Mediasi Sudah sejak beberapa tahun silam, khususnya bagi pelaku tindak
4. Mediasi Sudah sejak beberapa tahun silam, khususnya bagi pelaku tindak
pidana di bawah umur, dikembangkan ragam program mediasi. Dalam proses mediasi demikian pendekatan utama yang digunakan ialah upa- ya menengahi konlik dan tidak lagi serta merta sekadar mengadili dan menghukum tindak pidana yang tidak terlalu berat.
Umumnya perdamaian/mediasi dipimpin oleh seorang koordinator atau juru runding (mediator) yang mendapatkan pelatihan khusus. Koordinator pada prinsipnya dengan sengaja tidak melibatkan diri atau turut campur dalam materi pembicaraan antarpihak. Sebaliknya netralitas demikian tidak diperlukan seorang juru runding atau penengah. Ia sebaliknya lebih terlibat ke dalam materi pembicaraan dan justru memainkan peran sebagai penengah.
Juga dapat turut diundang untuk hadir dalam pembicaraan perdamaian atau perukunan yang diselenggarakan ialah pejabat reklasering 9 untuk delinkuen anak, peneliti yang terailiasi dengan Dewan Perlindungan Anak (Raad voor de Kinderbescherming), relawan dan advokat/ penasihat hukum. Siapa-siapa yang diundang diputuskan bersama antara koordinator/ juru runding dengan pelaku dan pihak korban.
Dalam satu mediasi/perdamaian dapat diputuskan bahwa kehadiran penasihat hukum sangat diperlukan sedang bisa jadi pula dalam kasus lainnya justru hendak dihindari. Argumentasi untuk menghadirkan atau tidak menghadirkan pihak-pihak ketiga di atas terkait dengan fakta bahwa pada akhirnya pembicaraan dalam rangka merukunkan/mendamaikan pada akhirnya akan berujung pada penjatuhan sanksi alternatif dengan segala akibat hukumnya.
Pembicaraan dalam rangka merukunkan/mendamaikan juga dapat difokuskan untuk mencapai perdamaian emosional antara pelaku dengan korban: kehendak melakukan dan masuk ke dalam pembicaraan demikian kiranya muncul pada pelaku karena adanya dorongan dan kebutuhan mengungkap rasa bersalah yang membebani nurani serta bagi korban untuk memahami mengapa hal yang terjadi diperbuat sedemikian sehingga ia dapat melangkah lebih jauh memaakan pelaku. Dari sudut pandang demikian, pembicaraan perukunan/perdamaian kiranya bagi
9 Reclassering (di-Belanda) memiliki tiga tugas pokok: mengawasi pelaksanaan pidana kerja sosial (werkstraf); mendiagnosa serta memberikan advis kepada hakim dan jaksa berkenaan dengan campurtangan lembaga reclasering dalam penghukuman pelaku tin- dak pidana; dan mengawasi pelaku dan tersangka (yang diputus harus diawasi oleh pe- jabat reclassering). Bandingkan juga dengan Badan Pemasyarakatan di Indonesia.
Tahapan kritikal dalam pengembangan sistem hukum pidana yang beradab
banyak klien (pihak-pihak yang berseberangan dalam suatu tindak pidana) sangat bermanfaat.
Proses mediasi di atas dalam keseluruhannya diselenggarakan secara tertutup: saling kepercayaan yang dibangun dalam dan melalui proses mediasi kiranya dianggap elemen penting bagi keberhasilan upaya mencari solusi bersama. Keunggulan dari proses perukunan/pedamaian di atas tidak terletak pada daya ikat atau efektivitas ke luar, namun pada tercapainya solusi yang memuaskan keduabelah pihak.
Kendati begitu tidak sekaligus berarti bahwa tidak ada sisi buruk dari mediasi: dogmatis banyak hal yang dikesampingkan begitu saja dalam praktik mediasi, sedemikian sehingga tetap muncul dampak punitif terhadap pelaku: fakta bahwa ia dipanggil untuk diminta pertanggungjawaban dihadapan korban kerap juga membuat pelaku kehilangan muka, merasa malu bahkan terhina. Selain itu bilamana situasi mediasi tidak terarah dan bergerak tanpa aturan, hasil akhirnya justru kerap adalah ketidakadilan. Lagipula bisa pula terjadi pelaku mengintimidasi korban, misalnya dengan menyatakan bahwa justru korban yang paling banyak kontribusinya tehadap munculnya kerugian. Maka itu pula dalam mediasi tetap diperlukan adanya semacam perlindungan hukum prosedural, setidak-tidaknya melalui mana ketercelaan perbuatan pelaku dari sudut pandang hukum pidana akan tetap dinilai dan ditegaskan secara cermat.
Ad.c. Problematika penahanan dalam hukum penitensier