalah Aspek Kebjakan Mediasi Penal Dalam Penyelesaian Sen- gketa Di Luar Pengadilan, Materi Perkuliahan Program Doktoral.
Konstruksi politik hukum mediasi penal sebagai alternatif penyelesaian perkara pidana
c. Model ” victim-ofender mediation”
w Mediasi antara korban dan pelaku merupakan model yang paling sering ada dalam pikiran orang. w Model ini melibatkan berbagai pihak yang bertemu dengan diha diri oleh mediator yang ditunjuk. Banyak variasi dari
model ini. Mediatornya dapat berasal dari pejabat formal, mediator independen, atau kombinasi.
w Mediasi ini dapat diadakan pada setiap tahapan proses, baik pada tahap pemeriksaan di kepolisian, tahap penuntutan,
tahap pemidanaan atau setelah pemidanaan. w Model ini ada yang diterapkan untuk semua tipe pelaku tindak
pidana, ada yang khusus untuk pelaku anak, ada yang untuk tipe tindak pidana tertentu (misal pengutilan, perampokan dan tindak kekerasan). Ada yang terutama ditujukan pada pelaku anak, pelaku pemula, namun ada juga untuk delik-delik berat dan bahkan untuk residivis.
d. Model ” Reparation negotiation programmes”
w Model ini semata-mata untuk menaksir/menilai kompensasi atau perbaikan yang harus dibayar oleh pelaku tindak
pidana kepada korban, biasanya pada saat pemeriksaan di pengadilan.
w Program ini tidak berhubungan dengan rekonsiliasi antara para pihak, tetapi hanya berkaitan dengan perencanaan perbaikan
materiel. w Dalam model ini pelaku tindak pidana dapat dikenakan
program kerja agar dapat menyimpan uang untuk membayar ganti rugi/kompensasi.
e. Model ” Community panels or courts”
Model ini merupakan program untuk membelokkan kasus pidana dari penuntutan atau peradilan pada prosedur masyarakat yang lebih leksibel dan informal dan sering melibatkan unsur mediasi atau negosiasi.
f. Model “ Family and community group conferences”
w Model ini telah dikembangkan di Australia dan New Zealand, yang melibatkan partisipasi masyarakat dalam Sistem Peradilan
Pidana . Tidak hanya melibatkan korban dan pelaku tindak pidana, tetapi juga keluarga pelaku dan warga masyarakat lainnya, pejabat tertentu (seperti polisi dan hakim anak) dan para pendukung korban.
- Pelaku dan keluarganya diharapkan menghasilkan kesepakatan yang komprehensif dan memuaskan korban serta dapat
Umi Rozah
membantu untuk menjaga si pelaku keluar dari kesusahan/ persoalan berikutnya.