Struktur Organisasi, Budaya, Konflik, dan Lingkungan

harus mencakup kedua faktor tersebut disamping faktor input dan output pendidikan. Bahkan di dalam pendidikan input justru tidak terlalu dipermasalahkan, faktor proses dan konteks itulah yang justru menentukan output pendidikan. Permasalahan kurikulum, kualitas guru, metode mengajar yang efektif, dan manajemen menjadi sangat penting dalam proses pendidikan di sekolah. Sistem pendidikan dikatakan baik jika seorang anak didik yang kecerdasan dan kemampuannya kurang setelah diproses dalam sistem tersebut menjadi meningkat serta mampu mengembangkan keterampilan dan kepribadiannya.

1.1.1 Struktur Organisasi, Budaya, Konflik, dan Lingkungan

Organisasi pada Era Desentralisasi Pendidikan Dalam rangka melaksanakan program pendidikan nasional dibutuhkan suatu organisasi pendidikan yang efektif dan efisien yang mampu membantu proses perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian. Organisasi pendidikan dalam sistem yang sentralistis masih banyak kelemahan karena sistem pengambilan keputusan yang terpusat mengakibatkan keputusan menjadi lambat dan hasil keputusan kurang mengakomodasikan kepentingan daerah. Manajemen pendidikan juga masih banyak kelemahan sehingga perlu ditata dan disempurnakan kembali agar kewenangan serta beban tugas pusat dan daerah menjadi seimbang dan proporsional. Tumpang tindih kewenangan diharapkan tidak terjadi lagi, dilain pihak juga tidak ada lagi urusan yang tercecer sehingga tidak ada yang bertanggung jawab. Tidak efektifnya organisasi sistem pendidikan nasional ini dapat dilihat pada pendapat Tilaar 1994:14-15 bahwa suatu organisasi yang efektif mendukung proses manajemen sisdiknas dalam mencapai tujuan pendidikan nasional. Organisasi yang efektif membantu proses perencanaan, pengambilan keputusan berkelanjutan, pelaksanaan dan pengawasan. Organisasi sisdiknas saat ini belum sepenuhnya menunjang proses manajemen sisdiknas. Proses perencanaan pendidikan dari bawah yang sesuai dengan kebutuhan daerah masih lemah, begitu pula dengan tata pengaturan pengambilan keputusan berkewenangan. Ilustrasi mengenai pengelolaan ganda sekolah dasar merupakan contoh klasik semrawutnya organisasi sisdiknas yang menyulitkan pengelolaan sisdiknas, sehingga harus ada pengaturan kewenangan dan tanggung jawab yang jelas dari berbagai instansi yang terkait. Menghadapi masalah ini agak sulit atau mustahil untuk mencapai kualitas sisdiknas. Apabila organisasi dirumuskan sebagai pengaturan suatu kelompok tugas dalam unit-unit yang dikelola para pelaksana yang diberi tugas dan wewenang secara jelas, betapa sulitnya mencapai tujuan sisdiknas tanpa organisasi yang efisien. Karena keberhasilan suatu organisasi ditentukan oleh tingkat tercapainya tujuan serta kualitas dari pelayanan yang diberikan. Dalam rangka mencapai tujuan nasional pendidikan dibutuhkan organisasi yang efektif yang mampu membantu proses perencanaan, pengambilan keputusan, pelaksanaan dan pengawasan. Pada era sentralisasi, organisasi pendidikan belum mampu menunjang sepenuhnya proses manajemen sistem pendidikan nasional, salah satu contoh adalah lemahnya sistem perencanaan yang masih lebih banyak ditentukan oleh pemerintah pusat sehingga tidak menyentuh kebutuhan riil di daerah, pengambilan keputusan yang terpusat oleh pemerintah mematikan kreativitas aparat di daerah dan menyebabkan ketergantungan aparat daerah untuk menunggu perintah dan petunjuk dari pemerintah pusat. Thoha 1995:67 menyampaikan bahwa dalam usaha menata otonomi daerah hendaknya pemerintah telah mempunyai perencanaan yang matang, namun jangan sampai terperangkap pada persoalan dilematis yaitu menghapus atau tidak menghapus suatu institusi otonomi daerah. Asas dekonsentrasi pada hakikatnya menekankan bahwa kepentingan pemerintah pusat yang dijalankan aparat daerah. Karena pemerintah kita adalah pemerintah nasional yang meliputi wilayah besar dan kecil, yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia maka kepentingan pemerintah pusat senantiasa ada di seluruh wilayah negara kita, betapapun kecilnya kepentingan tersebut. Asas desentralisasi merupakan asas yang mewadahi kepentingan daerah. Asas ini dapat juga dikatakan asas ekonomi, artinya daerah diberi kewenangan mengatur urusan rumah tangganya sepanjang daerah tersebut mampu membiayai dan mampu melaksanakan. Pelakanaan asas desentralisasi tidak boleh bebas tanpa kendali. Pelaksanaan otonomi dengan titik berat pada kabupaten dan kota mempunyai dimensi altruistik artinya selama negara kita adalah negara kesatuan dan kepentingan pemerintah nasional masih ada maka tidak mungkin menghilangkan salah satu kepentingan dari asas dekonsentrasi dan desentralisasi. Dalam sejarah penyelenggaraan pemerintahan di daerah, memang pernah dikenal pemberian otonomi seluas-luasnya, akan tetapi kenyataannya hal itu tidak menghapus dekonsentrasi, hanya peranan dekonsentrasi agak lebih kecil dibanding peranan desentralisasi. Mencari titik temu penggabungan asas dekonsentrasi dan asas desentralisasi bukan untuk meniadakan asas dekonsentrasi tetapi dapat memadukan kepentingan daerah dan kepentingan pusat.

1.1.2 Struktur Organisasi pada Era Desentralisasi Pendidikan