depan kelas. Supervisi dapat optimal apabila didukung dengan sikap guru yang aktif dan dinamis.
Formalisasi dokumen, dengan indikator definisi tertulis tentang tugas guru dengan koefisien 0,20 mempengaruhi peningkatan keefektifan organisasi
sekolah. Pembagian tugas yang jelas dan dituangkan dalam ketentuan yang tertulis membuat guru dan tenaga kependidikan mengetahui dengan pasti tugas
masing-masing. Guru dan tenaga kependidikan tidak ragu-ragu dalam melaksanakan tugasnya karena uraian tugas pokoknya telah didefinisikan secara
tertulis. Hal ini sangat bermanfaat dalam rangka meningkatkan keefektifan organisasi sekolah.
4.2.5.3 Budaya Organisasi
Budaya organisasi merupakan faktor determinan keefektifan organisasi dengan koefisien yang terendah yaitu dengan koefisien 0,76. Sedangkan koefisien
dimensi-dimensinya adalah pola komunikasi dengan koefisien 0,58 dan toleransi dengan koefisien 0,56. Pola komunikasi, yang terdiri dari koordinasi kegiatan di
sekolah dengan koefisien 0,42; dan pola komunikasi formal dan non formal dengan koefisien 0,42 mempengaruhi peningkatan keefektifan organisasi sekolah.
Menurut Hoy dan Miskel 1991 komunikasi sebetulnya mendasari seluruh variabel organisasi dan administrasi termasuk struktur formal, organisasi informal,
budaya, motivasi, kepemimpinan, dan pengambilan keputusan. Komunikasi menyediakan semua jawaban yang dihadapi kepala sekolah. Dalam organisasi
yang kompleks seperti sekolah menjabarkan tujuan organisasi kedalam kegiatan
yang konkrit dari unit-unit dan pencapaian tujuan tergantung pada komunikasi. Membangun suatu komunikasi dan prosesnya menjadi tugas pertama untuk
mengorganisasikan dan kontinuitas tugas seorang administrator. Menurut Rogers 1983 komunikasi adalah proses dimana anggota organisasi membuat dan saling
memberi informasi yang benar dan jelas untuk meningkatkan pemahaman bersama.
Jadi kejelasan pola komunikasi formal dan non formal di sekolah membuat arah arus informasi antar individu atau antar bagian menjadi jelas, siapa yang harus
memberi informasi dan siapa yang harus menerima informasi. Sedangkan terkoordinasinya kegiatan pendidikan di sekolah akan menjadikan semua
kegiatan menjadi tertata dan tidak saling bertabrakan. Toleransi, dengan indikator dorongan pada setiap individu untuk bertindak
agresif,inovatif, dan berani mengambil resiko dengan koefisien 0,56 mempengaruhi peningkatan keefektifan organisasi sekolah. Menurut Kreitner
2003, toleransi menuntut pengakuan adanya perbedaan, perbedaan di tempat kerja meningkatkan kreativitas dan inovasi karena adanya cara pandang yang
berbeda. Mengelola perbedaan akan menumbuhkan potensi setiap individu. Inovasi penyelenggaraan pendidikan di sekolah tidak harus muncul dari
ide kepala sekolah, sebaliknya kepala sekolah harus memberikan toleransi kepada guru, siswa, dan tenaga kependidikan dengan cara memberikan dorongan untuk
selalu mengembangkan ide-ide baru dan tidak takut pada resiko yang dihadapi. Dorongan dan bantuan kepala sekolah terhadap setiap individu di sekolah untuk
bertindak agresif, inovatif, dan berani mengambil resiko sangat dibutuhkan agar sekolah menjadi dinamis mengikuti perkembangan
4.2.6 Statistik Deskriptif